Pagi
yang cerah di Mansion keluarga Sanzenin...
“Horeeeeee!!!!
Akhirnya Liburan musim panas tiba!” seru seorang gadis cilik pemilik Mansion
yang luas itu.
“Wah
Nagi, kau sudah bangun rupanya, tidak biasanya kau bangun pagi seperti ini? Ada
apa kok kau terlihat bersemangat sekali?” tanya Maria, si Pelayan cantik kepada
gadis cilik yang merupakan majikannya
itu.
“Tentu
saja aku bersemangat! Aku bisa berada di rumah dan melakukan hal-hal yang aku
suka!” seru Nagi gembira.
“Tapi bukankah itu adalah kegiatanmu sehari-hari nona?” ujar seorang pemuda berumur belasan tahun yang cukup rupawan untuk seorang butler.
“Jangan berkata seperti itu, Hayate. Aku kan juga bersekolah”. Jawab Nagi.
‘Tapi
hanya masuk sebulan dari satu semester...’ pikir Hayate.
“Jadi,
apa yang mau kau lakukan selama liburan ini, Hayate?” Tanya Nagi.
“Em...
sebenarnya aku berencana untuk melanjutkan latihan karate dan kendo ku, dan juga
belajar beberapa bahasa asing. Yah... setidaknya aku tidak akan tersesat lagi
seperti kejadian di Amerika itu...” Kata Hayate.
“Jadwalmu membosankan...” Keluh Nagi. “memangnya tak ada hal menyenangkan di Jadwalmu itu?”
‘yah
maaf saja kalau jadwalku membosankan’ pikir Hayate. ‘tapi ini kan jadwalku
bukan jadwalmu’.
“Nagi
benar. Sebaiknya kau lebih bersantai di liburan kali ini... untuk masalah
pelajaran bahasa asingmu itu aku akan membantumu.” Kata Maria sambil menuangkan
segelas Teh Hangat kepada Nagi. “Oh iya, ini koran dari Cina dan majalah dari
Korea yang kau minta, Nagi.”
“Oh
sudah sampai ya?, terima kasih Maria... Baiklah saatnya beraksi hihihi.” Ujar
Nagi.
“Apa
yang mau kau lakukan dengan koran dan majalah itu Nagi?” tanya Maria.
“Aku
mau melaksanakan misi liburan musim panasku yang pertama ‘mengerjai Wataru’,
aku tahu kalau dia tidak bisa kedua bahasa ini, bahkan penulisan Kanji pun dia
masih banyak yang salah. Jadi, aku akan menggunakan potongan dari kata-kata di
koran dan majalah ini unuk membuat surat cinta untuknya.” Terang Nagi.
“Apa?!”
seru Hayate dan Maria bersamaan.
“tentu
saja atas nama Izumi...” lanjut Nagi, lalu ia menoleh kearah mereka berdua.
“apa? Kalian pikir aku akan membuat surat cinta untuknya?” kata Nagi.
“e,eh
tidak” jawab Hayate cepat sebelum terjadi perang mulut berkelanjutan.
“Bagus,
tapi karena kalian sudah tahu soal ini aku harap kalian tidak membocorkannya ke
Wataru ataupun yang lainnya, mengerti” ujar Nagi dengan mata yang
berkobar-kobar.
“Siap
Mengerti!!!” seru Hayate layaknya seorang tentara, sementara itu Maria hanya
mengangguk.
“Tapi,
ngomong-ngomong soal Cina, kudengar tempat itu indah ya? Meskipun penduduknya
cukup banyak. Disana ada salah satu dari 7 keajaiban dunia bukan?” Kata Hayate
mengalihkan pembicaraan.
“Kau
benar, disana terdapat tembok besar Cina...” lanjut Maria.
“Ya,
salah satu negara yang belum pernah aku kunjungi...” kata Nagi yang kembali
sibuk dengan ‘tugasnya’. “Tapi kalau 7 keajaiban Dunia, aku sudah pernah ke
patung Spinx, Menara Eifel, Menara Miring Piza, dan Candi Borobudur. Memang
tempat-tempat itu sangat indah, terutama di negara tempat kami singgah saat
ke Candi Borobudur, em... apa namanya?” kata Nagi lagi.
“Indonesia?”
jawab Hayate.
“Ya,
itu... banyak sekali pulau yang indah disana, aku ingin membeli salah satu
pulau disana, tapi seseorang melarangku.” Ujar Nagi sambil menatap tajam ke
arah celah pintu dimana Klaus, si pelayan, segera kabur karena ketahuan sedang
‘memata-matai’ mereka diluar kantor CCTV.
“Jadi
kau belum pernah ke Cina?” tanya Hayate.
“Belum...”Jawab
Nagi singkat, “Nah selesai, tinggal dikirim! Nih...” Kata Nagi sambil
menyerahkan surat yang telah diberi parfum itu kepada Hayate. “Kamu kirimkan
lewat kantor pos ya! Aku mau tidur”. Perintah Nagi sambil berjalan keluar
ruangan menuju kamarnya.
“...”
“Jadi,
setelah ini kau mau melakukan apa, Hayate?” tanya Maria.
“Sebenarnya
hari ini aku tidak ada jadwal sama sekali, tapi besok aku ada janji dengan
Hinagiku, dia bilang akan menemaniku berlatih Kendo. Lalu lusa aku akan
berlatih Karate bersama Ayumu,
Terus keesokannya lagi aku akan pergi membantu Ekspedisi Izumi, kau tahu kan dia sering
tersesat?...” Cerita Hayate.
“kau
benar.” Jawab Maria.
Nagi
yang belum pergi jauh dari ruangan itu mendengar percakapan Maria dan Hayate. Tanpa
alasan yang jelas ia segera membuka pintu itu dengan keras, ...*brak*... “Kita
akan pergi liburan!” seru Nagi mengejutkan Semua orang di ruangan itu.
“Kali
ini kau mau kemana, Nona?” tanya Hayate spontan.
Nagi
yang belum sempat memikirkan hal itu melirik kesana kemari mencari ‘inspirasi’.
“Kita akan pergi ke Cina!” serunya lagi begitu matanya berpapasan dengan koran
yang ia gunakan tadi.
“Cina?”
Tanya Maria meragukan keputusan Nagi.
“Ya,
aku ingin pergi ke tembok besar Cina yang terkenal itu!” ujar Nagi. “Malam
ini...”
“Malam
ini? Apa kau yakin? Tapi...” Ujar Hayate terpotong.
“et,
et, et... Tidak ada tapi-tapian kita bertiga akan pergi”. Tegas Nagi.
“Bagaimana
dengan Klaus dan Tama mereka kan...” tanya Maria yang juga terpotong.
“mereka
berdua lebih suka bersantai disini, aku tahu itu” jawab Nagi sebelum Maria
menyelesaikan pertanyaannya. “Kita akan ke sana dengan menggunakan kapal!”.
“Kapal?”
sekali lagi Maria meragukan keputusan Nagi, Hayate juga berpikiran sama,
bukankah Nagi tidak suka berpergian?.
“Kau
bisa belajar Kungfu disana” ujar Nagi kepada Hayate.
“Kungfu?”
Tanya Hayate. Sekarang ia dan Maria bertambah curiga, kenapa Nagi tiba-tiba
berbicara soal seni bela diri?.
Tatapan
curiga Hayate dan Maria membuat Nagi Jengkel, “Aku tidak akan ‘bermanja-manja’
disana, tidak menggunakan kekayaanku sembarangan, tidak ada manga atau yang
lainnya, mulai dari kita berangkat. Aku juga akan belajar untuk mandiri!” tekad
Nagi. “Bagaimana?” Pancing Nagi.
“Hm...
Baiklah aku setuju” jawab Hayate segera,
Meskipun
mencurigakan, akan tetapi Hayate dan Maria setuju, ‘Kesempatan untuk merubah
sikap pemalas nona Nagi, kesempatan ini tidak boleh di sia-siakan’ batin
Hayate.
Kini
Nagi kembali meninggalkan ruangan itu dengan perasaan puas, ‘Hehehe rencana
Hayate sudah batal, jadi sekarang aku selangkah lebih maju daripada si hamster
dan yang lainnya, hihihi’ batin Nagi.
Setelah
Nagi benar-benar meninggalkan ruangan itu Maria kembali bertanya kepada Hayate.
“Jadi bagaimana dengan Janji-janjimu itu?”.
“Em,
sebenarnya aku baru berjanji kepada Hinagiku dan Ayumu. Tapi aku yakin mereka
akan mengerti.” Kata Hayate, meskipun dalam dirinya ia juga menyesal bahwa ia
akan membatalkan kedua janjinya itu.
“Sebaiknya
kau telepon mereka sekarang, biar aku saja yang menyelesaikan beres-beres
disini” Ujar Maria.
“Iya,
Tolong ya Maria. Maaf, tapi aku akan segera kembali...” kata Hayate sambil
pergi meninggalkan ruangan itu.
‘Hm...
dia sangat baik hati dan seorang pekerja keras, serahusnya ia dapat lebih
bersantai sedikit.’ Batin Maria sambil memandangi punggung pemuda itu berjalan
menuju kamarnya yang berada di loteng.
***
“Baiklah
pertama aku akan menelepon Hinagiku dulu...” gumam Hayate, lalu menekan tombol
nomor telepon Hinagiku..
“Halo? Disini
dengan keluarga Katsura, ada yang bisa dibantu?”
“Hai
Hinagiku, ini aku Hayate”
“Oh, Hayate. Ada
apa?”
“Ada
yang ingin kukatakan mengenai latihan kita besok”
“Iya?Ada apa?”
“em...
Begini... Aku tak bisa latihan besok, aku minta maaf”
“Lho? Memangnya
kenapa?”
“Em...
sebenarnya tadi pagi Nagi mengajakku pergi ke Cina, tentu saja bersama Maria”
“Lalu?”
“Nagi
juga berkata bahwa ia akan belajar lebih mandiri, memang terdengar konyol akan
tetapi ia bersungguh-sungguh dan kau mengerti ‘kan seberapa pentingnya itu
bagiku?”
“Kau benar...
kesempatan emas bukan?” terdengar
nada kekecewaan dari kalimat ini, yang tentu saja membuat Hayate tak nyaman.
“Tapi sebagai
gantinya kau harus menceritakan padaku jika kau bertemu dengan pendekar kungfu ya? Dan jangan lupa bawa oleh-oleh untukku!”
seru Hinagiku.
“Hei
Hinagiku?!” seru Hayate, tapi terlambat Hinagiku sudah memutuskan hubungan
telepon mereka.
“lagi-lagi
Kungfu” gumam Hayate. “nah,
sebaiknya aku menghubungi Ayumu sekarang...” gumamnya lagi sambil menekan
tombol nomor telepon Ayumu.
***
Sementara
itu, sebuah dari sebuah kereta kuda yang sedang berjalan dengan santainya
terdengar seruan 3 orang pemuda yang sedang dalam perjalanan menuju Ibukota Cina.
Mereka bertiga adalah Chinmi, Sie Fan, dan Tan Tan. Ketiga pemuda tersebut
telah berhasil melaksanakan titah dari Kaisar Cina...
“Hei
Cinmi, kenapa kau tidak tenggelam?” tanya Tan Tan begitu menengarkan kisah
Chinmi yang diserang oleh hiu dalam perang yang telah mereka lalui itu.
“Dengarkan
dulu dong Tan Tan.” Kata Sie Fan.
“Memang
saat itu aku sudah lelah karena sudah berenang cukup lama, tapi saat aku
diserang Hiu itu, aku bertekad ‘aku tak boleh mati disini’. Yah meskipun aku
sempat putus asa juga sih... Tapi aku bersyukur bisa selamat.” Cerita Chinmi.
“Oh
ya? tapi bagaimana cara kau bisa kembali ke kapal Komandan kalau begitu?” tanya
Sie Fan.
“Saat
itu kebetulan bintang sedang bersinar terang, tapi di bagian bawah yang
merupakan perbatasan antara Laut dan Langit, aku tidak melihat adanya bintang,
dari sanalah aku tahu bahwa disana ada pegunungan yang artinya ada daratan.
Jadi aku berenang kesana, tapi ternyata jaraknya tak sedekat dari yang kukira.”
Tambah Chinmi.
‘He,
hebat sekali...’ pikir Sie Fan dan Tan Tan bersamaan.
“Terus?”
tanya Sie Fan penasaran.
“Nguik...
Nguik...” sahut Goku, monyet yang merupakan teman dekat Chinmi itu bersemangat,
ia juga ikut mendengarkan cerita Chinmi sedari tadi.
“Jujur
saja aku senang sekali saat aku sampai di daratan. Terutama saat aku menemukan
rumah seorang nelayan, nelayan itu baik sekali. Disana aku sempat makan dan
beristirahat sebentar, tapi saat aku ingat rencana Ajudan Kaion aku segera
menanyakan letak tanjung Horei dan segera berlari kesana”.
“Memangnya
seberapa jauh dari sana ke tanjung?” tanya Tan Tan.
“kata
nelayan itu sih, sekitar 50 kilo meter...” jawab Chinmi sambil mengingat-ingat.
“li,
lima puluh kilo meter???” seru Sie Fan dan Tan Tan takjub.
“ya,
tapi begitu aku berhasil menyusup ke kapal Komandan dan berniat menghancurkan
kemudi kapal, aku malah bertemu dengan Gibei. Jadinya aku harus bertarung
dengannya, tapi
karena aku sudah tak
punya banyak tenaga, jadinya aku tertangkap deh...” Kata Chinmi.
‘Ya,
terang saja begitu’ batin Tan Tan dan Sie Fan.
“Maaf
ya soal itu.” Ujar Chinmi.
“Tak
apa, lagipula kalau aku diposisi mu saat itu mungkin aku tak akan bisa berlari
dan memilih beristirahat di rumah nelayan itu.” Ujar Tan Tan.
“Kalau
aku sih mungkin sudah dimakan Hiu.” Timpal Sie Fan.
“Nguuk...
Nguuk... Nguuk...” sahut Goku seolah menambahkan pendapatnya sendiri.
“Tak
mungkin seperti itu, kalian kan kuat...” Kata Chinmi.
“Tapi
tak sekuat kau” kata Tan Tan jujur.
Sie
Fan dan Goku mengangguk menyetujui pernyataan itu.
“Ah,
mustahil...” Kata Chinmi malu, karena merasa tersanjung.
Dan
pembicaraan ketiga pemuda -dan seekor monyet- itupun terus berlangsung selama
perjalanan.
***
“nona Nagi?” panggil Hayate.
“Ya
Hayate?” jawab Nagi.
“Apa
kau yakin akan pergi dengan menggunakan kapal pedagang itu? Bukankah biasanya nona memilih
menggunakan kapal pribadi?” bisik Hayate.
“Dan
bukankah aku sudah berjanji tadi? Apa kau tidak ingat?” jawab Nagi.
“Tapi
kan...” ucapan Hayate terpotong oleh tepukan Maria di pundaknya.
“Sudahlah Hayate...” ujar Maria.
“Oh ya Nagi, sekarang sudah malam, sebaiknya kita pergi tidur jadi besok pagi
kau bisa melihat matahari terbit yang ingin kau lihat itu...” katanya lagi.
“Sebenarnya aku ingin tidur lebih
malam lagi, tapi ucapanmu tadi ada benarnya juga.” Kata Nagi. “Kalau begitu
selamat malam Hayate...” Ujar Nagi.
“Selamat malam nona...” Jawab
Hayate. Ia masih ingin menikmati angin malam di tepi danau hanya dengan
ditemani angin malam dan bintang-bintang yang bersinar terang malam itu.
“Malam
yang indah...” gumam Hayate, sambil menatap lagit penuh bintang.
Begitu
Nagi hendak bersiap untuk tidur, Maria berbisik menanyakan suatu hal kepada
Nagi,.“Hei, Nagi. Sebenarnya apa alasanmu memilih pergi ke Cina selama liburan
musim panas ini?”.
“Aku
tahu kalau kau tak pernah suka dengan perjalanan jauh apalagi dengan seni bela
diri, jadi sebenarnya kenapa?” tanyanya lagi.
Pertanyaan
seperti ini lah yang sedari tadi dihindari oleh Nagi selama perjalanan itu,
tetapi Maria malah sudah menanyakannya meskipun mereka belum berangkat sama
sekali. Nagi sempat bingung mau menjawab apa, awalnya dia hanya ingin pergi
jauh agar Hayate tidak pergi dari sisinya.
Tapi
akhirnya ia menjawab, “a, aku melakukannya untuk Hayate, belakangan ini dia
sedang tertarik dengan seni beladiri. Ka, karena itu aku kepikiran untuk kesitu
saat dia bilang bisa bahasa Cina”. Alasan Nagi.
Maria
sudah tahu kalau itu sebenarnya hanyalah alasan belaka, tapi ia tidak
memperpanjang pembicaraan itu, nanti malah Nagi tidak mau tidur. Nagi merasa
lega karena mengira Maria percaya dengan alasannya.
***
Keesokan
paginya...
“Hoaam...
Sudah pagi rupanya.” Gumam Chinmi.
“Apa
kereta kuda ini berjalan sepanjang malam?” tanya Tan Tan yang juga baru
terbangun.
“Sepertinya
begitu, karena saat aku terbangun tadi kita sudah memasuki perbatasan Ibukota,
dan sekarang kita sudah berada di Ibukota” jawab Sie Fan yang bangun lebih awal
dari kedua temannya itu.
“Benarkah?”
kata Chinmi sambil melihat pemandangan di luar, memang sekarang mereka sudah
berada di Ibukota.
Tiba-tiba
saja kereta kuda itu berhenti, “Hei kenapa berhenti?” tanya Tan Tan.
“kita
sudah sampai” jawab Pak Kusir. Mereka bertiga pun turun dari kereta kuda.
“Terima
kasih ya, Pak Kusir! Sampai Jumpa!” seru mereka bertiga sambil
melambai-lambaikan tangannya ke arah Kereta kuda yang mulai bergerak menjauhi
mereka.
Chinmi
segera melihat-lihat tempat-tempat di sekitar mereka. “Hei, kalau tidak salah
ini kan rumahnya...” kata-kata Chinmi terpotong dengan seruan seseorang yang
mereka kenal.
“Halo
Chinmi, Sie Fan, dan Tan Tan, kalian sudah sampai rupanya!” seru orang
tersebut.
“Jendral
Ourin!” Seru Tan Tan, Sie Fan dan Chinmi bersamaan.
“Kalian
pasti lelah selama perjalanan ayo kalian masuk dulu...” Kata Jendral Ourin
mempersilahkan mereka masuk ke rumahnya.
“Sebenarnya
aku sudah bosan karena terlalu lama di kereta, bukannya lelah...” bisik Tan Tan
kepada Sie Fan, Sie Fan hanya terkikik mendengarnya. Sementara Chinmi sudah
asik mengobrol dengan Renka.
“Hahaha,
aku juga sama...” lanjut Chinmi.
“Hai,
Chinmi, Goku!” seru seorang gadis yang tampak melompat keluar dari gerbang
masuk, seolah hendak mengejutkan mereka.
“Renka?”
gumam Chinmi.
Tan
Tan dan Sie Fan tampak heran mencari sosok yang dibicarakan oleh Chinmi, namun
mereka tidak menemukan Renka dimana pun. Dengan wajah kebingungan mereka pun
saling pandang. “Hei Chinmi, kenapa kau memanggil Renka? Memangnya dia ada di
sini?” tanya Tan Tan dengan berbisik.
“Hah?
Kamu ngomong apa sih? Sudah jelas dia ada di...” perkataan Chinmi terhenti
megitu ia tak melihat lagi sosok gadis itu di dekat gerbang.
“Aneh...
tadi dia disana...” ujar Chinmi sambil menunjuk ke sebelah kanan gerbang.
“Kurasa
kau lah yang aneh, sedari tadi tidak ada orang disana lho...!” kata Tan Tan.
“Mungkin
kau kelelahan?” jawab Sie Fan nada agak cemas.
“Benarkah?”
Chinmi malah balik tanya.
“Ehm...” dehem Jendral Ourin mengejutkan
Chinmi, Sie Fan dan Tan Tan yang tadi sempat berhenti berjalan sesaat.
“Ah,
iya... ayo cepat!” seru Chinmi menyadari panggilan tersebut.
***
Di
Rumah Jendral Ourin ketiga pahlawan Cina itu beristirahat, dan sarapan dengan
makanan yang telah disiapkan oleh Istri Jendral Ourin.
“Nanti
siang kalian akan bertemu dengan Kaisar di istana kerajaan, lho!” Kata Bu
Keihai, istri Jendral Ourin setelah mereka selesai sarapan.
“Benarkah
itu, Jendral?” Tanya Chinmi untuk memastikan.
“benar,
Kaisar sendiri yang memerintahkannya” Jawab Jendral Ourin.
“Wuih,
bertemu kaisar...” ujar Tan Tan yang kini mengingat masa lalu mereka saat
kejuaraan bela diri dulu.
“Kalau
begitu nanti saat kami pergi ke istana kerajaan, kau tetap disini dulu ya Goku...”
perintah Chinmi.
“Nguik...
Nguik... Nguik....” seru Goku setuju. Karena di sini ia mendapatkan banyak
buah-buahan yang lezat.
***
“Ayo
kita berangkat!!!” seru Nagi bersemangat. Mereka
menuju pelabuhan pada pagi buta, Tetapi begitu kapal baru saja mulai berlayar
Nagi kembali tertidur di sebuah ruangan di dalam kapal, tentu
saja ia sudah izin kepada para pedagang itu sebelumnya.
“Hoooaaaam!” erang Nagi, semalam
ia tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena ia sudah
tidak sabar untuk segera berangkat pagi ini. Ia berjalan menuju geladak kapal ternyata Maria
dan Hayate sudah berada disana mereka sedang mengobrolkan sesuatu. Nagi yang
penasaran pun menguping pembicaraan mereka.
“Jadi
Hayate, apa kata mereka berdua?” tanya Maria.
“Maksudmu
Hinagiku dan Ayumu? Em... mereka bilang tak apa, mereka mengerti ketika ku
katakan alasannya. Yah, walaupun begitu aku menangkap adanya kekecewaan dalam
kata-kata mereka.” Cerita Hayate sambil menatap kosong ke arah laut.
“Benarkah?”
kata Maria lagi.
“Ya,
kurasa aku juga agak menyesal telah membuat janji dengan mereka, dengan begitu
maka mereka pun tak perlu kecewa... Tapi demi nona apapun akan ku lakukan”
tekad Hayate kini memandang mantap ke langit.
“Meskipun
rencana ini gagal dan Nagi tak menepati janjinya seperti yang ia bilang?” tes
Maria.
“Meskipun
itu yang terjadi, tapi aku yakin sekali nona bisa melakukannya. Kau juga
sebaiknya mendukungnya dengan sepenuh hati Maria...” kata Hayate.
“Ya,
tentu saja” ujar Maria sambil tersenyum.
Mereka
pun mengganti topik pembicaraan mereka dengan senda gurau, sementara itu Nagi
yang mendengar pembicaraan mereka berdua terharu. ‘aku harus bisa menepati
janjiku’ tekad Nagi.
***
Matahari
sudah meninggi, Jendral Ourin pun mengantarkan Chinmi, Hayate, dan Tan Tan
menuju istana kerajaan tempat kaisar telah menunggu mereka.
Meskipun
Chinmi sudah pernah ke istana kerajaan, ia masih saja merasa takjub dengan
kemewahan istana kerajaan. Itu dapat terlihat jelas dari raut wajahnya yang
memandang pemandangan sekitar dengan wajah bersemangat.
“Sepertinya
kamu senang sekali Chinmi...” kata Sie Fan tentu saja dengan berbisik.
“Tentu
saja, kita akan menghadap kaisar. Meskipun aku... eh, maksudku kita semua
pernah bertemu dengannya tetap saja aku sangat bersemangat” jawab Chinmi.
“Seperti
biasanya” tambah Tan Tan.
Mereka
bertiga pun akhirnya sampai di ruang singgasana Kaisar. Selain mereka para
penjaga menunggu di luar ruangan. Mereka pun berlutut menunggu kedatangan
kaisar.
Tak
lama kemudian sang kaisar pun tiba di ruangan tersebut. “Chinmi, Sie Fan, dan
Tan Tan aku sangat puas dengan hasil kerja kalian.” Ucap Kaisar.
“Terima
kasih yang mulia...” jawab mereka bertiga.
“Aku
secara pribadi sangat berterima kasih karena kalian telah menyelamatkan guruku
dan juga menyelamatkan angkatan laut dari pemberontakan.” Tutur Kaisar. “Maaf
karena kami tidak menyiapkan sambutan yang pantas untuk kalian...”
“Oh,
Itu tidak perlu yang mulia. Mendapatkan titah dari anda sudah merupakan suatu
kebanggan terdalam bagi kami”, sekali lagi kata-kata Chinmi yang jujur dan tulus
telah mengesankan Kaisar.
“Setidaknya
biarkan kami memberikan ini kepada kalian atas kerja keras dan perjuangan
kalian...” Ujar Kaisar sambil berjalan ke arah mereka bertiga dengan diikuti
oleh Jendral Ourin yang membawa sebuah nampan dengan tiga buah mendali di
atasnya.
“Ketiga
mendali ini memiliki makna yang sangat tinggi bagi kerajaan kita.” Terang
Kaisar.
“Sie
Fan si Bangau... Tan Tan si Macan... dan Chinmi si Naga langit” ujar Kaisar
sambil mengalungkan mendali itu kepada Sie Fan Tan Tan dan Chinmi secara
bergiliran.
Mereka
bertiga memandang mendali masing-masing dengan takjub, “Tentunya kalian sudah
tahu sejarah ketiga mitologi tersebut... Sekali lagi saya ucapkan selamat dan
terima kasih kepada kalian bertiga...” Ujar Kaisar, lalu ia keluar dari ruangan
tersebut.
“Wuaaah...
i, ini sangat keren sekali!!” sahut Tan Tan gembira begitu kaisar telah
meninggalkan ruangan tersebut bersama dengan Jendral Ourin.
“Kau
benar, terlebih lagi aku sangat senang mendengar ucapan terima kasih dari
Kaisar...” tambah Sie Fan.
Chinmi
masih terdiam dan memandangi mendalinya itu dengan mata berbinar-binar.
“Chinmi,
Ada apa?” tanya Sie Fan.
“Tidak
ada, hanya saja seandainya kita tidak sedang berada di istana, entah apa yang
sudah aku lakukan saat ini saking senangnya...” Jawab Chinmi dengan wajah
berseri-seri.
“Wah
kalau begitu sebaiknya kita keluar sebelum kau meledak Chinmi” goda Tan Tan.
Lalu
mereka bertiga meminta izin meninggalkan istana kepada Jendral Ourin, ia
mengatakan bahwa ia tak bisa menemani mereka karena ada tugas. Jadi mereka
bertiga pun keluar dari istana dan berkeliling ibukota. Dan seperti yang telah
Chinmi katakan, begitu keluar dari istana kerajaan ia langsung melompat-lompat
kegirangan.
Sie
Fan, Tan Tan, dan Chinmi memutuskan untuk berjalan-jalan di ibukota sebelum
kembali ke rumah Jendral Ourin.
“Chinmi,
Sie Fan, tidakkah kalian merasa bosan?” tanya Tan Tan setelah berjalan selama
15 menit.
Chinmi
dan Sie Fan saling berpandangan, “Sebenarnya aku mulai bosan, aku juga sudah
rindu dengan orang-orang dan suasana di kuil dairin.” Sahut Chinmi.
“Aku
juga, aku menghawatirkan keadaan Guru Shoshu selama aku pergi” ungkap Sie Fan.
“Wah
ternyata kita sama... hehehe” kata Tan Tan.
“Hei,
ayo kita mampir ke warung mie itu!” seru Chinmi.
“aku
pernah makan disini, kue apel mereka sangat lezat. Lagipula apa kalian tidak
sadar? ini sudah siang lho!” Ujar Chinmi bersemangat.
“terserah
kau saja lah...” Jawab Tan Tan. Sementara itu Sie Fan hanya tersenyum, lalu
mereka bertiga pun makan di warung tersebut.
***
Pada
siang harinya, Hayate, Nagi dan Maria akhirnya sampai di pelabuhan Cina.
“Hore!
Akhirnya kita sampai juga!” seru Nagi.
“Nah
sekarang kita mau kemana dulu nona?” tanya Hayate.
“
ah, iya juga ya? aku belum merencanakan rutenya...” kata Nagi.
“He??”
gumam Hayate terkejut. ‘lalu kita harus kemana dong?’ pikirnya.
“ya
sudah kita langsung ke tujuan utama kita saja” usul Maria.
“Ke
Tembok Besar Cina, maksudmu?” tanya Hayate. Maria mengangguk membenarkan.
“Ya
sudah kalau begitu, bagaimana cara kita kesana?” tanya Nagi. Maria segera
memberhentikan sebuah taksi sebagai jawaban atas pertanyaan Nagi.
“Duì
zhōngguó de chángchéng!” Kata Maria, yang artinya ‘menuju tembok besar Cina!’.
“Xíng”
jawab pak sopir, yang artinya ‘OK’.
‘Wuih
keren sekali...’ batin Hayate yang terkagum-kagum dengan Maria yang tadi
menggunakan bahasa Cina dengan lancar.
Lalu
akhirnya ketiga orang tersebutpun menuju Tembok Besar Cina. Taksi berwarna
hijau dan kuning itu pun melaju selama 1 jam menuju tempat dimana salah satu
dari ‘7 keajaiban dunia’ tersebut berada.
“Xièxiè”
kata Maria sambil membayar Taksi tersebut. Pak Sopir pun mengangguk sambil
tersenyum lalu berlalu.
“Nah
sekarang sudah sore nih kalau kita bisa ke atas tepat pada waktunya mungkin
saja kita bisa melihat matahari terbenam”. Kata Hayate.
“Eh??
Benarkah?” tanya Nagi.
“hem...”
jawab Hayate sambil mengangguk-angguk.
“Sugoi...”
gumam Nagi, lagi-lagi imajinasinya kembali menggila. Ia memikirkan sedang
melihat matahari terbenam hanya berdua dengan Hayate. ‘Romantisnya...’ batin
Nagi. Ia lupa bahwa Maria juga ikut dengan mereka.
“Kalau
begitu ayo...” ajak Maria. Lalu mereka bertiga naik ke atas tembok Cina dengan
seorang pemandu wisata. Ia menceritakan beberapa sejarah Cina.
Saat
sedang berjalan menyusuri tembok besar Cina tersebut, mereka bertemu dengan
seorang anak perempuan yang sedang berlatih keseimbangan di pinggiran tembok,
umurnya mungkin sekitar 9 tahunan.
“wah
anak itu...” gumam Hayate. “dia adalah anakku.” Ujar Pak Ten, orang yang
memandu mereka.
“Dia
sedang apa?” tanya Maria. “Oh, dia sedang berlatih kungfu.” Jawab Pak Ten.
“Apa
tidak berbahaya jika berlatih seperti itu?” tanya Hayate.
“Tidak
apa-apa, dia sudah biasa kok, berlatih seperti itu...” jawab Pak Ten.
“Lěngjìng!”
seru Hayate, yang artinya ‘keren!’.
‘Ah
begitu saja sih aku juga bisa...’ pikir Nagi kesal. Lalu ia pun mencoba
melakukan hal yang sama, dia mulai dengan berdiri di pinggiran tembok Cina.
Hayate
yang melihatnya segera berseru. “Nona! Sedang apa disitu? Cepat turun...
bahaya!” serunya khawatir.
“Tenang
saja, kalau Cuma begitu saja aku juga bisa kok.” Jawab Nagi santai.
Tapi
tiba-tiba saja angin bertiup kencang dan Nagi mulai tidak seimbang. “Kyaa!!” jerit
Nagi. Untung saja Hayate dengan sigap naik ke tempat tersebut dan berhasil
menangkapnya. “te, terima kasih...” ujar Nagi dengan perasaan malu.
“Tuh
kan, makanya jangan melakukan hal yang aneh-aneh deh” omel Maria, sebenarnya
dia sangat khawatir jika sampai ada sesuatu yang terjadi pada Nagi.
“Benar
kata Maria, sebaiknya anda lebih berhati-hati nona.” Nasihat Hayate.
“be,
benar...” kata Nagi. Lalu Hayate pun menurunkan Nagi. Tapi belum sempat ia
turun angin kembali bertiup kencang bahkan lebih kencang dari pada sebelumnya,
ditambah lagi Hayate juga terpeleset dengan kerikil di tempat yang ia pijak.
Jadi sekarang dia, hm bisa ditebak, kan?.
“Huaaaah!!!”
Hayate terjatuh dari tembok besar Cina tersebut! Dia terjatuh dan mengantam
pepohonan sampai akhirnya ia terjatuh kembali hingga ke tanah.
...*brak*...
***
“Huaaaah!!!”
jerit Hayate pada tengah malam di kabin kapal. “hh... hh... hh... a,apakah itu
tadi mimpi?” tanya Hayate. “Tapi, auch, tubuhku sakit semua...” katanya lagi
saat menyentuh tubuhnya yang tiba-tiba saja terasa sakit tanpa sebab.
“Hm...
ternyata masih di atas kapal ya?” gumamnya sendiri. ‘kalau begitu sebaiknya aku
beristirahat dulu sepertinya perjalanannya masih sangat panjang’ pikirnya, lalu
ia kembali terlelap.
Setelah
melalui perjalanan yang cukup panjang akhirnya Hayate, Nagi, dan Maria pun
sampai di pelabuhan ibukota Cina pada keesokan harinya.
“Wah,
ramai juga ya...” kata Nagi.
“Tentu
saja, ini kan Tokyo nya Cina” Canda Hayate, Nagi tertawa mendengarnya.
“Nah,
kemana tujuan kita selanjutnya Nagi?” tanya Maria.
“Sebaiknya
kita pergi ke perguruan kungfu atau kuil” Ujar Nagi.
“Perguruan
Kungfu? Kuil?” Tanya Hayate dan Maria bersamaan.
“bukannya kita mau ke Tembok
Cina yang terkenal itu?” Tanya Hayate.
Nagi menatap Hayate dengan tatapan
heran, “Tembok Cina? Bukankah
kita sudah kesana?” ujarnya.
Maria juga menatapnya dengan pandangan heran.
“eh?
Benarkah?” Hayate gelagapan, karena tiba-tiba saja ia lupa dengan apa yang baru
saja ia katakan. Lagipula sebenarnya ia juga tak tahu banyak soal Negara ini.
Dan semakin ia berusaha mengingat perkataannya tadi, semakin ia melupakannya,
“Sudahlah lupakan saja…” katanya menyerah.
“Kenapa
kita tidak ke Shonen saja?” tanya Maria.
“benar,
bukannya disana banyak terdapat pendekar kungfu?” tambah Hayate. ‘tunggu, sejak
kapan aku mengetahui hal ini?’ pikir Hayate.
“Kalau
begitu kita akan ke Kuil saja” kata Nagi. “Ayo berangkat!” serunya bersemangat.
“Tunggu Nagi sebelum kita
melanjutkan perjalanan aku mau bertanya dulu. Kenapa kau memilih untuk pergi ke
kuil, dulu? Dan kuil
yang mana?” Tanya Maria.
“Yah karena itulah kita akan mencari
tahu terlebih dahulu. Lagipula aku dengar kuil-kuil di sini mengajarkan
berbagai macam kungfu, itu kan tujuan utama kita?” jawab Nagi mantap dan
bergaya selayaknya seorang pendekar kungfu tapi akibatnya ia malah kehilangan
keseimbangan, untungnya Hayate sempat menangkapnya sebelum ia terjatuh.
“terima
kasih Hayate.” Kata Nagi.
“Kapan
saja kau membutuhkanku nona, dan sebaiknya kau lebih berhati-hati disini”.
Nasihat Hayate.
“be,
benar” jawab Nagi.
Kereka
pun berjalan-jalan untuk mencari informasi dari penduduk sekitar.
Setelah
satu jam bertanya pada penduduk setempat, Maria, Hayate, dan Nagi pun
membicarakan kembali informasi yang telah mereka peroleh.
“Jadi,
kebanyakan dari penduduk yang kita tanyai menjelaskan mengenai pertandingan
kejuaraan kerajaan tahun ini. Tapi tak sedikit pula yang membicarakan kejuaraan
kungfu kerajaan tahun lalu. Siba, Bumei, Tan Tan, Sie Fan, serta Chinmi,
nama-nama inilah yang sering dibicarakan penduduk setempat.” Kata Hayate. ‘oh
ya, sedari tadi aku tidak ada masalah soal komunikasi, apa aku sudah sepandai
itukah dalam berbahasa Cina?’ batin Hayate heran.
“Terutama
Chinmi dari kuil dairin dan kungfunya yang terkenal, tapi Chinmi yang memenangkan
kejuaraan kungfu kerajaan tahun lalu juga banyak membuat kejutan tak terduga
yang cukup mengejutkan penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut.” Tambah
Maria.
“ya,
katanya ia adalah pemenang kejuaraan termuda selama ini.” Ujar Nagi. “Aku jadi
ingin tahu bagaimana kalau ia bertanding dengan Hayate.” Katanya lagi sambil
melirik ke arah Hayate.
“Jangan
begitu dong...” kata Hayate merendahkan diri.
“Sepertinya orang yang bernama Chinmi itu sangat hebat, aku jadi ingin
bertemu dengannya” kata Hayate.
Nagi
yang mendengar itu pun berkata “Kalau begitu tujuan kita adalah kuil dairin!”
seru Nagi.
“Kuil
Dairin? Kau yakin nona? Aku juga sempat bertanya dan kata orang-orang jaraknya
sangat jauh butuh 2 sampai 3 hari untuk sampai kesana dengan berjalan kaki.”
Ujar Hayate yang bertugas membawa satu tas besar milik Nagi dan Maria, serta
satu tas kecil miliknya.
“Lalu?
Liburan musim panas ‘kan masih lama” sanggah Nagi.
“benar
juga sih...” kata Hayate mengalah.
...*kryuuuuk*...
terdengar suara dari perut Hayate, tentu saja karena hanya ia sendiri yang
belum sempat makan sebelum mereka berangkat dari pelabuhan Jepang.
“Wah,
sepertinya kau sudah lapar Hayate...” Ujar Nagi.
“Eh,
i, iya” jawab Hayate dengan muka memerah karena malu.
“Oh,
iya ini kan sudah siang, sebaiknya kita beristirahat dulu di warung mie itu.”
Ajak Maria.
Mereka
bertiga pun akhirnya memutuskan untuk makan di warung tersebut. Warung yang
sama dengan tempat Chinmi, Sie Fan dan Tan Tan yang sedang asyik menyantap kue
apel pesanan mereka.
***
Belum
selesai Chinmi dan Sie Fan menyantap kue apel mereka, para preman memasuki
warung tersebut.
“Hei,
siapkan tempat untuk 20 orang, cepat!!!” teriak salah seorang dari mereka.
Dengan
perasaan takut karena memang kejadian ini belum pernah terjadi di tempat ini,
para penduduk pun mulai berhamburan keluar. Karena memang warung tersebut cukup
sempit, dan mungkin hanya bisa berisi 25 pengunjung.
Dari
sekian banyak orang tersebut, Hayate, Nagi, dan Maria yang belum sempat
mendapatkan pesanan mereka juga ikut diusir.
Setelah
para pengunjung keluar para preman tersebut mulai memesan makanan, merayu para
pelayan dan mabuk-mabukkan. Sementara itu di meja yang paling ujung masih ada 3
orang tamu yang belum juga keluar, mereka adalah Chinmi, Sie Fan dan Tan Tan.
“Keluar
kalian!” Hardik preman itu lagi kepada mereka bertiga.
“Lho
kenapa? Bukankah tempat kalian sudah cukup untuk ditempati?” Jawab Tan Tan
dengan santainya.
“APA
KAU BILANG!!!” seru orang itu sambil menarik baju Tan Tan.
“Hei
Chinmi, Sie Fan, apa kalian sudah selesai? Sepertinya ada tugas pengajaran
‘khusus’ untuk orang-orang ini” kata Tan Tan dengan
santainya.
“Kurang
Ajar!”geram orang itu sambil melancarkan pukulan ke arah kepala Tan Tan, tapi
Tan Tan menangkisnya dengan kakinya dengan sangat mudah. Hal ini membuat preman
itu gusar, dan beberapa teman preman itu pun mulai mengerumuni mereka bertiga.
“Yup,
kami sudah selesai Tan Tan” kata Chinmi seraya berdiri dari tempat duduknya
bersamaan dengan Sie Fan.
“Wah
apa yang sudah kau lakukan Tan Tan? Kita belum bayar lho... dan kita jadi tak
bisa keluar nih” ujar Chinmi ber basa-basi.
“Hehehe,
maaf Chinmi, Sie Fan, tapi kita jadi bisa gerak badan sedikit kan?
Hitung-hitung balas budi atas makanan yang lezat tadi” kata Tan Tan.
“Ya sudah, apa kau siap Sie Fan?” tanya Chinmi.
“aku siap kapan saja” jawab Sie
Fan sambil berdiri.
“Sampai
sini percakapan kalian... kalian akan tamat” kata preman itu.
“Oh,
begitu ya? Kalau begitu ayo coba serang kami” Tantang Chinmi, lalu berdiri
tanpa pertahanan seolah menantang para preman tersebut.
“Mati
kalian!” seru orang itu, para preman tersebut pun menyerbu Chinmi, Sie Fan dan
Tan Tan secara bersamaan, tapi tentu saja mereka dapat mengelak dengan mudah.
Mereka
pun mulai bertarung, tapi dengan mudahnya mereka dikalahkan, akhirnya mereka
memutuskan untuk kabur, akan tetapi mereka tertangkap oleh tongkat Sie Fan dan
kungfu satu jari Chinmi, sementara Tan Tan sedang asik menggoda para preman itu
dengan menyengkat kaki mereka sehingga mereka terjatuh berulang-ulang kali.
Tapi
ada tiga dari mereka yang berhasil lolos keluar dari warung makan, mereka
bermaksud untuk menyandera salah seorang penduduk agar mereka dibiarkan kabur,
dan yang mereka sandera adalah Nagi!.
“Hayate!”
jerit Nagi.
“Nona!”
seru Hayate yang segera mengejar kedua orang tersebut dan meninggalkan Maria
dalam kerumunan.
Chinmi
yang sempat melihat itu juga segera keluar dari warung dan mengejar mereka.
“Hei
Chinmi kau mau kemana?” seru Tan Tan, tapi Chinmi tidak menjawab mungkin karena
tidak terdengar sampai luar warung. Sie Fan dan Tan Tan tidak mengikuti Chinmi
karena mereka sendiri pun sedang sibuk bertarung dengan beberapa orang preman
yang masih belum menyerah juga.
***
Dangan
susah payah Hayate mengejar ketiga orang tersebut dan tak jauh dibelakangnya
Chinmi juga sudah mulai mendekati mereka.
‘Berani-beraninya
mereka menangkap nona Nagi...’ batin Hayate geram. “bertahanlah nona” gumam
Hayate.
Pada
akhirnya mereka sampai di suatu bukit yang cukup sepi. Sadar akan kehadiran
Hayate yang mengikuti mereka, para preman itu pun akhirnya memilih untuk
melawan Hayate.
“kembalikan
nona Nagi!” seru Hayate dalam bahasa Cina.
“hehehe
mengembalikannya? Untuk
apa? Gadis muda secantik dia pasti laku di pasar gelap”. Kata salah satu preman
tersebut sambil mencoba mulai mengikat kedua tangan Nagi dengan tali, menutup
mulutnya dengan lakban, dan menutup matanya dengan kain
“Lepaskan
aku...” berontak Nagi, akan tetapi ia tak cukup kuat untuk melepaskan diri dari
orang yang menahan kedua tangannya.
“Kurang
ajar, lepaskan dia!” seru Hayate sampil berlari ke arah mereka untuk
menyelamatkan Nagi, tapi tentu saja tak akan semudah itu karena kedua orang itu
juga bisa menggunakan kungfu dengan cukup baik.
“Tak
semudah itu. Untuk melawan kami, butuh waktu sepuluh tahun lagi untukmu jika
melawan kami berdua, benar ‘kan Shoen?” ujar salah satu preman tersebut.
“Tepatnya
seabad lagi, Shao” tambah preman yang bernama Shoen itu. Kata-kata mereka
berdua membuat Hayate geram.
Dua
lawan satu, keadaan yang kurang menguntungkan bagi Hayate, bahkan ia sudah kena
serangan mereka sedikit. Untung Chinmi datang tepat pada waktunya.
“Kalau
aku bergabung berarti kita seimbang ‘kan?” ujar Chinmi.
“Siapa
kamu?” tanya Hayate kepada Chinmi yang tiba-tiba saja bergabung dan membantunya
melawan Kungfu pedang naga langit milik Shoen dan Shao itu.
“Jangan
takut, aku dipihakmu” jawab Chinmi. Lalu ia membuat kuda-kuda.
“i,
itu kan kungfu kuil dairin?” Kata orang yang bertugas menahan Nagi agar tidak
kabur, memang diantara mereka bertiga dialah yang paling penakut.
‘kuil
dairin?’ batin Hayate.
“Cih,
mau kungfu apapun itu dia tetap saja adalah bocah, tak mungkin aku kalah
darinya” Kata Shoen sombong. Chinmi ingin memanfaatkan sifat sombong Shoen itu
untuk melawannya. Jadi dia membuka kuda-kudannya.
“Ah, masa sih? Kamu bisa malu lho kalau kamu
kalah nanti...” ejek Chinmi sengaja untuk memancing kemarahannya.
“Hei,
Shao kau urus saja tikus kecil itu. Yang satu ini biar aku yang urus”. Perintah
Shoen.
“Hei,
mau apa kau?” bisik Hayate kepada Chinmi.
“Tenang
saja, kita sudah memegang kendali” bisik Chinmi.
Shoen
segera menyerang Chinmi dengan Kungfu Pedang Naga Langit miliknya, tapi Chinmi
selalu berhasil menghindar, tentu saja hal ini membuat Shoen semakin gusar.
‘ce,
cepat sekali...’ pikir Hayate saat melihat gerakan Chinmi yang lincah.
“Jangan
lupakan aku!” seru Shao sambil menyerang Hayate, tapi Hayate berhasil
menghindar.
“Hehehe,
jangan salah paham. Tadi aku hampir kalah karena aku sedang lelah, tapi
sekarang aku bersemangat” Ujar Hayate, pandangannya seketika berubah menjadi
tajam, dan menekan batin Shao.
Tapi
yang lebih membuat Shao terkejut, gerakan Hayate jauh lebih cepat dari yang
tadi, tak kalah cepat dengan gerakan Chinmi.
Singkat
cerita dalam sekejap Shoen dan Shao dikalah oleh Kungfu satu jari milik Chinmi
dan Karate dari Hayate. Melihat kedua temannya sudah kalah telak, maka orang
yang menahan tangan Nagi pun menyerah dan kabur. Sebenarnya Hayate berniat
mengejarnya akan tetapi keadaan Nagi lebih penting baginya.
“Arigatou...
em maksudku terima kasih” ujar Hayate.
“Iya,
sama-sama. Oh ya, jurus-jurusmu boleh juga. Siapa namamu?”. Tanya Chinmi.
“Namaku
Hayate Ayasaki. Terima kasih kau sudah membantuku tadi” ujar Hayate sambil
memberi salam dengan cara menunduk. Chinmi yang melihatnya agak kebingungan
tapi akhirnya ia ikut menunduk.
“Kau
tadi hebat sekali! apa kau juga belajar karate?” tanya Hayate.
“Karate? Jadi itu ya nama jurusnya... Hm, nama
yang cukup aneh. Oh, ya tadi itu bukan Karate tetapi Kungfu kuil dairin” terang
Chinmi. “Tapi kamu
juga hebat
kok!” kata Chinmi kagum dengan gerakan-gerakan Hayate tadi.
“Ah,
nggak juga kok” kata Hayate malu.
“Oh
ya, kau menggunakan kungfu kuil dairin ‘kan?. Berarti kau juga pernah belajar
di kuil dairin ya?” Kata Hayate.
“em...
begitulah.” Ujar Chinmi.
“Sughoi...”
gumam Hayate.
Chinmi
yang tidak tahu artinya hanya terbengong mendengarnya. Tiba-tiba saja ia
teringat dengan Sie Fan dan Tan Tan yang tadi ia tinggal di warung. ‘aduh
mereka pasti marah’ pikir Chinmi.
“ah
maaf, aku harus segera kembali ke teman-temanku sekarang” kata Chinmi. Tepat
saat itu juga, dari kejauhan terdengar seruan Maria memanggil nama Nagi dan
Hayate.
“Lagipula
sudah saatnya kau melepaskan kain dan lakban itu darinya, bukan? Kalau begitu
selamat tinggal!” kata Chinmi sambil menunjuk ke kepala Nagi yang mulai
mengeluh. Lalu ia pun meninggalkan
Hayate yang masih terpaku menatapnya berlari menjauh.
***
“Hayate!
Nagi!” Seru Maria dari kejauhan, dari wajahnya terlihat jelas bahwa ia sangat
khawatir.
“Maria!”
Seru Nagi setelah Hayate melepaskan ikatan tali dari tangannya, lakban dari
mulutnya, dan kain yang sedari tadi menutupi pengelihatanya.
“Syukurlah
kalian berdua tak apa” ujar Maria sambil memeluk Nagi erat.
“Tenang
saja Maria, ada Hayate yang menjagaku” kata Nagi.
“Tidak
juga, tadi juga ada seorang pendekar kungfu yang membantu kami” jawab Hayate
dengan jujur.
“Pendekar?”
tanya Nagi yang tak melihat kronologis kejadiannya karena panik, dan tentu saja
karena matanya di tutupi dengan kain.
“Ya,
pendekar dari kuil dairin” jawab Hayate singkat.
“Tempat
yang akan kita datangi itu?” kata Maria tak percaya.
“Iya,
namanya... em...” jawab Hayate mencoba mengingat-ingat. “Ya ampun aku tadi lupa menanyai namanya” ujar
Hayate sambil menepuk jidatnya.
“Sudahlah,
jika benar dia dari kuil dairin, kita akan mengetahui namanya disana tak
mungkin orang-orang disana tidak kenal kan?” Jawab Nagi yang sebenarnya agak
kesal, karena Hayate tadi bertemu dengan orang itu sehingga ia harus sempat
merasa sesak karena kepalanya ditutupi karung.
“Dan
bisa saja kita akan bertemu dengannya lagi disana” lanjut Maria.
“Benar
juga...” gumam Hayate. “Eh, dimana tas kita?” tanya Hayate panik.
“Tadi
masih tertinggal di warung saat kita keluar” jawab Maria sambil
mengingat-ingat.
“Kalau
begitu sebaiknya kita segera kembali ke sana!” seru Hayate sambil berlari kembali
ke arah ibukota.
***
“Tan
Tan! Sie Fan!” seru Chinmi sambil melambai-lambaikan tangan kearah kedua
temannya yang terlihat celingukan mencarinya.
“Dari
mana saja kau?” ujar Tan Tan sambil berkacak pinggang.
“maaf,
maaf.. tadi ada anak kecil yang disandera preman yang kabur. Jadi aku segera
pergi untuk menyelamatkannya. Hehehe...” Jawab Chinmi.
“hebat
juga kamu bisa menyadari hal itu...” kata Sie Fan kagum.
“Ah,
bukan apa-apa kok. Lagi pula tadi aku juga bertemu seseorang yang menarik lho!”
kata Chinmi.
“Menarik
bagaimana?” tanya Tan Tan penasaran.
“Sebaiknya
aku ceritakan sambil jalan, sekarang sudah sore, bukankah tadi kita ada janji
sore ini di rumah Jendral Ourin?” kata Chinmi.
“Kalau
begitu ayo berangkat...” seru Tan Tan.
Sie
Fan dan Chinmi pun segera menyusul Tan Tan.
***
“Wah,
barang-barang kita ternyata masih ada!” ujar Maria gembira.
“Nah,
kalau begitu ayo kita melanjutkan perjalanan kita” kata Hayate sambil kembali
membawa tas itu.
“Sebaiknya
kita menggunakan kereta kuda” saran Maria.
“Tapi
aku mau kita sampai disana dengan jalan kaki” tolak Nagi.
“Tapi
nanti kau akan kelelahan kalau terus berjalan selama 2 hari Nagi...” kata
Maria.
“Tidak
kok aku bisa!” bantah Nagi.
“Ya
sudah, begini saja bagaimana kalau kita naik kereta kuda, tapi kita turun di
kota terdekat dengan kuil dairin, jadi kita berjalannya tidak terlalu jauh,
bagaimana?” usul Hayate.
“setuju”
tanggap Nagi, sedangkan Maria hanya mengangguk mengiyakan.
“Kalau
begitu ayo sekarang kita cari kereta kuda untuk di sewa” Kata Maria. Mereka pun
melihat kesana kemari untuk mencari kereta kuda yang bisa mereka sewa. Akhirnya
mereka pun menyewa sebuah kereta kuda yang dikemudikan oleh seorang kakek tua
bernama Yuin.
“baiklah”
jawab Nagi, sebenarnya ia juga sudah lelah karena kejadian tadi. Maklum saja
biasanya kan dia hanya berada di dalam mansionnya yang nyaman.
Jadi
mereka pun segera melanjutkan perjalanan panjang mereka dengan menggunakan
kereta kuda tersebut.
***
Chinmi
menceritakan pengalamannya tadi saat bertemu dengan Hayate kepada Sie Fan, dan
Tan Tan selama perjalanan mereka kembali ke rumah Jendral Ourin.
“Hayate?
nama yang aneh...” komentar Tan Tan.
“Aku
juga berpikiran begitu” kata Chinmi.
“Mungkin
dia dari daerah lain?” tanya Sie Fan.
“Mungkin
saja, soalnya pakaian mereka juga tak biasa, aneh kalau menurutku. Dilihat dari
sikap mereka juga sudah terlihat jelas kalau mereka juga belum lama di
Ibukota.” Ujar Chinmi.
“ya,
jika benar mereka dari daerah atau kerajaan lain maka hal itu masuk akal” ujar
Tan Tan. Chinmi dan Sie Fan mengangguk setuju.
Setelah
lama membicarakan tetang kejadian di warung tadi, akhirnya mereka sampai di
rumah Jendral Ourin dan disambut oleh Renka dan Goku yang tak sabar mendengar
cerita mereka di istana kerajaan, mereka bertiga pun bercerita kepada mereka
berdua mengenai kejadian seharian ini.
Awalnya
Chinmi, Sie Fan, dan Tan Tan berniat untuk segera kembali ke daerah
masing-masing begitu mereka sudah melapor kepada kaisar. Akan tetapi Jendral Ourin
menyarankan agar mereka menginap dulu dirumahnya malam ini dan jika ingin
kembali sebaiknya keesokan harinya saja.
Selesai
makan malam, Bu Keihai menunjukkan kamar tempat Chinmi, Sie Fan, dan Tan Tan
bermalam malam ini. Mereka bertiga tidur didalam satu kamar tempat Chinmi dulu
menginap saat kejuaraan bela diri. Karena perutnya sudah kenyang Tan Tan
memilih untuk segera tidur, begitu pula dengan Sie Fan. Semenara itu, Chinmi
masih berada di jendela dan memandangi bintang-bintang yang bersinar terang
malam itu, bersama dengan Goku.
“Hei,
Goku. Bagaimana kalau besok kita mengunjungi kakak dan Kak Eikan, sebelum
kembali ke kuil dairin?” tanya Chinmi setengah berbisik kebada Goku.
“Nguik!!...”
Goku berseru, ia menyukai ide Chinmi.
“Shttt.....
Aku tahu kau bersemangat tetapi jangan berisik, nanti mereka bisa bangun” kata
Chinmi. Goku hanya mengangguk-angguk.
“Tidak
terasa ya... kita sudah 3 bulan di angkatan laut, bagaimana kabar di kuil ya?”
gumam Chinmi. Kini ia terbawa dengan suasana malam yang tenang.
***
Kini
Nagi, dan Maria sudah terlelap di dalam kereta kuda karena kelelahan. Sementara
itu Hayate masih terjaga dan memandang langit senja yang indah. Ia juga sempat
mengobrol dengan Kakek Yuin.
“Hei
nak, sepertinya kalian bukan dari Cina ya?” kata Kakek Yuin memulai pembicaraan
mereka.
“memang
benar kami sebenarnya berasal dari negara lain.” Jawab Hayate.
“Kalau
begitu, cukup jauh juga, ya.” komentar Kakek Yuin.
“Tapi,
kakek tahu darimana kalau kami bukan berasal dari sini?” Tanya Hayate.
“Hehehe,
sebenar nya tadi saya sempat mendengar pembicaraan kalian, selama ini saya
pernah mendengar logat ataupun bahasa seperti itu biasanya hanya dari para
pedagang di Ibukota, tapi tentu saja saya tak mengerti artinya.” Terang Kakek
Yuin. “Oh ya, kalian ada urusan apa kemari?” Tanyanya.
“Sebenarnya
kami sedang ada liburan sekolah yang cukup lama. Dan nona Nagi, majikanku
sedang tertarik dengan Cina, terutama
karena adanya kungfu disini”. Kata Hayate.
“Kalau
kalian tertarik dengan kungfu, sebaiknya kalian pergi ke kuil dairin...” Tawar
Kakek Yuin.
“sebenarnya
kami juga mau menuju kesana.” Ujar Hayate.
“Wah
benarkah? Saya kenal seorang pendekar kuil dairin yang cukup berbakat, lho!”
Ujar Kakek Yuin.
“Benarkah?”
kata Hayate.
“Ya,
apa kau tahu anak yang bernama Chinmi?” tanya Kakek Yuin.
“Chinmi?
Chinmi yang memenangkan kejuaraan kungfu kerajaan itu?” pekik Hayate tak
percaya.
“Ya,
dulu dia tinggal bersama kakaknya, Mei Lin di desa yang sama dengan tempat
tinggal anakku sekarang”. Ujar Kakek Yuin.
“wuaaah
benarkah itu?” kata Hayate.
“Ya,
sebelum pergi berguru di Kuil dairin dia pernah menolong cucu-cucuku saat ada
penjahat yang menyandera mereka. Hebat sekali, padahal waktu itu dia masih
anak-anak.” Cerita Kakek Yuin.
“hebat...”
gumam Hayate.
“desa
itu sudah dekat tak lama lagi kita tiba disana kita akan berhenti di desa itu
untuk beristirahat maklumlah saya sudah tua, dan juga sebenarnya saya mau mengunjungi cucu-cucuku
sebentar, hehehe”. Kata Kakek Yuin.
“Kurasa nona tidak akan keberatan...” ujar
Hayate perlahan sambil memperhatikan wajah Nagi sebentar.
“Kurasa,
malam ini bintang-bintang akan bersinar terang bukan?” gumam Kakek Yuin.
“Ya,
sepertinya begitu...” jawab Hayate.
Jadi
sepanjang sisa perjalanan itu, Hayate selalu memandang keadaan sekitar dengan
takjub, tentu saja itu karena ia tak pernah jalan-jalan keluar negeri
sebelumnya. Mirip seperti saat Chinmi pertama kali sampai di Ibukota. Kini
Hayate tengah berkhayal bertemu dengan Chinmi.
***
“Wah,
sudah pagi nih... Saatnya pulang!” seru Tan Tan bersemangat.
“kau
bersemangat sekali Tan Tan” ujar Jendral Ourin yang sudah berada di depan pintu
kamar mereka.
“Tentu
saja, aku sudah ingin menceritakan semuanya kepada kakek aku ingin tahu
bagaimana tampangnya nanti saat aku menunjukkan mendali ini”. Jawab Tan Tan.
“Tapi,
dibandingkan denganmu, sepertinya Chinmi yang paling besemangat. Lihat saja,
dia sudah dari tadi berlatih di halaman depan dengan Goku.” Kata Jendral Ourin
lagi.
“Ya
memang seperti itulah Chinmi dari dulu... selalu bersemangat” kata Sie Fan.
Sie
Fan dan Tan Tan berniat untuk berlatih bersama Chinmi, akan tetapi mereka sudah
dipanggil oleh Bu Keihai untuk sarapan.
Selesai
menyantap sarapannya Chinmi berkomentar, “Wah, seperti biasa, masakan Bu Keihai
sangat lezat”.
“Aku
setuju!” kata Tan Tan.
“Saya
juga” kata Sie Fan.
“Wah,
senangnya” seru Bu Keihai nampak senang.
“Oh
ya, ngomong-ngomong aku tak melihat Renka dimanapun... apa dia sedang pergi?”
tanya Chinmi.
Bu
Keihai tersenyum, sementara itu Jenderal Ourin menjawab, “iya, dia sedang pergi
ke kota sebelah...” jawabnya singkat.
“Begitukah?”
sahut Chinmi dengan agak kecewa.
“Oh,
ya Chinmi. Kapan kalian berencana untuk berangkat?” tanya Jendral Ourin.
“Em...
sebenarnya kami berencana setelah sarapan, kami akan berangkat.” Kata Chinmi
berterus terang.
“Lho,
kenapa tidak nanti siang saja?” saran Jendral Ourin.
Namun
Bu Keihai segera menyela perkataan suaminya, “sebaiknya biarkan saja mereka
pergi. Aku yakin mereka pasti sudah rindu dengan daerah mereka dan teman-teman
mereka disana” katanya.
“Berarti
kalian akan berangkat sekarang ya?” Tanya Jendral Ourin memastikan.
“ya
begitulah...” jawab Sie Fan.
Jendral
Ourin tersenyum simpul, “Baiklah, kurasa tak ada alasan lagi bagiku untuk
menahan kalian lebih lama...” katanya.
Chinmi,
Sie Fan dan Tan Tan pun segera pamit kepada Jendral Ourin dan Istrinya, lalu
mereka segera menuju ke perbatasan ibukota.
Sebelum
Chinmi berangkat, ia sempat menitipkan pesan untuk Renka, pesan itu berbunyi:
Renka,aku, Sie Fan,
Tan Tan, dan Goku telah berkunjung kerumah mu sebelum kami melapor kepada
kaisar, tapi kau sedang tak berada dirumah bukan? Ya... tapi tak mengapa, aku
yakin kita akan bertemu lagi suatu saat... Aku tak sabar menunggu peremuan kita
selanjutnya... Sampai Jumpa!
Tertanda...
Chinmi
& Goku
***
Saat
ini sudah pagi. Setelah melakukan perjalanan yang cukup lama, Kereta kuda yang
dinaiki Hayate, Nagi, dan Maria berhenti di sebuah desa. Disana kuda dan
pengemudi kereta kudanya yang sudah cukup tua beristirahat sebentar.
“Nah sekarang kita sudah sampai...” kata Kakek
Yuin. Hayate pun kemudian membangunkan Maria dan Nagi.
“Lho,
kenapa kita berhenti?” tanya Nagi yang masih setengah sadar karena baru bangun.
“Sebaiknya
kita beristirahat dulu di desa ini, lagi pula tadi berdasarkan informasi dari
Kakek Yuin, tempat tinggal orang yang bernama Chinmi itu ada di sini.” Terang
Hayate.
“Huaaah!
Benarkah?” tanya Nagi tak percaya.
“apa
kau mau kesana dulu, Nagi?” tanya Maria.
“Ayoo!”
seru Nagi bersemangat, ia pun segera turun dari kereta kuda tersebut.
“Ta,
tapi nona...!” seru Hayate, tapi Nagi tak menghiraukannya. “aku ‘kan belum tahu dimana tempat itu
berada...” lanjutnya
Maria
juga segera turun, ia tidak menemukan sosok Kakek Yuin dimanapun. “Lho dimana
kakek Yuin?” tanyanya kepada Hayate.
“Oh,
tadi dia sudah pergi duluan sebelum aku membangunkan kalian, ia ingin segera
bertemu dengan cucunya katanya, lagi pula tempat yang tadi kuceritakan itu
tidak jauh dari sini.” Jawab Hayate. Maria termangut-mangut mendengarnya.
Nagi,
Hayate, dan Maria pun turun untuk berkeliling kota, sementara barang-barang
mereka ditinggal di dalam kereta kecuali sebuah tas kecil yang berisikan uang
mereka.
“Nah,
jadi sekarang kita mau kemana?” tanya Maria.
“Bagaimana
kalau berkeliling dulu?” ajak Hayate.
“Tidak
ah, aku mau segera ketempat yang kau bilang tadi, Hayate. Ayo”. Seru Nagi.
“Tapi
nona, seperti yang tadi ku bilang aku belum tahu dimana tempat itu sebenarnya.”
Ujar Hayate.
Nagi
pun berhenti melangkah, lalu berbalik menghadap ke arah Hayate. “Haaaah? Kenapa
kau tak bilang dari tadi?” keluhnya.
“maaf...”
gumam Hayate.
“Sudah,
sudah, kita kan bisa bertanya kepada orang-orang di sekitar sini ini kan masih
pagi, lagi pula kita masih punya banyak waktu” ujar Maria.
Tapi
entah karena nasib sial yang terkutuk di kalung yang dikenakan Hayate atau karena memang
bukan hari keberuntungan mereka. Lagi-lagi masalah kembali terjadi. Belum lama
mereka berkeliling desa tersebut tiba-tiba saja ada sebuah kereta kuda yang
melaju kencang melewati mereka, diteruskan oleh suara teriakan seorang kakek
tua yang tak lain adalah Kakek Yuin, pengemudi kereta kuda yang tadi mengantar
mereka ke desa itu.
“PENCURI!!!
PENCURI!!! ORANG ITU MENCURI KERETA
KUDAKU!” seru kakek itu sekuat tenaga. Mendengar suara yang ia kenal Hayate dan
Nagi segera keluar restoran, lalu diikuti oleh Maria yang baru saja selesai
membayar makanan mereka.
Hayate
berniat untuk mengejar kereta itu namun kereta kuda itu terlalu cepat untuk
dikejar dan sudah terlanjur jauh jaraknya. Jadi ia segera menghampiri kakek itu
yang saat ini terduduk karena kelelahan saat berusaha mengejar kereta kudanya.
“Kakek
Yuin, anda tak apa?” tanya Nagi.
Sambil
membersihkan bajunya dari tanah saat ia terjatuh tadi ia berkata, “aku tidak
apa-apa, tapi barang-barang kalian...” ujar kakek itu.
“Sudahlah,
tak usah pikirkan itu. Yang penting kakek selamat” kata Maria sambil membantu
kakek itu berdiri.
“Rumah
Kakek dimana? Masih jauh kah?” tanya Hayate.
“Tidak
apa-apa aku bisa ke rumah anakku nanti, saya minta maaf ya soal barang-barang
kalian”. Jawab kakek Yuin.
“Syukurlah,
kakek tidak apa-apa itu lebih penting bagi kami...” ujar Maria.
“Tapi,
sekarang bagaimana cara kalian menuju kota tujuan kalian? Aku tahu saat ini
kuda-kuda sedang berada di padang rumput, akan memakan waktu yang cukup lama
jika menunggu mereka kembali.” Kata Kakek Yuin.
“Hm...
kami masih kuat kok berjalan kaki. Kira-kira jaraknya masih berapa lagi kek?”
Tanya Nagi.
“Pokoknya
kalau kalian berjalan kaki, kira-kira kalian akan sampai pada sore hari. Tapi
kalau kalian kembali lagi ke Ibukota kalian baru akan sampai saat malam hari”
Terang kakek Yuin.
Nagi
menelan ludah ‘ma, masih sejauh itu kah?’ pikirnya.
“Bagaimana
Nagi, apa kau masih mau meneruskan perjalanan?” tanya Hayate.
“tentu
saja!” seru Nagi mantap.
“Kalau
begitu, bagaimana kalau kalian sarapan dulu dirumah anakku. Kalian harus
sarapan dulu sebelum meneruskan perjalanan kalian bukan?” ujar Kakek Yuin.
“Terima
kasih atas tawarannya tapi tidak usah, kami akan sarapan nanti saja. Kami kuat
kok”. Kata Nagi.
“Begitu
ya?” kata Kakek Yuin lagi. “kalau begitu bagaimana kalu ku beritahukan saja
letak rumah makan Eikan dan Mei Lin yang
pernah kuceritakan itu.” Tanya Kakek Yuin. “Kalian mau kesana ‘kan?”
Nagi,
Maria, dan Hayate saling bertatapan lalu mengangguk mengiyakan. “Kalau
begitu... Karena kalian sekarang ada disini maka tempat itu ada di sisi lain
desa ini tapi tidak terlalu jauh kok, desa ini cukup kecil.” katanya lagi.
“Terima
kasih atas informasinya, kami pergi dulu
kek!” pamit Nagi lalu segera berlalu. Maria dan Hayate menatap Nagi yang sangat
bersemangat dengan tatapan heran. Namun sedetik kemudian mereka tertawa.
“Kami
berangkat kek!” Ujar Maria lalu menundukkan kepala bersamaan dengan Hayate
untuk memberikan salam. Lalu segera menyusul Nagi.
“sungguh
anak-anak yang bersemangat” gumam kakek itu sambil tersenyum melihat kepergian
ketiga penumpangnya itu. Ia pun segera pergi kerumah anaknya.
***
Setelah
lama berjalan, akhirnya Sie Fan, Chinmi, dan Tan Tan harus berpisah, karena
Chinmi mengambil arah yang berbeda karena ingin mengunjungi kakaknya terlebih
dahulu.
“Nah,
akhirnya... tiba juga saat untuk kita berpisah” kata Chinmi.
“Aaah,
tak usah mendramatisir begitu Chinmi. Aku yakin kita pasti akan cepat bertemu
kembali.” Kata Tan Tan.
“benar
kata Tan Tan.” Lanjut Sie Fan.
“Yah,
mungkin kapan-kapan aku akan berkunjung. Saat itu terjadi, kau jangan terlalu
sibuk ya pak guru...” kata Tan Tan.
“Tentu
saja. Aku akan menunggumu Tan Tan, dan Sie Fan kapan-kapan kau berkunjung lagi
dong ke kuil dairin...” ujar Chinmi.
“Ya,
kapan-kapan aku berkunjung lagi kesana. Tapi kau sendiri kapan akan berkunjung
ke tempat ku?” tanya Sie Fan.
“Yah,
kapan-kapan hehehe” jawab Chinmi. “Ya sudah aku berangkat ya! aku titip salam
untuk Guru Shosu dan kakek mu Tan Tan!” Seru Chinmi saat mereka berpisah.
***
Setelah
cukup lama berjalan karena berputar-putar tak tahu arah, Nagi, Maria dan Hayate
memutuskan untuk beristirahat dulu untuk mencari sarapan. Akan tetapi entah
mengapa mereka malah tersesat menuju sebuah padang rumput.
“Nagi,
apa kau yakin mau melanjutkan mencari tempat itu tanpa bertanya seperti ini?”
tanya Hayate yang mulai kebingungan mencari arah.
“Saat
ini, aku lebih memilih mencari rumah makan. aku lapar”. Ucap Nagi, ...*kryuuuuuk*...
tepat pada saat itu perutnya berbunyi, mukanya pun memerah menahan malu.
“Kalau
begitu sekarang kita cari makanan dulu.” Kata Hayate.
“Oh
Baiklah... tapi aku ingin beristirahat dulu disini, kakiku lelah.” Kata Nagi. Tanpa
mereka sadari mereka telah di mata-matai oleh 6 orang. Dua dari keenam orang
itu adalah Shoen dan Shao.
“Ah
ternyata kalian berdua memang benar, gadis kecil itu memang cantik, tepat
seperti selera kakak... Dan juga ada seorang lagi.” kata salah seorang dari
mereka yang memiliki badan paling kekar.
“Hehehe
tentu saja kami tahu kalau kakak, pasti akan
menyukainnya.” Jawab Shoen.
“Tapi
fakta bahwa kalian bisa kalah dari bocah itu sangat memalukan. hahaha”. Kata seorang yang berbadan lebih kecil
jika dibandingkan dengan Shoen dan Shao.
“i,
itu...” Shao hanya tergagap malu.
“Ya
sudah, kita segera tangkap saja kedua gadis itu...” ujar orang yang tubuhnya
paling besar.
“So
Han, Zingai, Shao, dan Shoen, kalian saja yang mengurus mereka!”. Kata yang
lainnya.
“Shao,
kau pimpin mereka!” perintah yang badannya paling besar.
“Siap,
kak!” jawab orang yang diberi tanggung jawab.
“Cih,
kenapa tidak aku saja yang memimpin...” keluh orang yang berbadan kecil.
“Karena kau tampak seperti seorang bocah, dasar bocah.” Jawab So Han.
“APA
KATAMU?! KAU MAU MELAWANKU SEKARANG?!” seru orang itu, akan tetapi, Maria,
Hayate, dan Nagi tidak mendengar suara mereka karena masih terpaku melepas
lelah sambil ditemani indahnya pemandangan padang rumput tersebut dan juga
hembusan angin sepoi-sepoi.
“tidak,
tidak, nanti saja kalau tugas dari kakak sudah selesai. Aku tak mau membuat
kakak marah... kenapa sih kau ini, marah-marah terus, Zingai...” jawab So Han
santai.
“Huh,
kuharap kau sudah siap kukalahkan nanti...” ujar Zingai sambil mengeluarkan
benang-benangnya sementara So Han mengeluarkan pedang kembarnya.
Sementara
itu di pihak Hayate, Nagi, dan Maria...
“Ah
rasanya aku sudah cukup beristirahat, ayo kita lanjutkan perjalan kita!” seru
Nagi sembari berdiri dari duduknya.
“Benarkah?”
tanya Hayate yang masih agak kelelahan karena dia yang tadi sempat menggendong
Nagi pada saat mereka berputar-putar tak tentu arah.
“Yup,
aku sangat yakin dengan keadaan ku sekarang!” ujar Nagi bersemangat.
“Ya,
ya, asal nanti kau tak sampai harus digendong Hayate lagi...” ujar Maria, ia
sengaja menyindir Nagi tanpa melihat ke arahnya sama sekali.
“I,
iya kok, aku tak akan seperti itu lagi...” ujar Nagi dengan perasaan menahan
malu, sementara itu Hayate hanya tersenyum dan berkata, “tenang saja, bahkan
jika kau memintaku untuk menggendongmu sambil keliling dunia pun tetap akan
kulakukan...”. Akan tetapi setelah berkata demikian ... *kryuuuuuk*... perutnya
berbunyi, mukanya pun memerah karena malu.
“hihihi...”
Maria terkikik pelan. “Baiklah, baiklah... ayo kita cari makan dulu...”
ujarnya.
“Ide
yang bagus!” sorak Nagi. “Ayo!!!”.
Mereka
bertiga pun hendak pergi kembali ke arah desa, ketika tiba-tiba saja mereka
dihadang oleh Shoen, Shao, Zingai, dan So Han.
Hayate
tampak terkejut sekaligus kesal, “Ka, kalian...” gumam Hayate agak tergagap. “nona
Nagi, Maria, cepat menjauh dari sini!” perintah Hayate, yang tentu saja
mengejutkan Maria dan Nagi.
“ada
apa Hayate?” tanya Maria heran.
Tanpa
menananyakan keadaan, Nagi menarik tangan Maria dan berlari ke arah hutan.
“Maria, kau percaya pada Hayate bukan? Jadi kalau ia bilang kita harus lari,
maka itulah yang harus kita lakukan...” ujar Nagi.
“Hei
Shao, Shoen, kalau kalian masih ingin berguna bagi kakak, tangkaplah mereka!”
perintah So Han.
“Baik...”
jawab Shao dan Shoen dengan kompak.
“tak
akan kubiarkan!” kata Hayate sambil hendak menghentikan Shao dan Shoen, akan
tetapi kaki dan tangannya telah terjerat oleh benang-benang senjata milik
Zingai.
“Ukh...”
gumamnya kesakitan, saat benang-benang itu ditarik dengan sangat cepat dan
mengakibatkan jas yang selalu ia pakai itu robek, dan membuatnya terluka
meskipun hanya sedikit.
“Kami
lah yang tak akan membiarkanmu...” ujar Zingai.
So
Han dan Zingai pun menggunakan jurus kombinasi mereka. Pertama, Zingai menjerat
anggota gerak Hayate kemudian So Han menghunuskan pedang kembarnya yang tak ia
lepaskan tempat / sarung pedangnya itu ke arah perut dan dada Hayate, yang
menyebabkan Hayate merasa kesakitan hingga ia tak bisa bergerak.
“Akh!!!”
jerit Hayate.
“Hei,
kenapa tak sekalian saja kau cincang dia?” omel Zingai.
“Aku
tak mau mengotori pedangku dengan darahnya...” jawab So Han santai. “Lagipula,
coba kau lihat itu... Misi kita telah selesai.” Katanya lagi.
“Kak
So Han, apa yang harus kami lakukan dengan gadis-gadis yang diinginkan Kak Kwon
Liun ini?” tanya Shao yang sedang menggendong Nagi yang tangan, mulut, kaki,
dan matanya telah diikat..
‘Kw,
Kwon Liun??’ batin Hayate yang mendengar percakapan mereka.
“Bawa
saja kepada kakak.” Jawab So Han.
“Lalu
bagaimana dengan bocah ini? Apa harus kita tinggalkan dia disini? Bos So Han...” kata Zingai dengan nada
ejekan.
“Ya,
mengurusnya hanya membuang waktu”. Ujar So Han. “ayo pergi...”. merkapun pergi
meninggalkan Hayate yang masih meringkuk kesakitan itu sendiri.
Setelah
hari mulai memasuki waktu sore, barulah Hayate bisa berjalan kembali walaupun
dengan susah payah. Ia pun hendak ke desa dan menanyakan apakah penduduk desa
melihat kemana orang-orang itu membawa Nagi dan Maria.
Begitu
ia melewati sebuah rumah makan perutnya kembali berbunyi, ditambah lagi dengan
adanya bau masakan yang berasal dari sana. “Wah, bau ini harum sekali...”
gumamnya setelah mencium bau masakan tersebut. ‘tidak, tidak, tidak, aku harus
mencari mereka berdua...’ batin Hayate sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia
pun terus berjalan sambil memegangi perutnya yang mulai meraung kelaparan,
meskipun ia bilang ia dapat menahan lapar tapi tubuhnya tak dapat menahan
lelah. Ia pun terjatuh dengan keadaan hampir tak sadarkan diri.
Kebetulan
tepat pada saat itu Mei Lin, sang pemilik rumah makan yang juga merupakan kakak
dari Chinmi sedang keluar hendak mengambil air di gentong air. Ia melihat
Hayate yang tak sadarkan diri di jalanan yang sepi.
“Astaga!”
serunya, ia pun membawa Hayate ke rumahnya dengan menggendongnya sendiri. Kebetulan
pada saat itu rumah makannya memang sudah sepi pengunjung karena hari sudah
sore.
***
“Nguuk,
Nguik...” sahut Goku.
“Iya,
iya, aku tahu kamu lapar, tapi sabar dulu dong, rumah kakak sudah dekat nih”
jawab Chinmi. “Oh ya, terakhir kali kita kesana ‘kan kita tak berhasil
mengejutkan kakak, bagaimana kalau kali ini kita mengejutkannya lagi?” Usul
Chinmi jahil.
“kikikik...”
Goku terkikik mendengarnya. Dia juga ingin mengejutkan Mei Lin.
“Nah,
itu rumah kakak, ayo Goku kita sembunyi di pepohonan” kata Chinmi jahil.
“Ngaak,
Nguuk...” sahut Goku. Jadi sekarang Chinmi dan Goku mengendap-endap di atas
pohon seperti yang biasa mereka lakukan dulu.
“hihihi
itu kakak, sekarang dia masuk ke dapur. Ayo Goku kita turun” bisik Chinmi.
Tiba-tiba
saja ada seseorang yang berteriak dan mengejutkan mereka. “HEI SIAPA ITU!”.
Chinmi
terkejut mendengarnya sehingga ia kehilangan keseimbangannya dan hampir
terjatuh, untung saja kakinya secara reflek segera mengait ke cabang pohon yang
tadi ia pijak. “Wuaaaah, hampir saja” gumam Chinmi. Goku sampai menahan nafas
melihatnya.
“Chinmi?
Kau kah itu?” kata orang itu sambil melepaskan topinya yang lebar.
“Hm?”.
Chinmi yang merasa namanya dipanggil pun menoleh, senyum Chinmi mengembang, “Kak
Eikan?!” serunya sambil meloncat untuk turun dari pohon itu.
“Waaaah,
Chinmi, sudah lama sekali kau tak berkunjung! Tampaknya kau baik-baik saja
ya...” kata Kak Eikan senang.
“Iya,
bagaimana kabarmu, Kak Eikan?” tanya Chinmi.
“Aku
juga baik-baik saja, baru saja aku turun dari gunung, untuk mencari ini.” Jawab
Kak Eikan sambil menunjukkan sekeranjang penuh jamur yang telah ia kumpulkan
tadi.
“Wuaaah
jamurnya banyak sekali!” ujar Chinmi. Tak lama kemudian Goku juga ikut turun
dari pohon.
“Nguik?”
tanya Goku, ia mengira bahwa Kak Eikan melupakannya.
“Eh,
ada Goku juga rupanya.” Ujar Kak Eikan, Goku pun bersahut-sahutan senang.
“Kalau begitu ayo kita temui kakak mu” Ajak Kak Eikan.
“wah,
gagal lagi deh rencana kita”. Bisik Chinmi kepada Goku yang berada dipundaknya.
Lalu ia berpikir sejenak. Kemudian mengaduk-aduk isi tas nya. “Ah!” serunya.
“Ada
apa?” tanya Kak Eikan.
“Eh?
Tidak ada apa-apa. Kak Eikan kau pergi duluan saja em... aku mau mengambil
barang ku dulu nih. Kayaknya jatuh saat aku tergantung di pohon tadi deh,
hehehe”. Kata Chinmi.
“Ya
sudah, kalau begitu aku duluan ya!”. Jawab Kak Eikan lalu segera pergi dan
masuk ke dalam rumah yang jaraknya tinggal beberapa langkah lagi darinya.
“Nguuk?”
tanya Goku.
“Perubahan
rencana, kita tak bisa mengejutkan kakak dengan kedatangan kita. Bagaimana
kalau kakak kita kagetkan saja? Kak Eikan pasti memberitahu kakak soal
kedatangan kita, begitu ia keluar kita bisa ‘mengagetkannya’. Bagaimana?” tanya
Chinmi meminta persetujuan Goku. Goku mengangguk setuju. Jadi merekapun
bersembunyi di balik gentong besar di dekat pintu belakang.
***
“Wah
aku kenyang!” ujar Hayate setelah ia memakan masakan Mei Lin. “Masakanmu
sungguh lezat sekali” puji Hayate.
“Terima
Kasih...” jawab Mei Lin.
“terima
kasih kau sudah menyelamatkan ku...” kata Hayate. “tak masalah, sekarang kau
harus istirahat dulu...” ujar Mei Lin.
“Tapi...”
Hayate hendak mengelak akan tetapi tepat pada saat itu, Eikan datang dan segera
menghampiri Mei Lin.
“Mei
Lin!” seru Eikan.
“Lho
ada apa?” tanya Mei Lin heran dengan kedatangan suaminya itu yang saat ini
tampak senang sekali.
“Adikmu
sudah kembali!” ujar Eikan gembira, ia belum menyadari keberadaan Hayate.
“Chinmi?
Chinmi sudah kembali? Dimana dia?” tanya Mei Lin, sambil menggenggam erat kedua
tangan Eikan karena gembira.
‘Chinmi?’ Batin Hayate agak terkejut. ‘jadi
inikah tempatnya?’ pikirnya.
“dia ada di luar, katanya tadi mau mengambil
barangnya yang jatuh saat kami bertemu tadi. Sebaiknya kau segera menemuinya”
kata Eikan.
“Kalau
begitu aku pergi dulu, ya! tolong kau jaga dia sebentar...” seru Mei Lin sambil
melepaskan genggamannya. Lalu segera menuju pintu belakang. Eikan dengan heran
memandangi Hayate.
“Maafkan
kalau saya kurang sopan. tapi anda siapa ya? dan ada keperluan apa?” tanya
Eikan dengan ramah. Tapi Hayate malah balik bertanya, “Hei, Apa Chinmi yang kau
maksud tadi adalah Chinmi yang belajar kungfu kuil dairin itu?” tanyanya.
“be,
benar. Tapi memangnya kenapa?” tanya Eikan.
Eikan
pun menjelaskan situasinya kepada Eikan, tentang ia yang berasal dari Jepang
dan mengapa ia ada di tempat ini.
“Oooh
begitu, jadi kau mau bertemu dengannya, bukan?”
Tanya Eikan.
“Ya,
begitulah...”. ujarnya sambil berusaha bangkit dari ranjang tempat tidur.
“Tu-
tunggu dulu, kurasa sebaiknya Chinmi saja yang ku suruh kemari saja...” usul
Eikan.
“Begitukah?
Kalau begitu terima kasih, dan juga maaf telah merepotkan kalian...” kata Hayate
dengan sopan. Eikan mengangguk dan segera menyusul Mei Lin.
***
Sementara
itu, Mei Lin celingukan mencari-cari sosok Chinmi, adik kesayangannya itu.
Tiba-tiba
saja ia dikejutkan oleh Chinmi yang sedari tadi sudah menunggu kedatangannya
dari balik gentong besar.
“Waaaaaaaaaa!”
seru Chinmi.
“Hiiiiiii!!!”
Jerit Mei Lin terkejut. “Chinmi? Goku?”.
“Hehehehe.
Halo kakak, maaf mengejutkanmu” kata Chinmi dengan senyum jahil yang menghias
di wajahnya.
“Uuuuh,
kau tak berubah ya, meskipun telah menjadi pengajar di kuil dairin” ujar Mei
Lin sambil memeluk mereka berdua.
“Meskipun
jadi pengajar, aku kan tetap adalah adik satu-satunya kakak.” Jawab Chinmi.
“bagaimana kabar kakak?” tanyanya.
“Aku
baik-baik saja seperti biasa.” Kata Mei Lin. Ditengah acara peluk-pelukan ini
perut Chinmi berbunyi cukup keras.
“Sepertinya
kau lapar. Ayo kita masuk, kakak akan masak makanan kesukaan mu” katanya lagi
sambil melepaskan pelukannya.
“Hehehe
terima kasih kak” ujar Chinmi. Merekapun segera masuk kedalam rumah dan bertemu
dengan Eikan yang sudah menunggu mereka berdua untuk menyampaikan ‘sesuatu’.
***
Baru
saja Chinmi dan Mei Lin hendak menemui Eikan, tapi Eikan malah telah menemui
mereka terlebih dahulu. Ia menceritakan kepada Chinmi mengenai Hayate, meskipun
ia tak menyebutkan nama Hayate.
Tak
butuh waktu yang lama bagi Hayate untuk menunggu Chinmi karena tak lama
kemudian kain serambu yang merupakan ‘pintu kedua’ dari kamar itu mulai terbuka dan Chinmi, sosok yang ia
cari-cari itu akhirnya muncul.
“Ka,
kamu???”
***
Kembali
ke 5 menit yang lalu...
“Ternyata
yang kau maksud ‘benda ketinggalan’ itu, ini ya...” kata Eikan, yang ia
bicarakan adalah tingkah Chinmi yang mengagetkan Mei Lin tadi.
“Hehehe”
Chinmi dan Goku hanya cekikikan.
“Oh,
ya Chinmi, ada tamu yang mau menemuimu tuh...” ujar Kak Eikan.
“Tamu?
Siapa?” Tanya Mei Lin yang baru saja mau mulai memasak.
“Entahlah
aku lupa karena namanya sulit diingat, tapi yang aku tahu tadi ia bilang dia
berasal dari Jepang” kata Eikan.
“Jepang???”
seru Mei Lin dan Chinmi bersamaan, Goku juga ikut menjerit tak percaya.
“Jauh
sekali, apa kau tak salah Kak Eikan?” Tanya Chinmi masih tak percaya.
“Entahlah,
tapi dari cara bicaranya sudah jelas dia bukan berasal dari sini” kata Kak
Eikan. “Jadi kau mau menemui dia, Chinmi?” katanya lagi.
“Tentu
saja, dia sudah datang jauh-jauh dari Jepang, mungkin saja ia butuh bantuan,
benar kan?” jawab Chinmi. Jadi Chinmi segera pergi ke kamar tempat tamu itu
menunggunya.
Begitu
serambu yang jadi pembatas ruangan itu ia buka ia bertatapan muka dengan orang
yang tak asing baginya. “Ka, Kamu?” seru Chinmi dan Hayate bersamaan.
Eikan,
dan Mei Lin memandang mereka berdua dengan tatapan heran.
“Ada
apa Chinmi?” tanya kakaknya.
“Kau kenal dia Chinmi?” tanya Kak Eikan.
“Nguuik?” sahut Goku yang juga tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
“Ya,
kami pernah bertemu saat aku masih di ibukota, kemarin.” Jawab Chinmi.
“tak
heran gerakanmu sangat mengagumkan waktu itu” puji Hayate.
“ah
tidak juga kok, kamu juga hebat” ujar Chinmi.
“Ah, jadi namamu adalah Hayate ya?” tanya Mei
Lin.
“Benar,
sekali lagi terima kasih karena telah menyelamatkanku Kak Mei Lin.” Ujar
Hayate.
“sudahlah...”
jawab Mei Lin. “Nah, sepertinya perbincangan ini akan jadi lebih baik jika
ditemani dengan kue bulan, aku akan membuatnya dulu.” Kata Mei Lin sambil
kembali ke dalam dapur di temani dengan Eikan yang membanyunya memasak.
Sementara
itu Chinmi, dan Hayate telah terlibat perbincangan yang seru. Tentu saja Hayate
juga menceritakan mengenai peristiwa yang tadi ia alami.
***
Karena
perjalanan menuju kuil dairin masih cukup jauh, maka Mei Lin menyuruh Chinmi
untuk menginap disini dulu. Dan begitu juga dengan Hayate yang memiliki tempat
tujuan yang sama dengan Chinmi. Jadi mereka melewati malam yang damai itu
dengan menginap di rumah Eikan dan Mei Lin.
Pada pagi buta,
Chinmi terbangun
dan segera pergi keluar. Hayate yang sempat melihatnya segera mengikutinya dari
belakang karena penasaran.
“Nguik!”
sahut Goku menyadari kepergian Chinmi.
“shhhhttt,
jangan berisik Goku. Nanti yang lainnya bisa terbangun” bisik Chinmi.
“nguuuk?”
“ya,
ya kau boleh ikut denganku tapi jangan berisik ya!” Chinmi memperingatkan. Goku
mengangguk-angguk setuju.
‘dia mau kemana sih?’ pikir
Hayate.
Ternyata Chinmi berjalan
menuju sebuah sungai. Chinmi melepaskan baju atasannya dan menitipkannya ke Goku, lalu
berjalan ke tengah sungai yang airnya setinggi dadanya, ia membungkuk sehingga
seluruh tubuhnya kini masuk kedalam air, lalu tak lama kemudian kepalanya
keluar dari permukaan air lalu ia berpindah tempat dan mengulangi kelakuannya
tadi. Hayate mengamatinya dari kejauhan.
“Berlatih tengah malam
begini?” gumam Hayate. kepala Chinmi sudah beberapa kali masuk dan keluar air.
...*krusak...
krusak...*...
“Grrrrrr...”
Tiba-tiba saja Goku menggeram.
“Uwaaaaah!”
seru Hayate kaget.
“Siapa itu?” seru Chinmi sambil menatap
tajam kearahnya.
Hayate segera keluar dari semak-semak,
tempat persembunyiannya agar Chinmi tidak salah paham. “Ini aku, Hayate”. Ujar
Hayate.
“Lho
Hayate?” ujar Chinmi.
“Nguik?” Goku terkejut karena Chinmi
mengenalnya.
“Oh,
tenang saja Goku dia teman kita” terang Chinmi.
‘Dia
bicara dengan monyet? Sepertinya tak jauh beda dengan aku yang berbicara dengan
Tama kalau begitu...’ pikir Hayate.
“Oh iya, sedang
apa kau disini?” Tanya Chinmi. “apa kau mengikutiku?”
“I, iya sih, aku pensaran kau mau kemana di
pagi buta begini” alasan Hayate.
“Oh begitu…” kata Chinmi.
“memangnya kau sedang apa
sih?” Tanya Hayate.
“aku sedang mencari tanaman di
sungai ini, jika sudah kutemukan
aku akan membuat obat untuk luka Kak Eikan. Dan juga untukmu.”
“Hah? Kak Eikan juga terluka? Darimana
kau tahu? Aku tak melihat kalau dia terluka” ujar Hayate.
“Aku tahu karena gerakannya
dari tadi tidak seimbang.” Alasan Chinmi.
“Hanya begitu saja?” Tanya
Hayate tak percaya bahwa Chinmi dapat menyimpulkan hanya dengan seperti itu.
“Mungkin karena aku sudah
sering terluka?” kata Chinmi
lalu terkekeh.
“kikiki...”
Goku ikut-ikutan terkikik.
“Oh begitu, ya sudah aku
bantu ya?” Hayate menawarkan bantuan.
“Tidak usah, nanti lukamu mungkin akan bertambah
parah…
Airnya cukup deras lho!” kata Chinmi lalu ia kembali membungkuk. Tapi kali
ini ia berhasil mendapatkan yang ia cari. “Nah, sudah ketemu!” seru Chinmi lalu
kembali menuju daratan tempat dimana Hayate menunggunya.
“Oh tanaman ini ya? Aku tahu
cara pembuatan obatnya, nanti kubantu ya?” usul Hayate.
“Benarkah? Kalau begitu
terima kasih” kata Chinmi, lalu mereka berdua pun
kembali ke rumah tempat yang lainnya berada.
***
“Hoaam...”
Mei Lin terbangun saat cahaya mentari pagi bersinar menyilaukan matanya.
“sebaiknya
aku segera memasak sarapan untuk Chinmi, Eikan, dan Hayate.” bisiknya kepada
dirinya sendiri. Ia pun segera beranjak dari tempat tidurnya dan menuju ke
dapur.
namun
alangkah terkejutnya mereka begitu melihat Chinmi dan Hayate telah sibuk disana
dengan berbagai macam makanan lezat yang telah tersajikan.
“Oh,
kakak sudah bangun ya?” kata Chinmi sambil berhenti mencuci penggorengan bekas
memasak bersama Hayate tadi. “Wah, Kak Eikan juga sudah bangun” kata Hayate.
“ke,
kenapa kalian ada di sini?” tanya Mei Lin.
“Kami
membuat sarapan...” jawab Hayate.
“Oh
ya, Maaf kak, kami lupa meminta izin
menggunakan dapur” ucap Chinmi.
“semua
makanan ini kalian yang membuatnya?” tanya Eikan.
“Ya...”
jawab Chinmi dan Hayate bersamaan.
“Nah,
karena semuanya sudah bangun, mari kita makan!” seru Chinmi.
***
“Waah,
ternyata masakan kalian enak juga!” komentar Eikan setelah menghabiskan
sarapannya.
“benar...
masakan kalian lezat sekali” ujar Mei Lin.
“Tapi
aku yakin masakan kami masih kalah dari masakan kakak” tanggap Chinmi.
“Ya,
benar sekali” tambah Hayate. Sementara itu Mei Lin hanya tersenyum karena
dipuji.
“masakan
itu yang penting adalah gizinya bukan?” kata Mei Lin.
“ya,
memang benar” ujar Eikan setuju.
Begitu
Mei Lin membicarakan soal gizi, Chinmi segera teringat dengan obat yang telah
mereka buat untuk Eikan. “Oh, ya ini kak Eikan... ini obat untuk lukamu.” Ujar
Chinmi sambil memberikan sebuah kendi kecil berisi obat dari tanaman yang
Hayate dan ia buat tadi pagi.
“Hm?
Apa ini?” tanya Eikan. “I, ini kan... dari mana kau tahu?” tanyanya lagi.
“gerakanmu
aneh, aku juga secara tak sengaja melihatnya kemarin ketika aku mendarat ketanah
dari atas pohon” terang Chinmi.
“Benarkah?”
ujar Eikan seolah tak percaya bahwa Chinmi mengetahuinya hanya dengan waktu yang
singkat.
“Maaf
mengganggu tapi boleh aku tahu apa yang kalian maksud?” tanya Mei Lin
penasaran.
“Eh?”
gumam Eikan. “Sebenanya, ketika aku dalam perjalana pulang dari hutan kemarin,
aku sempat terkilir karena jatuh, tapi tidak aku pedulikan karena hanya sakit
sedikit.” Terang Eikan.
“Lho,
Kenapa tidak memberitahuku?” sahut Mei Lin cemas.
“Tidak
terlalu sakit kok. Lagipula Chinmi telah memberikan ku obat ini.” Ujar Eikan.
“Oh, ya Chinmi, terimakasih...” katanya lagi.
“Sama-sama,
tapi itu juga berkat Hayate yang telah membantuku saat membuat obat itu.” Kata
Chinmi.
“Benarkah
itu?” tanya Mei Lin.
“I,
iya sih, tapi aku tak berbuat banyak hanya membantu sedikit.” Jawab Hayate.
“tetap
saja kau sudah membantu, jadi terima kasih” ucap Eikan tulus. Hayate tersipu malu.
“Oh
ya, kapan rencana kalian melanjutkan perjalanan kalian ke kuil dairin?” tanya
Eikan.
“bagaimana
Chinmi?” ujar Hayate melempar pertanyaan tersebut ke Chinmi.
“hm...
nanti siang saja!” Ujar Chinmi bersemangat. Dan begitulah mereka berempat
mengakhiri sarapan pagi mereka dengan berbincang dan canda tawa...
***
“Nah,
apa kau sudah siap, Hayate?” tanya Chinmi.
“Tentu
saja...” jawab Hayate.
“kalau
begitu ayo berangkat!” kata Chinmi.
“Hati-hati
selama diperjalanan!” nasihat Mei Lin.
“Iya!”
jawab mereka berdua kompak.
Lalu
mereka berdua pun berangkat untuk meneruskan perjalanan hingga Chinmi menyadari
sesuatu “Tunggu dulu, dimana Goku?” tanya Chinmi, lalu ia celingukan mencari
salah satu ‘sahabatnya’ itu.
“Nguik...Nguik...!!!”
seru Goku dari atas pohon.
“wah ternyata kau sudah menunggu kami ya?”
ujar Chinmi.
“Ternyata
ka juga ikut, ya? Kalau begitu mohon kerja samanya!” kata Hayate.
“Ngiiik!”
seru Goku bersemangat dan menjabat tangan Hayate.
“Nah,
kalau begitu ayo kita berangkat.” Ujar Chinmi. Goku pun naik ke pundak Chinmi
lalu mereka melanjutkan perjalanan mereka ke kuil dairin.
***
Setelah
seharian berjalan akhirnya mereka berlima sampai di kota yang dekat dengan
tempat tujuan mereka, kuil dairin.
“Nah
sekarang sudah hampir sore sebaiknya kita beristirahat dulu sebentar disini.
Kalau kalian mau kita bisa melanjutkan perjalanan tidak lama lagi.” Ujar
Chinmi.
“Tidak,
kita lanjutkan perjalanannya saja.” Kata Hayate.
“Tapi
tampaknya kau sudah kelelahan.” Kata Chinmi.
“tidak
kok!” Bantah Hayate.
“Ehm...
kalau begitu bagaimana kalau kita beristirahat dirumah Yan saja? Aku ingin
mengunjunginya sebenar.” Usul Chinmi.
“Yan?
Siapa itu?” tanya Nagi.
“Nguik,
Nguik!” sahut Goku seolah ingin menjelaskan mengenai Yan.
“dia
salah satu temanku” kata Chinmi.
“Oh
begitu...” ujar Hayate. “Tapi apa kami tidak akan mengganggunya kalau begitu?”.
“Tidak,
aku yakin ia mau membiarkan kita beristirahat sebentar, lagipula dia pasti
senang jika kita berkunjung” jawab Chinmi.
“Baiklah
kalau begitu...” ujar Hayate.
Lalu
mereka berdua -dan seekor monyet-, segera melanjutkan perjalanan mereka menuju
rumah Yan.
***
Setelah berjalan selama setengah
jam, Chinmi, Hayate, dan Goku akhirnya sampai di rumah Yan dan kakeknya.
“Chinmi, apa itu kau?” ujar
seseorang saat Chinmi hendak mengetuk pintu. Ternyata dia adalah Yan.
“Oh, hai Yan!” sapa Chinmi.
“Uuuk!” sahut Goku
“Waaah senang sekali bertemu
dengan kalian lagi.” Ujar Yan gembira. Lalu ia mempersilahkan mereka bertiga
masuk kedalam rumah.
“Paman dimana?” tanya Chinmi.
“Dia sedang ke sungai, katanya ia
ingin memancing malam ini” Jawab Yan.
“Em... Chinmi, apa dia adalah temanmu?”
tanya Yan dengan berbisik sambil melirik ke arah Hayate yang tampak merasa
canggung dengan keaadaan tersebut.
“Oh iya, maaf aku lupa bilang.
Ini Hayate, diateman baruku.” Ujar Chinmi mengenalkan.
“Senang bisa bertemu denganmu...”
kata Yan dengan sopan.
“saya juga senang bertemu dengan anda”
ujar Hayate.
“ia ingin berkunjung ke kuil
dairin.” Terang Chinmi.
“Benar kah? Aku baru saja kembali
dari kuil dairin. Chinmi murid-muridmu sudah menunggu kepulanganmu lho!” kata
Yan.
“Murid?” tanya Hayate heran.
“Iya, murid...” kata Yan disambut
tatapan heran dari Hayate. “Jangan-jangan kau tidak bercerita kepada mereka
kalau kau adalah salah satu pengajar di Kuil dairin, ya Chinmi...” ujar Yan.
“Pengajar?!” seru Hayate
terkejut.
“Oh i, iya, sepertinya aku lupa
bilang, hehehe.” Ujar Chinmi.
‘Uaaah semuda itu sudah jadi
pengajar? Ku kira pengajar kungfu itu berumur lebih tua’ pikir Hayate. “pantas
saja kau kuat sekali.” katanya.
“Enggak juga kok” ujar Chinmi
merendahkan diri.
“Nah kalau begitu sebaiknya kau
segera kembali ke kuil, Chinmi. Mereka sudah menunggumu, lain kali saja kau
ceritakan kisahmu, ya...” Kata Yan lalu tersenyum.
“Kalau begitu, sampai jumpa lagi,
Yan!” Pamit Chinmi.
“Sampai jumpa lagi!!” seru Yan.
***
Matahari
sudah hampir terbenam saat ini, namun akhirnya mereka bertiga akhirnya sampai
di gerbang pertama Kuil Dairin. Untuk sampai ke atas sana mereka harus menaiki
anak tangga yang cukup banyak jumlahnya.
“Nah
sekarang hanya tinggal menaiki anak tangga ini, lalu kita sampai di kuil
dairin.” Kata Chinmi.
“Kalau begitu...” gumam Hayate sambil mulai
menaiki anak-anak tangga tersebut.
Jadi
begitulah mereka berdua mulai menaiki anak tangga tersebut menuju kuil Dairin
(Disini Goku tidak dihitung karena dia sudah keatas duluan lewat pepohonan).
Tanpa
mereka sadari, mereka sudah sampai di tempat tujuan mereka. Ternyata
orang-orang kuil dairin sudah menunggu kedatangan mereka.
“Selamat
datang kembali, Pak Guru Chinmi!” seru murid-murid Chinmi yaitu Gunte, Kuppa,
Namlu, Yokke, Sancu, Koko, dan Yonfa. Rupanya mereka sudah menunggu kedatangan
Chinmi. Mereka tahu bahwa Chinmi, guru mereka akan tiba sebentar lagi setelah
diberitahu oleh Goku.
“Hai
semua!” seru Chinmi yang juga sangat senang karena sudah lama mereka tak
berjumpa kembali.
“Pak
Chinmi, ceritakan dong tentang perjalanan pak guru!” sahut Namlu.
“Iya,
iya, tapi sebelumnya aku harus mengenalkan temanku ini ke Kepala Biksu dan Pak
Tua dulu ya?” ujar Chinmi.
“Oh,
maksudnya orang itu ya?” tanya Gunte.
“Iya,
namanya Hayate.” Kata Chinmi mengenalkan Hayate.
“Salam
kenal!” seru murid-murid Chinmi.
Saat
Hayate sedang berkenalan dengan murid-murid Chinmi tiba-tiba seseorang
menyahut, “Hoi Chinmi! Kamu ini ya pulang kok tidak mengabari kami!” ujar Jin
Tan sambil meninju kepala Chinmi.
“dasar,
bikin kami cemas terus nih kerjaanmu...” tambah Bikei.
“Maaf,
maaf. Aku lupa memberi kabar...” kata Chinmi.
“Lho,
dia siapa?” tanya Jin Tan.
“Oh
dia teman seperjalananku Hayate.” Ujar Chinmi.
“Wah,
kenapa bukan cewek cantik aja sih?” bisik Jintan. “Jangan deh... nanti Yan bisa
marah lho!” tambah Bikei. Mereka berdua sengaja menggoda Chinmi.
“apa-apaan
sih kalian” kata Chinmi tanpa terpancing godaan kedua temannya itu.
“Hahaha
ternyata kau tak berubah juga ya!” kata Bikei.
“ya
begitulah, oh ya dimana Ryukai? Aku tak melihatnya...” tanya Chinmi.
“Oh
dia dan Riki sedang ada tugas dari Kepala Biksu.” Jawab Jin Tan.
“Gitu
ya? ya sudah aku mau melapor dulu kepada Kepala Biksu, ya” kata Chinmi.
“Ya...”
Jawab Jin Tan, Bikei, dan murid-murid Chinmi bersamaan.
“Nah,
ayo. Kau harus bertemu dengan seseorang...” kata Chinmi Hayate. “baik...” Jawab
Hayate. Lalu mereka pun masuk kedalam kuil dimana para biksu sudah menunggu
kedatangan mereka.
***
“Wah
Chinmi ternyata kau sudah kembali...” sambut Biksu rhoi atau yang biasa Chinmi
panggil ‘Pak Tua’.
“Cukup
lama juga ya?” kata Kepala Biksu.
“Yah
begitulah...” Jawab Chinmi.
Lalu
Chinmi pun menceritakan mengenai kisahnya di angkatan laut, dan juga mengenai
kedatangan Hayate.
“Hm...
anak muda, namamu Hayate, bukan?” tanya Kepala Biksu. “Kemarilah sebentar...”.
Dengan perasaan heran, Hayate pun mendekat beberapa langkah ke arah Kepala
Biksu. Setelah memperhatikan dengan seksama, iapun berkata, “Tampaknya kau
bukan berasal dari sini... benar kan?” tanyanya.
“um...
ya, seperti yang tadi dikatakan oleh Chinmi, saya berasal dari Jepang...” Jawab Hayate.
“Tidak,
bukan itu maksudku...” ujar Kepala Biksu. Hayate dan Chinmi saling memandang
satu sama lain dengan heran. ‘maksudnya?’ pikir Hayate bingung.
“Lupakan
saja... Nah, tadi kau bilang kau mau belajar kungfu, bukan?” tanya Kepala Biksu
kepada Hayate.
“Ya...”
jawab Hayate.
“Kalau
begitu kau akan di tes terlebih dahulu. Tapi harus kuperingatkan sebelumnya,
jika kau gagal maka kau harus segera pergi dari sini.” Tantang Kepala Biksu.
“Baiklah
saya setuju” Ujar Hayate.
“Kalau
begitu, tugasmu adalah mengerjakan semua tugas ‘rumah tangga’ yang ada di kuil
ini sampai aku bilang berhenti. Bagaimana?” kata Kepala Biksu, jika sedang
diperhatikan baik-baik saat ini dia sedang tersenyum jahil.
‘Ini
serius? Apa tidak terlalu mudah? Tapi bisa makan waktu lama juga sih kalau
begitu’ pikir Chinmi.
“Baiklah,
akan saya lakukan...” jawab Hayate dengan semangat membara.
“Tunggu
dulu ada satu lagi.” Ujar Kepala Biksu. “kau harus menemukan ‘dasar bela
diri’...” ujarnya.
“Nah,
kalau begitu sekarang pergilah istirahat, aku mengharapkan masakan yang lezat
besok pagi.” kata Kepala Biksu dengan santai.
Lalu
mereka berdua pun dipersilahkan untuk keluar dari kuil.
Setelah
Chinmi dan Hayate pergi, Biksu Rhoi bertanya mengenai ucaan kepala biksu tadi,
Kepala Biksu menjawab sambil terkekeh. “Bocah menarik itu... dia tidak berasal
dari sini.” Ujarnya kemudian berlalu.
***
“Nah,
jadi bagaimana Pak Chinmi, apa temanmu itu diizinkan tinggal disini?” tanya
Koko.
“ya
begitulah.” Jawab Chinmi.
“tapi
aku mendapatkan tugas...” tambah Hayate.
“Oh,
begitukah?” komentar Gunte. “Oh ya, kalian bertemu di perjalanan kan?” tanyanya
lagi.
“Benar...”
jawab Hayate.
“Apa
ada hal yang menarik?” tanya Gunte.
Hayate
tampak heran sementara itu Chinmi sudah memisahkan diri dari mereka dan
menghampiri Jin Tan dan Bikei yang sudah menunggu mereka. “Menarik apanya?”
tanya Hayate.
“Yah,
ketika Pak Guru Chinmi sedang diberi tugas biasanya sih akan terjadi sesuatu
yang menarik untuk diceritakan.” Terang Yokke.
“Benarkah?
Misalnya?” tanya Hayate.
“yah,
misalnya saja saat Ia dapat tugas ke kerajaan, dia menyelamatkan Kaisar dari
serangan musuh.” Cerita Sancu.
“benar,
sebelumnya dia juga pernah menyelamatkan Kan’an dari raja yang kejam.” Tambah
Yonfa.
“Kali
ini juga ia baru kembali dari tugas yang diberikan oleh kaisar...” kata Gunte
dengan penuh takjub.
“Eh,
benarkah....?! pantas saja waktu itu, dengan mudahnya...” Hayate bergumam
sendiri ketika mengingat kejadian sebelumnya di Ibukota.
“Jadi,
ada sesuatu yang terjadi?!” tanya murid-murid Chinmi dengan penuh semangat.
“ada kejadian menarik yang sebenarnya sudah
terjadi...” Ungkap Hayate agak bangga. “sebenarnya, sejak awal saat aku bertemu
dengannya di Ibukota saat ia menyelamatkan temanku, Nagi. Aku sudah
mengaguminya sejak saat itu.” Kata Hayate memulai ceritanya.
“Dan
juga ketika ada kerusuhan dirumah makan saat aku dan teman-temanku ada di
Ibukota. Pemiliknya bilang Chinmi dan kedua temannya lah yang menangkap mereka.
Juga sebenarnya saat kita di kedai makan kakaknya Chinmi, ia bisa mengetahui
keberadaanku meskipun dari jauh, juga mengetahui luka kakaknya tanpa melihatnya
dari dekat. Menurutku itu menakjubkan.” Cerita Hayate.
“Yah
memang seperti itulah Pak Guru, ternyata bahkan orang yang baru mengenalnya
sampai mengaguminya juga, hehe.” Kata Kuppa.
‘Hmp...
sebenarnya sih yang paling kukagumi adalah sikapnya yang tidak berubah padahal
menurutku dia sangatlah hebat, tapi sifat kekanak-kanakannya tetap ada.’ Batin
Hayate.
“Sudah,
sudah jangan membicarakan Chinmi terus, sana kembali kekamar masing-masing dan
tidur!” seru Pak rhoi yang tiba-tiba saja datang.
“baik...”
jawab murid-murid Chinmi.
“Oh
ya, kau juga sebaiknya tidur. Kau bisa tidur sekamar dengan Chinmi, Jin Tan,
dan Bikei di sebelah sana.” Kata Pak Rhoi dengan ramah.
“Terima
Kasih...” ujar Hayate, lalu iapun menuju kamar yang sudah disediakan.
Begitu
masuk kedalam kamar, Hayate melihat bahwa Chinmi sudah tertidur lelap. ‘dia
pasti kelelahan sepanjang perjalanan tadi. Hm, siapa sangka orang sebayaku ini
sangatlah kuat.’ Batin Hayate lalu iapun tidur di tempat yang sudah disediakan.
***
Keesokan
paginya...
“huff...
sepertinya tugas pagi ini sudah selesai.” Gumam Hayate puas.
“uuk,
nguik...” sahut Goku yang tiba-tiba saja sudah berada di dekatnya.
“Uwaaaah”
hampir saja Hayate berteriak karena kaget. “Ah, ternyata itu kau Goku, jangan
mengagetkanku begitu dong” ujarnya.
“Kikikik”
Goku malah terkikik karenanya.
“Hei,
kau sudah lama kenal tempat ini bukan?” tanya Hayate. Goku mengangguk
mengiyakan. “Kalau begitu temani aku berkeliling, ya!” kata Hayate.
“Nguik!”
sahut Goku penuh semangat.
‘rasanya
agak aneh berbicara dengan seekor monyet. Tapi, biarlah...’ Pikir Hayate. Ia
pun berjalan-jalan keluar mengelilingi kuil dairin dengan ditemani Goku. Hingga
akhirnya ia berhenti di tempat dimana Chinmi sedang mengajar murid-muridnya.
Hari ini mereka sedang berlatih tanding.
“Nah
sekarang giliran Gunte dan Kuppa.” Ujar Chinmi.
“Baik!”
jawab mereka berdua, sementara Koko dan Namlu segera menyingkir dari ‘arena’.
Baru
saja bertanding sebentar tiba-tiba Chinmi menghentikan latihan tanding mereka,
“Berhenti!” seru Chinmi.
“Hm?
ada apa Pak Guru?” tanya Gunte.
“Kuppa
ada apa dengan tanganmu?” tanya Chinmi.
“Eh,
tidak kenapa-kenapa kok.” Elak Kuppa.
“Sudahlah
jangan disembunyikan, tanganmu sedang cedera benar kan?” Chinmi berwajah cemas
namun cukup serius. Kuppa pun dengan malu-malu mengangguk-angguk dengan pelan.
“kalau
begitu sebaiknya kau istirahat dulu. Nah,
Sancu gantikan Kuppa...” perintah Chinmi.
“Baik!”
sahut Sancu, lalu Sancu dan Gunte pun melanjutkan latihan tanding.
“Hei,
coba kulihat tanganmu.” Kata Chinmi. Lalu Kuppa pun memperlihatkan tangannya
dan menggulung lengan bajunya. Ternyata tangannya telah diperban, padahal jika
lengan bajunya tidak digulung maka luka tersebut tidak akan ketahuan.
‘Hei
ada apa itu?’. Pikir Hayate, ia tak bisa mendengar apa yang terjadi karena ia hanya
melihat dari jauh.
“Lukamu
ini... luka cakar?” kata Chinmi dengan nada agak khawatir. “maukah kau
menceritakannya padaku?”.
Kuppa
sempat terdiam sejenak hingga akhirnya ia memutuskan untuk memberitahukan
gurunya itu, “em, sebenarnya pagi kemarin, ketika giliranku dan Namlu mencari
tanaman untuk dimakan dihutan, aku di serang oleh seekor serigala. Tapi aku
berhasil kabur.” Terang Kuppa.
“Serigala?!”
seru yang lainnya, bahkan Gunte dan Sancu menghentikan latihan tanding mereka.
“iya,
tapi tenang saja lukaku sudah diobati oleh Biksu Rhoi” kata Kuppa.
“Hm,
begitu ya. Baguslah...” ujar Chinmi lega. “Oh ya, ini adalah peringatan juga
bagi kalian. Kalian harus meningkatkan kewaspadaan kalian, jangan lengah!
Jadikan hal yang sudah berlalu menjadi pelajaran bagi kalian. mengerti?!”
“Kami
mengerti Pak Chinmi!” seru murid-murid Chinmi dengan penuh semangat.
“Nah,
sekarang kalian boleh istirahat.” Ujar Chinmi. Goku pun segera menghampiri
Chinmi.
“Uwaaah
Goku, apa kau sudah menunggu ku? Tunggu ya, nanti kita akan bermain setelah aku
sarapan.” Kata Chinmi.
“Chinmi!”
seru Hayate.
“Oh
hai, Hayate!” sapa Chinmi.
“Ternyata
latihannya seperti itu, ya?” ujar Hayate.
“Ya,
begitulah...” jawab Chinmi.
“Wah
keren sekali!.” seru Hayate. “Eh, tapi sebenarnya tadi ada apa sih? Kok sepertinya
serius sekali?” .
“Em...
itu, em... tidak ada apa-apa kok. Aku cuma bilang bahwa kita harus waspada
dimanapun kita berada.” Alasan Chinmi.
“Oh
begitukah?” kata Hayate masih curiga. “Kalau begitu ayo kita sarapan!” ujarnya
lagi, lalu Hayate pun mendahului Chinmi menuju tempat makan.
“Nguuk?”
bisik Goku kepada Chinmi.
“Sht...
aku tahu kita sebenarnya tidak boleh berbohong. Tapi kita tak boleh membuatnya
khawatir Goku.” Jawab Chinmi. Goku mengangguk mengerti, lalu mereka berduapun
menuju ruang makan tempat dimana semuanya sudah menunggu.
***
Setelah
selesai makan Hayate menghampiri Chinmi. “Hei bagaimana rasa masakan buatanku?”
tanya Hayate.
“Lezat!”
jawab Chinmi. “kurasa kau sudah terbiasa melakukan ini bukan?” tambahnya.
“yah
sebenarnya hal seperti ini adalah bagian dari keseharianku. Jadi tes ini
bukanlah masalah bagiku.” Kata Hayate. “Tapi aku ingin cepat berlatih
bersamamu, kapan ya aku akan diperbolehkan?” gumamnya.
“Tenang
saja, ku yakin tak akan lama lagi. Lagipula...” kata-kata Chinmi berubah
menjadi bisikan. “jika kau masih belum diperbolehkan berlatih ‘fisik’ sebaiknya
kau melatih ‘kedamaian batin’ mu”.
‘Kedamaian
batin? Apa ini yang dimaksud oleh Kepala Biksu? Tapi apa itu kedamaian batin?’
pikir Hayate.
“Hal
itu, harus kau cari tahu sendiri.” Ujar Chinmi seolah bisa membaca pikiran
Hayate.
Tak
lama setelah Chinmi meninggalkannya ia bergumam sendiri, “Nona Nagi... Maria...
apa mereka baik-baik saja ya?” wajahnya tampak sangat cemas terutama karena tak
ada kabar dari keduanya meskipun setiap malam ia selalu diam-diam keluar kuil
untuk mencari informasi.
Bersamaan
dengan angin sepoi-sepoi yang menghembuskan rambutnya yang tergolong panjang
itu dengan lembut, hayate tersenyum, ‘Mereka akan baik-baik saja... aku harus
percaya pada mereka! baiklah, aku akan mencoba fokus untuk mencari ‘kedamaian
batin’ ku...’ tekad Hayate. ‘tapi mulai dari mana?’ pikirnya.
Setelah
lama berpikir, Hayate masih tidak dapat memikirkan solusinya. Jadi sekarang ia
hanya duduk bersandar pada sebuah pohon dan berharap jawabannya akan muncul
begitu saja. Lama kelamaan tanpa sadar ia mulai tertidur.
“Hayate!
Bangunlah!” suara Nagi yang sedang menangis bergema didalam kepala Hayate.
“Cepat
kita harus membawanya ke rumah sakit!” kali ini terdengar suara Maria yang
tengah panik.
‘Hei,
sebenarnya apa yang sedang terjadi?’ pikir Hayate. Ia tak bisa melihat apapun,
terlalu gelap. ‘Nona?! Maria?! Kalian ada disini!’ Hayate berusaha
mengatakannya akan tetapi mulutnya tak dapat berbicara, ia juga tak bisa
menggerakkan tubuhnya. ‘tu, tubuhku tak bisa digerakkan. Ada apa ini?’
batinnya. Hayate mulai membuka matanya ia hanya dapat mengintip sedikit, ia
melihat darah. ‘darah siapa ini?’ tanyanya dalam hati. ‘Nona?! Maria?!’
pandangan Hayate kembali memudar hingga akhirnya hitam total.
“Nona
Nagi! Maria!” seru Hayate. “Oi Sadarlah!” akhirnya seruan seseorang membangunkan
Hayate. “Hah, apa?” sentak Hayate terkejut. “Ya
ampun, kau ini. Jangan tertidur di sini dong...” kata Gunte, orang yang
membangunkan Hayate.
“Oh
kalian... sedang apa disini?” tanya Hayate.
“seharusnya
aku yang bertanya. Kenapa kau bisa tertidur di luar gerbang seperti ini?” tanya
Koko. “Dan juga, kau mimpi apa sampai panik seperti itu?” tambah Gunte.
‘hah?
Kupikir tadi aku sedang berada dibawah pohon...’ pikir Hayate heran.
“Hehehe
maaf aku ketiduran tadi” ujar Hayate. “Oh ya, Gunte, Koko ada sesuatu yang
ingin kutanyakan padamu...” Hayate tidak menghiraukan pertanyaan gunte tadi.
“Apa
itu?”
“Em,
apa kalian tahu yang dimaksud dengan ‘kedamaian batin’?” tanyanya.
“aku
tahu, tapi itu agak sulit untuk dijelaskan, ‘kedamaian batin’ itu... em, bisa
dibilang seperti mengosongkan pikiran?” ujar Koko mengingat-ingat. “sepertinya
bukan itu... Em, gimana ya bilangnya...” Gunte jadi bingung sendiri.
“sudahlah
lupakan saja”. Kata Hayate.
“Maaf,
sebenarnya Guru Chinmi dan Guru Ryukai pernah mengatakan tentang hal ini, Kepala
Biksu bilang aku belum mencapainya, hehehe.” Kata Gunte.
“Begitukah?”
ujar Hayate. “Hehehe berarti memang tidak mudah ya...” gumamnya.
“Ya
sudah ayo kita kembali kedalam!” ajak Hayate.
Lalu
Hayate, Koko dan Gunte pun kembali kedalam dan mengobrol lagi. ‘aku tak akan
menyerah...’ tekad Hayate.
***
Sudah
3 hari semenjak Hayate mendapatkan ‘tugas’ itu dari Kepala Biksu, tetapi dia masih
belum bisa mengerti arti ‘kedamaian batin’. Jadi malam ini, Hayate berniat
untuk mencari tahu meskipun ini mungkin akan memakan waktu semalaman.
“Hayate!”
ujar Chinmi sambil menepuk bahu Hayate yang tengah melamun.
“Oh
ternyata kau, Chinmi. Bikin kaget saja...” gerutu Hayate.
“Hehehe,
maaf, maaf. Lagian salah sendiri sih dari tadi melamun saja. Lagi mikirin apa
sih?” tanya Chinmi.
“Lagi
mikirin ‘kedamaian batin’ yang pernah kau katakan itu. Aku masih bingung
sebenarnya ‘kedamaian batin’ itu apa sih?” kata Hayate.
“santai
saja, kalau soal itu kau tak perlu memikirkannya, pikirkan saja hal-hal yang
dapat membuatmu tenang...” ujar Chinmi.
“ah
begitukah?” Hayate tersenyum simpul.
“Ya,
begitulah. Ya sudah aku pergi dulu. Beritahu aku kalau kau sudah mengerti.”
Ujar Chinmi lalu meninggalkan Hayate sendiri untuk mencerna kata-katanya tadi.
‘Ketenangan
ya?...’ batin Hayate. Lalu ia pun menutup mata dan mulai membayangkan beberapa
kenangan indahnya baik ketika bersama nona Nagi, Maria, maupun bersama dengan
teman-temannya yang lain. Hal-hal yang membuatnya tenang.
Lama
kelamaan Hayate mulai merasa rileks, dan tanpa ia sadari ia telah menemukan apa
yang ia cari. ‘ciip... ciip... ciip’ terdengar suara burung berterbangan.
‘bzt.. bzt..’ begitu pula dengan suara serangga yang lalu lalang. Hayate
tersenyum.
“hehehe,
jadi kau sudah berhasil rupanya.” Ujar seseorang.
Hayate
kaget, tapi ia berusaha untuk tidak merusak ketenangan yang telah ia dapatkan
saat ini. “ya begitulah...” jawab Hayate tanpa membuka matanya dan menoleh ke
arah suara.
Tiba-tiba
saja orang itu menyerangnya dengan pukulan, tapi Hayate dapat merasakannya dan secara
refleks menghindar. Lalu sontak Hayate pun menoleh. “Kepala Biksu?” seru
Hayate.
“Kau
lulus, mulai besok kau boleh berlatih. Kau akan dilatih oleh Chinmi.” Ujar
Kepala Biksu.
“terima
kasih...” ujar Hayate senang.
“Berlatihlah
dengan giat!” pesan Kepala Biksu, lalu ia pun kembali kedalam kuil.
Hayate
sangat senang sekali, “Yosh...!” serunya gembira.
Lalu
Chinmi pun datang dari balik tembok, sepertinya ia sudah memperhatikan Hayate
sedari tadi. “Jadi kau sudah lulus tes... Selamat ya!” kata Chinmi.
Hayate
tersenyum, “ini semua berkat petunjukmu, terima kasih ya!” ujar Hayate.
“Hehehe
tenang saja, sesama teman memang harus saling membantu bukan? Nah, sebaiknya
kau segera istirahat, besok pagi-pagi buta kita sudah akan berlatih.” Kata
Chinmi.
“Baik
Pak Guru!” ujar Hayate.
“Sudah
jangan memanggilku begitu ah...” ujar Chinmi malu.
“hehehe...”
mereka berdua pun tertawa.
***
Semalam Hayate kembali mengalami
mimpi yang sama, Nagi yang menangis hingga tertidur di pangkuannya, Maria yang
menatapnya dengan khawatir, infus yang yang menggantung, dan bau rumah sakit.
‘Hei ada apa lagi sih? Kenapa belakangan ini aku bermimpi seperti ini?’ pikir
Hayate. Lalu tak lama kemudian ia terbangun.
“Hm? Wah sudah saatnya berlatih
nih!” gumam Hayate, lalu ia pun segera terbangun dan menuju tempat yang Chinmi
beritahukan kemarin.
Tapi begitu ia tiba disana
ternyata mereka semua telah berada di sana dan menunggunya. “kau terlambat!”
seru Chinmi.
“Maaf...” ujar Hayate, ia tak
menyangka akan datang terlambat di hari pertamanya.
“semuanya berbaris!” perintah
Chinmi. “nah mulai sekarang Hayate akan berlatih bersama kita...” kata Chinmi.
“mohon kerja samanya!” ujar
Hayate. Lalu Hayate pun ikut membentuk barisan seperti yang lainnya.
“Baiklah ayo kita mulai...” ujar
Chinmi, lalu ia pun mulai ‘mengajar’ seperti biasanya.
***
Sudah
seminggu sejak Hayate mulai ikut berlatih kungfu bersama Chinmi dan yang
lainnya. Dan semakin hari ia semakin kuat dalam 2 arti yang berbeda, baik
secara fisik maupun emosional.
“Hehehe
kau cepat berkembang ya?” ujar Chinmi. Hayate
tersenyum, “terima kasih” jawabnya singkat.
“Nah
sekarang aku akan menunjukkan cara pengontrolan gerakan...” kata Chinmi.
“Mengontrol
gerakan?” tanya Yukke.
“Yup,
aku akan mendemonstrasikannya terlebih dahulu. Sekarang kalian serang aku...”
perintah Chinmi.
“Ha?
Kau serius, Guru?” tanya Gunte. Chinmi malah menutup mata.
“Kalau
begitu ayo teman-teman!” seru Kuppa. Chinmi tersenyum simpul.
Lalu
mereka pun menyerang Chinmi. Semuanya kecuali Hayate yang terpaku takjub saat
melihat tak ada satu pukulan ataupun tendangan yang mengenai Chinmi.
“Sughoi...” gumam Hayate.
Setelah
kelelahan mereka pun satu per satu mulai berhenti menyerang. “nah sekarang
giliranmu Hayate...” ujar Chinmi tanpa membuka matanya.
“hehe,
tahu darimana kalau aku tidak menyerang?” tanya Hayate.
“Aura...
aku tahu kau tidak bergerak sedari tadi. Apa lagi yang kau tunggu?” kata
Chinmi.
“Baiklah,
kurasa sudah saatnya aku bergerak kalau begitu”. Ujar Hayate sambil berlari ke
arah Chinmi untuk menyerangnya, tapi sama seperti yang lainnya semua pukulan
dan tendangan Hayate dapat ditangkis dengan mudah.
Akhirnya
Hayate pun kelelahan meskipun ia telah menyerang lebih lama dibandingkan yang
lainnya. “hh... hh... baiklah... aku menyerah... hehe...” ujar Hayate sambil
mengatur nafas.
Chinmi
pun membuka matanya. “Kurasa gerakan kalian semua semakin cepat dan kuat, akan
tetapi semua itu akan sia-sia jika kalian tidak bisa mengontrol tenaga yang
digunakan.” Ujar Chinmi.
“Yak
sampai disini dulu latihan kita hari ini...” ujarnya lagi.
“Terima
kasih Pak Guru Chinmi!” setu semuanya. Lalu mereka pun mulai bubar.
Belum
jauh Hayate meninggalkan tempat itu Chinmi memanggilnya kembali, “Hei Hayate!”.
Hayate menoleh, “ada apa?” tanyanya.
“ayo
ikuti aku. Ada yang ingin kutunjukkan padamu...” Ujar Chinmi.
Dengan
perasaan heran dan penasaran yang saling bercampur aduk, Hayate mengikuti
Chinmi. “hei ada apa?” tanyanya.
“Sht...
jangan berisik, kita akan menyelinap.” Bisik Chinmi. ‘menyelinap kemana?’ pikir
Hayate.
Tiba-tiba
saja Chinmi melompat ke luar tembok lalu melompat melalui cabang-cabang pohon.
Untung saja Hayate dapat mengikutinya. “Hei Chinmi kita mau kemana sih?”
tanyanya.
“Sht...
sudah kubilang kan, ikuti saja dulu...” ujar Chinmi.
“baiklah...”
Hayate tampak heran. ‘tapi kenapa harus lewat pepohonan?.’ Batin Hayate.
Setelah
sekitar lima menit Chinmi dan Hayate melompat dari satu cabang pohon ke cabang
pohon lainnya, akhirnya mereka kembali turun ke atas tanah.
“Nah
Chinmi, sekarang bisa kau beritahu kemana kita akan pergi?” tanya Hayate.
“Oh
ya, aku belum bilang kepadamu ya....” Chinmi tiba-tiba berhenti berjalan. “kita
akan menuju gua tempat pengujian diadakan.”
“Ujian
apa maksudmu?” tanya Hayate.
“Ujian
di hutan. Tempat itu adalah tempat berlatih untuk orang-orang yang lulus ujian.
Ujiannya masih sangat lama, dan aku yakin kau tak akan sempat melihatnya jika
tak kutunjukkan sekarang.” Terang Chinmi.
“apa
berarti aku akan diuji sekarang?” tanya Hayate.
“Maaf
tapi aku tak bisa mengujimu, hanya Kepala Biksu yang dapat membuka pintu yang
terkunci itu.” Kata Chinmi.
“Lalu
kenapa kau membawaku kalau begitu...” ujar Hayate agak kesal.
“Karena
kita akan melalui air terjun yang sangat indah sebelum kita sampai kesana.”
Kata Chinmi. “Lagipula apa kau tidak penasaran dengan gua itu?”
“Setelah
kau bilang begitu... Baiklah, kalau tempat itu benar-benar bagus maka aku tak
jadi kesal padamu.” Canda Hayate.
“hehehe
tenang saja...” ujar Chinmi. “kau tak akan menyesal.”
Tak
lama kemudian merekapun sampai di air terjun tersebut. “bagaimana pendapatmu?”
ujar Chinmi. “i, indah sekali...” jawab Hayate. “aku sering ke tempat ini...
tempat ini sangat bagus untuk melatih kedamaian batin” ujar Chinmi.
“ya,
aku setuju akan hal itu, meskipun tempat ini terpenuhi oleh suara air terjun,
bahkan kita harus berbicara lebih keras. Tapi tempat ini sangat alami.”
Komentar Hayate.
“Huaah
aku jadi ingin tidur siang.” Ujar Chinmi sambil berbaring di atas tanah.
“Hm,
kau benar. Aku juga...” kata Hayate ia pun ikut berbaring di sebelah Chinmi.
Keheningan
tersebut pun membawa Hayate ke alam mimpi.
Hayate
mulai membuka matanya, ‘hei dimana ini?’ ini di rumah sakit? Siapa yang
sakit?... lho, kenapa lagi-lagi tubuhku tak mau digerakkan?’ batin Hayate. Lalu
ia kembali terlelap.
“hei
bangunlah!” ujar Chinmi.
“hah
apa?!” Hayate terbangun.
“jangan
tertidur disini. Aku tahu kalau disini nyaman tapi jika kita tak segera kembali
maka akan kena masalah.” Kata Chinmi.
“Benarkah?”
Hayate langsung berdiri karena panik.
“enggak
juga sih, cuma bercanda. Tenang saja aku sudah mendapat izin kok!” kata Chinmi.
“Uh
kukira beneran, lagian kenapa tadi kita keluarnya tidak lewat gerbang saja
sih?” tanya Hayate.
“yah,
supaya murid-muridku tidak mengikuti kita, hehehe.” Jawab Chinmi. “karena
seperti yang kubilang tadi, jika aku tak mendapatkan izin dari Kepala Biksu,
kita juga tak akan bisa menuju gua itu.” Ujar Chinmi.
‘oh
ya tadi kita kan menuju gua.’ pikir Hayate.
“Apa
sebaiknya kita pulang saja?” tawar Chinmi iseng.
“jangan
bercanda, aku sudah sangat penasaran nih!” seru Hayate bersemangat.
“baguslah
kau bersemangat! Karena kita harus berjalan melalui hutan lagi.” Ujar Chinmi.
“haaah?
Benarkah... apa kita harus lewat atas pohon lagi?” tanya Hayate.
“tidak
usah, lagipula saat kita melewati pepohonan pun aku tak punya maksud tertentu.
Hanya karena aku suka saja. Hehehe.” Ungkap Chinmi.
“ah
kau ini...” ujar Hayate sambil meninju pundak Chinmi, “aku capek tahu karena
harus mengikutimu seperti itu.” Katanya lagi.
“hahaha,
ya sudah ayo kita ke gua itu!” ajak Chinmi, lalu mereka berdua pun melanjutkan
perjalanan singkat mereka menuju Gua tersebut.
‘kuharap
para serigala itu tidak menemukan kami...’ pikir Chinmi.
Setelah
melalui hutan akhirnya mereka sampai di Gua tersebut.
“Inikah
tempat yang kau maksud?” tanya Hayate. “Ya, tapi kau tidak boleh masuk
kedalamnya.” Ujar Chinmi.
“memangnya
kenapa?.”
“Tempat
ini khusus bagi orang yang benar-benar telah terlatih, aku pernah melaluinya.
Memang ujian didalamnya cukup berat. Kau masih belum diperbolehkan untuk masuk
kedalam.” Kata Chinmi.
“yah...
padahal aku sudah penasaran apa yang akan terjadi didalam...” ujar Hayate.
“tapi tak kusangka gua yang kau maksud itu ternyata ada di atas gunung seperti
ini.” Tambahnya sambil nyengir.
“Pemandangannya
cukup bagus bukan?” tanya Chinmi. “Ya, tidak mengecewakan lah...” jawab Hayate.
Kemudian mereka pun menghabiskan waktu sebentar disana untuk beristirahat
sambil melihat pemandangan disana.
Tiba-tiba
saja perut Chinmi berbunyi, begitu juga dengan Hayate. Mereka sudah lapar
rupanya.
“Sepertinya
kita sudah mulai lapar rupanya.” Kata Hayate. “Bagaimana kalau kita memancing
saja?” usul Chinmi.
Hayate
tersenyum simpul kemudian berkata, “Ah, tidak usah... sebaiknya kita kembali
saja. Apa jangan-jangan kau tak bisa tahan lapar, Pak Guru?” ledek Hayate
sambil menaik turunkan alisnya.
“Hahaha,
bukankah itu pertanyaanku? Baiklah kalau begitu kita kembali ke kuil dairin
sekarang.” Ujar Chinmi.
Merekapun
kembali menelusuri Hutan namun di tengah jalan hujan turun dengan cukup deras.
“Hei Hayate aku tahu ada jalan pintas disekitar sini. Ayo ikuti aku!” perintah
Chinmi. Hayate yang tak tahu jalan pun hanya mengikutinya.
Akhirnya
mereka sampai di tebing jurang. “He, hei... jangan bilang kalau kita harus
melompati jurang itu untuk menyebrang.” Kata Hayate. “Tenang
saja, luas jurang ini sama lebarnya dengan luas sungai yang tadi kau lompati”
kata Chinmi.
‘bukan
itu masalahnya. Kalau sungai yang tadi sih kalau kita jatuh, hanya baju yang
akan basah. Lain hal nya kalau jatuh di sini...’ pikir Hayate. Tanpa ia sadari
Chinmi sudah meloncat terlebih dahulu melewati jurang tersebut.
“lho,
lho...? dia sudah lompat duluan...” gumam Hayate.
“Ayolah
Hayate! Kau pasti bisa!” seru Chinmi dari seberang jurang menyemangati Hayate.
‘baiklah,
kalau Chinmi bisa, aku juga pasti bisa!’ tekad Hayate. Lalu ia pun mengambil
jarak beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang sebelum melompat.
Kemudian
Hayate berlari secepat yang ia bisa, lalu melompati jurang tersebut.
...*grusrak*...
“aku
berhasil...” gumam Hayate, ia berhasil meskipun ia mendarat tepat di tepi
jurang.
“baguslah,
ayo cepat kita harus pergi”, ujar Chinmi ia pun membalikkan badan.
“Baiklah”
jawab Hayate. Namun ketika ia baru saja akan bangkit, tanah yang ia pijak
longsor, Hayate pun terjatuh. “WAAAAA!!!”
Mendengar
jeritan Hayate, Chinmi segera membalikkan badan, “HAYATE!” serunya. Lalu tanpa
berpikir panjang ia pun melompat ke dalam jurang untuk menyelamatkan Hayate.
“tenanglah, aku akan segera kesana!” seru Chinmi.
Akhirnya
Chinmi sampai di tempat Hayate berada, tapi mereka masih terus terjatuh. ‘apa
yang harus aku lakukan, ini lebih sulit dibandingkan saat aku jatuh di Kan’an.’
Panik Chinmi.
“Chinmi,
apa dasar jurang ini berbatu-batu?” tanya Hayate.
“Tidak,
tapi tetap saja tekanan airnya....” jawab Chinmi.
‘kalau
begitu mungkin cara itu akan berhasil...’ pikir Hayate. “Chinmi, ikuti gerakanku
sekarang!.”. Hayate menyilangkan tangannya di dada dan menluruskan ujung jari
kakinya membentuk satu titik.
‘Ah
aku mengerti, jika kita menitik pusatkan tenaga di ujung kaki ada kemungkinan
kita dapat membelah air dan masuk ke dalam arus.’ Pikir Chinmi. Lalu ia pun
mengikuti perintah Hayate.
...*BYAAAR!*...
suara jatuh mereka cukup terdengar keras.
Setelah
mereka masuk ke dalam aliran sungai yang sangat lah deras itu, mereka terus
terbawa arus. “Guah! Akhirnya udara, hei dimana Hayate?” gumam Chinmi.
“Hayate!” seru Chinmi. “gawat!”, lalu ia menyelam untuk mencari Hayate.
Hayate
masih terbawa arus, pakaiannya itu membuatnya berat. Untung Chinmi berhasil
menangkapnya yang mulai kehilangan kesadarannya karena kekurangan udara.
“Bwah!” mereka berdua mengambil nafas sedalam-dalamnya. Chinmi segera menarik
Hayate ke pinggiran tebing, dan menangkap dahan pohon sebagai pegangan.
“Hayate,
lepaskan pakaianmu itu...” perintah Chinmi.
“aku
tahu...” jawab Hayate, lalu ia melepaskan jas yang selalu ia pakai. Setidaknya,
akhirnya ia dapat sedikit lebih bisa mengendalikan tubuhnya.
Lalu
Hayate segera mencari bongkaran batu sebagai pegangan. “Chinmi, tak ada apapun
yang bisa kupegang...” Ujar Hayate.
“Terus
cari dan cepatlah, sangat sulit untuk bertahan dengan satu tangan saja...!”
seru Chinmi. Hayate pun terus mencari tapi memang pinggiran tebing itu
sangatlah licin dan hampir tanpa celah.
Tanpa
sengaja pegangan Chinmi dengan Hayate terlepas, sehingga Hayate kembali
terseret arus. ‘gawat...’ batin Chinmi. Lalu Dia pun menyelam untuk mencari
Hayate.
Sementara
itu, karena terlalu lama didalam air tanpa sempat mengambil nafas, Hayate pun
tak sadarkan diri...
***
Aku
mulai membuka mataku, tapi... dimana ini? Lagi-lagi rumah sakit... apa ini juga
mimpi?
“Hei
Maria, Hayate sudah sadar!” Seru nona Nagi terdengar bahagia.
“Benarkah?”
jawab Maria dari arah luar ruangan.
“Hm?
Nona Nagi?...” gumamku.
“Yokatta...”
ujar Maria sambil berlinang air mata, begitu pula dengan nona Nagi.
“hei
ada apa?” kataku setengah sadar. ‘Tunggu bukannya tadi aku sedang terbawa arus
sungai bersama Chinmi?’ batinku.
“ada
apa Hayate?” tanya nona Nagi, ia terlihat cemas. Aku tak menjawab dengan
kata-kata hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“sebaiknya
aku panggil dokter terlebih dahulu!” kata Maria.
“ah,
aku tak suka dengan dokter itu, dia tampak seperti seorang badut dibandingkan
dokter...” gumam nona Nagi setelah Maria pergi.
“Hehe...”
aku hanya dapat tertawa pelan karena nafasku sesak.
“syukurlah
kau sudah bisa tertawa” ujar nona Nagi.
Tak
lama kemudian, Maria kembali keruangan ini bersama dengan seorang dokter yang
cukup gemuk dengan hidung yang tampak memerah, persis seperti gambaran nona
Nagi, seperti badut.
“wah
kau sudah sadar!” seru dokter tersebut. Ia pun memanggil suster untuk
membantunya memeriksaku, sayangnya suster yang ia panggil adalah ‘pekerja
baru’. Ia tampak gugup dan kikuk. Dan akhirnya nasib sial kembali menimpaku,
tiba-tiba saja suster baru tersebut terpeleset hingga terjatuh dan menekan
badanku. ‘Ukh sesak!’ seandainya saja aku bisa meneriakkan itu. Tapi karena
nafasku terlalu sesak aku pun kembali pingsan.
***
“Uhuk-uhuk...!”
Hayate terbatuk-batuk, ia mulai sadar dari pingsannya.
“Syukurlah
kau sudah sadar Hayate, keadaan kita sedang gawat, kalau kau tak segera sadar
bisa bahaya!” terang orang itu. Hayate yang belum tersadar sepenuhnya mulai
mendapatkan kembali pengelihatannya yang sempat kabur.
“Chinmi?!”
pekik Hayate. Ia melihat ke sekelilingnya. Sungai... ya, ia kembali ke sungai.
Mereka sedang berpijak pada sebuah batu yang cukup besar untuk menahan mereka
jika mereka tetap menegakkan badan ke arah yang berlawanan, tapi itu pastinya
akan menguras banyak tenaga.
‘lho?
Aku berada di sungai yang deras ini lagi? Bukankah tadi aku dirumah sakit?’
pikiran Hayate penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Sementara
itu hujannya semakin deras dan anginnya juga bertiup kencang.
“Bwah...
Hayate, sekarang tak ada pilihan lagi... kita harus mengikuti arus sungai ini.”
Ujar Chinmi setelah sebuah gelombang besar menerpa mereka.
“aku,
uhuk...uhuk... aku mengerti, tapi kemana arus ini akan membawa kita?” tanya
Hayate yang tadi sempat menelan air gelombang yang menerpa mereka tadi.
“Air
terjun. Arus ini akan membawa kita ke air terjun yang tadi kita lihat...” jawab
Chinmi.
Hayate
terkejut, “Kalau begitu kita bisa mati jika terkena tekanan air setelah
melewati air terjun itu!” sahut Hayate.
“Tidak,
ada satu cara.” Ujar Chinmi tegang. “apa kau percaya padaku?” katanya lagi
dengan lebih lembut. Hayate yang sempat meragukan Chinmi akhirnya percaya
dengan kata-katanya.
“Kalau
begitu pegang tanganku, lalu kita akan melepaskan pijakan kaki kita di batu
ini. Ingat! Jangan sampai kita terpisah!” tegas Chinmi. Hayate mengangguk
mengerti.
“kalau
begitu, mulai!” aba-aba Chinmi. Lalu mereka berdua pun melepaskan pijakan
mereka dan mulai terbawa arus. Mereka terbawa arus dengan berusaha agar kepala
tetap diatas, dan jika ada batu yang akan mereka tabrak Chinmi segera
menendangnya agar mereka menjauh dari sana.
“Chinmi,
air terjunnya sudah di depan. Lalu apa?” tanya Hayate yang mulai panik.
“Kau
lihat batu disana? Kita akan melompati air terjun dengan berpijak disana.”
Perintah Chinmi.
“apa
kau sudah gila?!” pekik Hayate spontan.
Chinmi
tak dapat menjawab keterkejutan Hayate. “Maaf, maksudku apa kau yakin?” tanya
Hayate.
“tentu
saja, percaya padaku ini akan berhasil!” kali ini Chinmi menjawab dengan penuh
percaya diri.
‘baiklah
Chinmi, aku mempercayaimu...’ batin Hayate.
Batu
tersebut mulai mendekat.... Mulai Mendekat!... “Lompat!” seru Chinmi. Mereka
berdua pun melompat dengan sekuat tenaga.
Namun
pada detik-detik terakhir sebelum mereka menyentuh permukaan air, Chinmi
menyadari sesuatu dan mendorong Hayate menjauh darinya.
...*Byar!!*...
kali ini suara jatuhnya mereka tenggelam dalam deruan suara hujan.
‘Aku
harus ke permukaan, lalu mencari Chinmi’ pikir Hayate. Lalu ia pun berenang ke
atas permukaan. Sepertinya ia sedang beruntung karena dapat ke permukaan dengan
mudahnya. Tapi lain halnya dengan Chinmi yang tengah merasakan kesakitan di
kaki kirinya, meskipun Chinmi sudah sampai di permukaan terlebih dahulu
dibandingkan Hayate.
“He,
hei Chinmi, ada apa?” tanya Hayate.
“Sebaiknya
kita ke tepian terlebih dahulu...” jawab Chinmi. Hayate pun membantu Chinmi
menuju ke tepian.
Begitu
sampai, Hayate kembali menanyakan pertanyaannya tadi. “ada apa?” tanyanya.
“Kurasa
kakiku membentur batu saat kita terjun.” Jawab Chinmi sambil menggulung
celananya untuk melihat kakinya. Ada luka memar yang tampak terlihat jelas di
asal sumber sakit. ‘akh, kurasa tulangku tak sampai retak ataupun patah,
syukurlah’ batin Chinmi.
“Batu?
Tapi aku tak melihat ada satupun batu, saat kita terjun tadi...” sahut Hayate.
“memang
tak kelihatan, aku bahkan baru merasakannya saat kita hampir mencapai permukaan
air.” Kata Chinmi.
“kau
merasakannya?” gumam Hayate, tapi Chinmi tidak menjawab. ‘jadi tadi saat ia
mendorongku, dia menyelamatkanku? Ah, kalau aku yang terkena batu itu mungkin
kakiku sudah patah...’ pikir Hayate.
“Chinmi,
sebaiknya kakimu itu segera kita obati di kuil dairin, lagi pula hujannya sudah
mulai mereda.” Saran Hayate.
“ya,
aku juga berpikiran sama, kita akan beristirahat begitu sampai di kuil...” kata
Chinmi sambil tersenyum seolah tak terjadi apapun.
“Apa
kau masih bisa berjalan Chinmi?” tanya Hayate.
“Tenang
saja, luka seperti ini bukanlah masalah bagiku.” Jawab Chinmi santai.
“hahaha
begitu ya?” kata Hayate, lalu merekapun meninggalkan tempat itu dan kembali ke
kuil dairin, melalui Hutan lebat yang tadi juga mereka lalui.
***
belum
jauh mereka berdua berjalan kembali dari tepi sungai, Chinmi tiba-tiba berhenti
melangkah.
“Ada
apa?” tanya Hayate.
“sepertinya kita tak bisa pulang secepat
itu...” ujar Chinmi. “kita kedatangan tamu, Hayate”
“Hm?”
gumam Hayate, dan benar seperti yang Chinmi bilang mereka kedatangan ‘tamu’
yaitu delapan ekor serigala lapar yang sekarang telah mengepung mereka.
“se, serigala?” kata Hayate terkejut. ‘apa
Serigala-serigala ini yang menyerang Kuppa beberapa hari yang lalu?’ batin
Chinmi.
‘huh
padahal saat berangkat tadi aku sengaja memilih lewat pepohonan agar tidak
bertemu mereka. Tapi sekarang...’batin Chinmi geram. Dengan spontan mereka
berdua membentuk formasi saling melindungi punggung satu sama lain.
“Apa kau ada rencana, Chinmi?” tanya Hayate
yang tengah kebingungan. Namun melihat dari ekspresi Chinmi, Hayate dapat
menyimpulkan satu hal, “Kita tak bisa lari... Jika kita tidak mengalahkan
mereka disini, bisa saja orang lain akan diserang seperti ini. Benar kan?”
Ujarnya lagi dengan sedikit lebih percaya diri.
Chinmi
mengangguk membenarkan, “kita harus melawan mereka, Hayate. Lagipula kita telah
bertarung bersama saat di Ibukota. Jadi kuyakin kita pasti bisa mengalahkan
mereka dengan mudah...” ujar Chinmi tanpa terpancarkan sedikitpun rasa takut
diwajahnya.
Kata-kata
Chinmi tersebut membuat Hayate bersemangat. “kau benar, kita tak boleh
menyerah”. Kata Hayate dengan semangat membara.
Baru
saja Hayate selesai berkata-kata, para serigala tersebut mulai menyerang
mereka, baik Chinmi maupun Hayate sulit untuk bertahan karena mereka hanya
bertangan kosong terutama Chinmi dengan cedera di kaki kirinya.
Meskipun
mereka berdua tidak terkena gigitan para serigala tersebut, mereka berdua
mendapat banyak luka goresan akibat dari cakaran mereka. Sekarang mereka berdua
sedang dalam keadaan terdesak.
‘Cih,
mereka kuat sekali aku harus menggunakan kungfu peremuk tulang’ pikir Chinmi.
Ia pun menggunakan salah satu jurus pamungkasnya yaitu kungfu peremuk tulang
yang dulu dia pelajari dari guru Yosen. Jurusnya itu mengenai seekor serigala
dan dua ekor lainnya yang terkena efeknya secara tidak langsung. Salah satu
serigala tersebut mati, dan dia adalah serigala yang terbesar jika
dibanding-kan yang lainnya.
Melihat
salah satu anggota kelompoknya mati, Para serigala tersebut segera menyerang
Chinmi secara bersamaan, termasuk serigala yang tadinya menyerang Hayate.
“Chinmi!”
seru Hayate, Chinmi di serbu oleh kelima serigala yang tersisa. Chinmi
benar-benar dalam keadaan bahaya, dia tidak dapat menghindar dari keseluruhan serangan
liar para serigala itu. Meskipun telah berjuang mati-matian dan tentu saja
Hayate juga membantunya, Chinmi sempat lengah sehingga kakinya digigit oleh salah
seekor serigala.
“AAAARGH!”
pekik Chinmi. Spontan ia memukul serigala tersebut tepat di kepalanya hingga
serigala itu pingsan. Hayate tadi sempat mengambil sebuah batang kayu ketika
ada kesempatan, sehingga ia dapat memukul mundur keenam serigala lainnya dengan
menggunakan teknik kendo yang pernah ia pelajari.
Hayate
segera menghampiri Chinmi yang. “Chinmi, sebaiknya kita segera obati kakimu
itu” kata Hayate setelah memeriksa luka Chinmi, kali ini kaki kanannya yang
terluka.
“I,
ini sih bukan masalah. Aku masih bisa berjalan kok. Untungnya kakiku tidak
sampai terkoyak”. Jawab Chinmi sambil menyembunyikan rasa sakit luar biasa di
kaki kanannya yang terluka oleh gigitan serigala tadi. Hayate segera merobek
kain bajunya untuk mengikat kaki Chinmi agar pendarahannya terhenti.
“Nah,
setidaknya kau tak akan kehilangan banyak darah...” ujar Hayate. “sekarang
sebaiknya kita lebih bergegas kembali ke kuil.” Katanya lagi.
“ya,
kau benar.” Jawab Chinmi sambil berusaha berdiri.
“Sini,
kubantu...” Hayate mengulurkan tangannya.
“terima
kasih.” Jawab Chinmi menerima bantuan Hayate. Lalu mereka berduapun kembali
meneruskan perjalanan mereka.
***
Setelah berjalan cukup lama akhirnya Chinmi
dan Hayate sampai di tempat mereka keluar kuil tadi, “nah sekarang kita tinggal
memutar...” ujar Chinmi.
“Ayo
semangat, Hayate! Kita sudah hampir sampai!” seru Chinmi menyemangati Hayate.
“sebenarnya
aku lebih menghawatirkan lukamu dibandingkan kondisiku yang sedang prima ini...”
jawab Hayate dengan nada ceria. “Hahaha begitu ya? tak usah khawatir, lukaku
ini akan lekas sembuh begitu sudah diobati di kuil dairin...” elak Chinmi.
Hayate
tersenyum simpul, “Hehe, seperti yang kuharapkan dari seorang pengajar di kuil dairin.” Kata Hayate. “Lagipula,
sebenarnya aku penasaran bagaimana reaksi murid-muridmu jika ia melihatmu terluka
seperti ini.” Candanya. “mungkin mereka pikir kita habis berkelahi...” timpal
Chinmi.
“Hahahaha...”
mereka berdua pun tertawa. Namun tawa mereka segera terhenti begitu melihat
keadaan di dalam kuil. Semua orang pingsan!
Mereka
berdua pun syok. “a, apa yang telah terjadi disini...” gumam Hayate.
Dengan
sama terkejutnya Chinmi berkata, “entahlah.” Jawab Chinmi apa adanya.
Saat
mereka berdua sedang mencoba membangunkan mereka serta menolong mereka yang
terluka, seseorang menggumam dibelakang Hayate. “ke, kepala biks... su”
gumamnya lemah. Hayate pun menengok.
“Gunte!”
seru Hayate. Chinmi pun segera menghampiri mereka berdua.
Gunte
mulai tersadar, begitu ia melihat gurunya telah berada disampingnya ia berkata,
“p, pak guru?... selamatkan... selamatkan Biksu Rhoi d, dan Kepala Biksu...”
bisiknya.
“Sudah
jangan bicara lagi, aku akan mencari pertolongan untuk kalian semua.” Ujar
Chinmi. Namun ketika ia hendak berdiri, tangan Gunte menahan tangannya.
“Ja,
jangan pergi... Tolong mereka... Pak guru... ka, kaulah yang mereka cari.” Kata
Gunte, sambil berusaha berdiri.
“Baiklah,
aku tak akan ke desa, tapi kau jangan bergerak. Apa kau tahu dimana mereka?”
tanya Chinmi lembut. Gunte mengangguk lalu menunjuk ke arah kuil.
“Hayate,
kau tunggulah disini, kalau bisa carilah bantuan dari penduduk sekitar. Aku
akan menyelamatkan Pak Tua dan Kepala Biksu.” Perintah Chinmi, kemudian ia
berlari ke arah kuil.
“baik!”
jawab Hayate. Tapi sama seperti Chinmi, tangannya juga ditahan oleh Gunte
ketika ia akan berdiri. “Hayate, kau... pergilah dengan Guru, Gerombolan
Mogui... mereka sangat kuat... a, aku tak yakin kalau Pak Guru dapat melawan mereka
sendirian dengan luka seperti itu...” kata Gunte.
“Tapi
kan...” Hayate hendak mengelak.
“Kumohon,
lakukanlah...” ujar Gunte. “Kami tak akan kenapa-kenapa meskipun tak ada yang
menolong...” katanya lagi.
“Lagipula
mereka... uh... bos mereka bernama Kwon Liun... Kau mengenalinya bukan?...”
ujar Gunte lagi.
“apa?!”
pekik Hayate.
“maaf aku lupa memberitahu...” kata Gunte,
lalu ia tak sadarkan diri.
“he,
hei bangun...” panik Hayate. Tapi kemudian terdengar suara mendengkur. ‘ah
kurasa dia hanya kelelahan. Dasar bikin orang panik saja’ batin Hayate.
“Kalau begitu...” Hayate bingung antara
menolong mereka seperti perintah Chinmi, atau pergi bersama Chinmi seperti kata
Gunte.
“Baiklah,
aku akan mengikuti kata-katamu, Gunte...” jawab Hayate mantap.
Hayate
pun menidurkan Gunte di atas tanah dan berdiri, “Hayate!” panggil Chinmi yang
baru saja keluar dari kuil. Chinmi berlari ke arah luar. “ayo kita harus segera
menyelamatkan Kepala Biksu dan teman-temanmu.” Ujarnya.
Hayate
mengangguk, lalu mereka pun menuju suatu tempat. Tempat yang memang ditujukan
untuk mereka.
***
Kembali
ke 10 menit yang lalu...
‘Aku
tak percaya dengan yang baru saja ku lihat...’ batin Chinmi gusar.
“Pak
Tua! Kepala Biksu! Dimana kalian!” seru Chinmi keras-keras.
“uuh...”
seseorang menggumam. Itu Biksu Rhoi! Dan disebelahnya juga terbaring Goku.
“Pak
Tua! Goku!” seru Chinmi sambil mendekat ke arah mereka berdua.
“Chinmi?
Kau kah itu?” ujar Biksu Rhoi. Ia berusaha untuk bangkit, setidaknya duduk.
Nampaknya ia tidak terluka berat, tidak seperti yang lainnya. Ternyata ia hanya
dilumpuhkan persendiannya, Chinmi yang tak bisa berbuat apa-apa hanya
mendekatinya.
“Chinmi,
apa yang terjadi dengan mu?” tanya Biksu Rhoi yang melihat kedua kaki Chinmi. “Ini
bukan apa-apa... Pak Tua, apa yang terjadi?” Chinmi malah balik bertanya.
“Tadi,
ada seseorang yang mencarimu, namanya Kwon Liun. Namun kau tak dapat ditemukan
dimanapun. Ia tampak kesal saat Kepala Biksu bilang kau sedang pergi ke suatu
tempat, ia pun menyuruh anak buahnya untuk menculik Kepala Biksu, aku dan yang
lainnya tak bisa menahan mereka. Kepala Biksu tidak melawan sama sekali karena jika
ia melawan mereka maka mereka akan membunuh semua yang ada disini, serta
beberapa penduduk desa yang sudah menjadi sandera sebelum mereka sampai ke sini.”
Cerita Biksu Rhoi.
“seorang
anak buah Kwon Liun melumpuhkanku dengan menyerang persendianku sehingga tak
dapat bergerak banyak. Begitu ia tahu bahwa Hayate juga ada disini mereka
bilang akan menyandera Kepala Biksu dan juga kedua gadis Jepang yang merupakan
teman dari Hayate, sampai kau kembali. Dia menyuruhmu untuk pergi di tempat
dimana Ryukai dan Won pertama kali bertemu, Lembah Kyokuho.” Terangnya.
“Kalau
begitu aku akan ke sana!” ujar Chinmi.
“Baiklah,
tapi kuperingatkan...! Gerombolan Mogui, mereka itu tidak hanya berjumlah
banyak, tenaga mereka juga sangatlah
kuat terutama Kwon Liun, pemimpin mereka.” Kata Biksu Rhoi.
Chinmi
terdiam sejenak. “tenang saja Kepala Biksu pasti akan kubawa kembali kemari
dengan selamat” ujar Chinmi. Lalu ia pun berdiri dengan niat segera pergi ke
lembah yang dimaksud, namun ia teringat sesuatu. “oh ya, apa tak apa-apa jika
aku pergi sekarang? Bagaimana dengan kalian semua” katanya lagi. Sekarang
Chinmi bingung antara menolong teman-temannya terlebih dahulu atau pergi menyelamatkan
Kepala Biksu, Maria, dan Nagi.
“Sudah
pergi saja!” seru Biksu Rhoi.
Chinmi
mengangguk mengerti dan segera pergi.
***
“Hei
Chinmi, apa kau tahu ke mana kita harus pergi?” tanya Hayate.
“Ya,
aku tahu...” jawab Chinmi sambi terus menuruni tangga dengan cepat. Belum
sampai mereka di gerbang bawah, mereka berpas-pasan dengan 2 orang yang tak
asing lagi bagi Chinmi. “Ryukai! Riki!” seru Chinmi.
“Eh, Chinmi. Mau kemana kau? Sepertinya
terburu-buru sekali?” tanya Ryukai yang sebenarnya juga tampak terburu-buru
menuju kuil dairin.
“Ah, kita mendapat masalah di kuil dairin...”
ujar Chinmi. “Kalian juga tampaknya terburu-buru, ada apa?”.
“Di
desa telah terjadi kekacauan akibat serangan dari Gerombolan Mogui.” Terang
Riki. “Ketika kami dalam perjalan kembali ke sini, desa tersebut telah dalam
keadaan yang buruk, menurut penduduk desa mereka diserang oleh segerombolan
orang sekitar 3 jam yang lalu, karena itulah kami hendak meminta bantuan ke
kuil dairin.”
“Tapi
kurasa itu tak akan terjadi...” komentar Hayate.
“hm?
Dan kau siapa?” tanya Ryukai.
“Ah
maaf, aku lupa mengenalkan diri, namaku Hayate Ayasaki. Mohon maaf tapi kami
berdua harus bergegas”. Kata Hayate.
Ryukai
tampak heran, “Apa maksudmu dengan ‘tidak akan terjadi’?” tanyanya.
“sesuatu
yang buruk juga telah terjadi di kuil dairin.” Jawab Chinmi.
“sesuatu
yang buruk?” tanya Riki.
“benar....”
Jawab Chinmi. Ia pun menceritakan sedikit mengenai situasi di atas.
“Jadi
kalian akan pergi untuk melawan Kwon Liun? Hanya kalian berdua?” tanya Ryukai.
“Benar...”
jawab Hayate mantap.
“Ryukai,
Riki, tolong kalian bantu teman-teman kita yang terluka. Mengenai Kwon Liun,
serahkan saja dia pada kami. Kami mengandalkan kalian!.” seru Chinmi tanpa
menoleh lagi ke atas.
Ryukai
dan Riki tak dapat berkomentar lagi. Mereka pun bertindak seperti usulan
Chinmi. Jadi mereka berdua pun meneruskan perjalanan mereka ke kuil dairin
untuk melihat keadaan dan situasi.
***
“Chinmi,
sebenarnya orang-orang yang tadi siapa?” tanya Hayate, sambil terus berlari.
“mereka
adalah guru sekaligus teman ku.” Jawab Chinmi.
“Hm...
begitukah? Lalu kenapa kau tak ajak mereka untuk membantu kita?” ujar Hayate.
Chinmi
menggeleng sedikit, “kurasa hanya dengan kita berdua saja sudah cukup, lagipula
orang-orang di kuil lebih memerlukan bantuan mereka berdua.” Jawabnya. Hayate
pun diam, ia setuju dengan Chinmi.
Akhirnya
mereka berdua pun sampai di tempat tujuan mereka, Lembah Kyohuko.
“kita
sudah sampai? Tapi dimana mereka?” tanya Hayate sambil celingukan mencari orang
yang menantang Chinmi. “seharusnya mereka disini.” Ujar Chinmi yang juga kebingungan,
karena baik Kwon Liun maupun anak buahnya tidak terlihat sama sekali.
“Hm...
berani juga kau untuk muncul, Chinmi...” ujar seseorang dari arah belakang
Hayate dan Chinmi. Chinmi dan Hayate pun membalikkan badan. ...*traaang*... Tanpa
mereka sadari mereka telah dikepung oleh prajurit-prajurit dari Gerombolan
Mogui. Mereka mengepung Chinmi dan Hayate dengan pedang, sesuai dengan komando Reiken,
orang yang merupakan tangan kanan Kwon Liun.
“ay
ya ya, ternyata yang harus kita lawan hanyalah bocah?.” Ujar Zingai.
“berarti
Shao, dan Shoen memang keterlaluan. Bisa-bisanya mereka kalah dari bocah-bocah
ini” kata So Han.
“Hei,
So Han, tampaknya bocah yang waktu itu juga ada disini...” ujar Zingai.
“Tak
kusangka kalau kau akan membawa teman, Chinmi. Apa kau takut melawan kami
sendirian?” ledek Jinwon.
“Tidak,
tidak, aku mengajaknya kemari karena kedua temannya telah kau culik.” Ujar
Chinmi dengan tenang.
“Hm
yang mana ya? Maaf kami tak ingat siapa saja yang telah kami jual ataupun kami
bunuh” kata So Han.
Hayate
mulai naik darah, “katakan dimana mereka!” serunya.
“wah,
wah, wah, jangan marah begitu tikus kecil.” Ledek Zingai.
“cih...
tikus katamu...” gumam Hayate kesal.
“hei
tenanglah, Hayate” bisik Chinmi mengingatkan.
“tanganku
sudah gatal nih...” ujar Zingai.
“Kami
yang akan menjadi lawanmu...” ujar So Han. Yang saat ini akan menghadapi Chinmi
dan Hayate adalah Zingai dan So Han sementara Shoen dan Shao memimpin prajurit
Gerombolan Mogui yang lainnya.
“Oh
begitu kah?” ujar Chinmi sambil memasang kuda-kuda.
“kalau
begitu, sebaiknya cepat kita selesaikan, aku ingin segera bergabung dengan
pesta di markas utama kita...” Ujar So Han santai.
“Apa
katamu!!!” seru Hayate kesal, iapun menyerang So Han. Akan tetapi serangannya
itu dapat ditepis oleh So Han dengan mudah, bahkan Hayate malah terpental
darinya.
“hahaha
bodoh sekali, asal kau tahu kau bahkan bukan tandingan kami, apalagi Kakak.”
Kata Zingai sombong.
“sudah
kau diam saja!” seru Hayate sambil bangkit dan kembali menyerang, tapi kali ini
ia mengincar Zingai. Tapi serangannya juga ditangkisnya.
“Kalau begini sih... Kak Reiken dan Kak Jinwon,
serahkan saja ini padaku” ujar So Han yang berusaha terdengar sopan, padahal
kelakuannya itu tidak cocok dengan perangainya.
“Jangan
pelit begitu, So Han, setidaknya bagi aku satu...” timpal Zingai.
“Terserah
kalian saja deh, ayo Jinwon” ujar orang yang bernama Reiken.
“Cih,
bahkan tanpa kau beritahu aku juga akan pergi, tugasku kali ini hanya
melaporkan ke Kak Kwon Liun saja. Yah kalau begitu sampai jumpa!” jawab orang
yang bernama Jinwon.
“Kalian
pikir kalian mau kemana?” seru Chinmi sambil menyerang Reiken. Tapi tangannya
tertangkap jaring-jaring tipis dari benang.
“hehehe
kaulah yang tak bisa kemana-mana.” jawab Zingai, ternyata benang yang mengikat
tangan Chinmi adalah senjatanya.
“Ya
sudah, kalian bersenang-senang lah!” seru Reiken.
So
Han mengeluarkan pedang kembar kebanggaannya, “Nah saatnya bersenang-senang!”.
***
Sementara
itu, kembali di kuil dairin...
“A,
apa yang terjadi disini?” tanya Ryukai begitu ia dan Riki sampai di kuil
dairin.
“Berarti
benar apa yang Chinmi katakan tadi. Ryukai, sebaiknya kau cari bantuan dari
para penduduk. Aku akan mengobati mereka sebisaku terlebih dahulu.” Ujar Riki.
Lalu
mereka berdua pun melakukan apa yang telah mereka setujui itu.
‘Chinmi,
sebenarnya apa yang telah terjadi?’ batin Ryukai.
***
“OK,
saatnya berpesta...” ujar So Han.
“Kau
jangan mencuri mangsaku ya...” peringat Zingai. “Hah tenang saja, meskipun aku
telah selesai dengannya pun, aku tak sudi untuk membantumu.” Jawab So Han.
Seperti biasa mereka berdua memang tak bisa akur. Akan tetapi jika sudah
mendapat perintah dari Kwon Liun hal apapun akan mereka laksanakan.
*whis...
wus... srak...*. So Han mulai menyerang Hayate dengan pedang kembarnya. Dengan
sigap Hayate melompat-lompat untuk menghindar, hingga tanpa ia sadari ia telah
terpisah dari pertarungan Chinmi dengan Zingai.
“Oi
oi, kau tak akan bisa menang jika terus menghindar seperti itu...” kata So Han
tanpa menghentikan serangannya.
“Kalau
begitu... Hiat...” Hayate berputar lalu melompat cukup tinggi dan bermaksud
untuk menendang So Han. ‘meskipun jika dibandingkan dengan murid-murid Chinmi
yang lainnya aku adalah yang paling lemah, akan tetapi aku harus melawan orang
ini dengan sekuat tenaga...’ batin Hayate.
‘hehehe
tendangan lurus seperti itu mana mungkin bisa mengenaiku...’ pikir So Han. Tapi
ternyata dia salah perkiraan ternyata Hayate tidak menyerang dengan tendangan
lurus melainkan dengan tendangan berputar. Wajah So Han pun kena tendangan
Hayate sehingga pipi kanannya terluka sedikit.
So
Han menyentuh pipinya yang terluka lalu menjilat darahnya sendiri. “hm... kau
lumayan juga...” ujarnya. ‘aih orang ini terlalu banyak bicara...’ pikir
Hayate, lalu ia pun kembali menyerang So Han, kali ini ia menggunakan serangan
jarak dekat yang tentunya beresiko tinggi jika melawan orang yang menggunakan
pedang.
*bak...
buk...* berkali-kali tendangan dan pukulan Hayate mengenai tubuh So Han, tetapi
So Han tak menunjukkan ekspresi kesakitan maupun lelah bahkan Hayate lah yang
merasakan sakit pada tinju dan kakinya. ‘Cih apa yang terjadi... orang ini...
orang ini mengeluarkan aura yang berbeda dari sebelumnya’ batin Hayate.
‘sebaiknya aku mundur dulu. Lalu Hayate pun salto ke belakang sebanyak 3 kali
untuk mengatur jarak.
“Hehehe...
sudah menyerah?” ledek So Han.
“maaf,
aku tak mengerti dengan apa yang kau ucapkan” balas Hayate. ‘aku tidak bisa
menyerah sekarang, nona Nagi dan Maria pasti butuh pertolongan sekarang’
pikirnya.
“Hahaha
dasar bocah yang sombong...” jawab So Han.
***
‘Bagaimana dengan Hayate ya? aku
harus segera menyelesaikan pertarungan ini dan segera membantunya...’ batin
Chinmi. Ia pun memasang kuda-kuda, dan begitu kesempatan datang, ia pun
menyerang, “Terima ini!” Chinmi menendang punggung Zingai dengan tendangan
berputar sekuat tenaga. Akibatnya, Zingai yang ukuran tubuhnya sama dengan
Chinmi itu pun terpental, kemudian tersungkur di tanah.
“Ukh...” gumam Chinmi, ternyata
jurusnya itu juga berdampak kepada luka di kakinya, yang tampaknya sedikit
terbuka. ‘Apakah berhasil? Hh... hh...’ pikir Chinmi. Ia menunggu untuk
memastikan akan tetapi Zingai tidak bangun-bangun juga.
‘sepertinya, dia benar-benar
sudah KO, kalau begitu aku harus segera menolong Hayate...’ batin Chinmi, ia
pun membalikkan badan dengan niat hendak menuju pertarungan Hayate vs So Han,
akan tetapi ia dihadang oleh Shao, Shoen dan anak buah Kwon Liun lainnya.
“Minggir kalian...” ujar Chinmi
dengan nada yang terdengar pelan, tampaknya rasa lelah mulai mempengaruhinya,
Akan tetapi kedua kakinya tak bisa ia gunakan untuk berjalan. Mereka terikat
benang!.
“Ah, benang-benang ini...” keluh
Chinmi. “uhuk... uhuk... Chinmi, urusanku denganmu, uhuk... belum selesai...”
ujar Zingai seraya bangkit dan menyeka darah di mulutnya.
“Ternyata kau belum kalah ya?”
ujar Chinmi lalu membalikkan badan dengan cara melompat karena kedua kakinya
telah terikat.
“itu adakah kata-kataku!” ujar
Zingai sambil mengeluarkan sebuah cambuk yang ujungnya hanyalah seutas benang.
Namun benang tersebut dapat ia tegakkan, layaknya sebuah pedang tipis. “Jadi
kau juga bisa mengatur tenaga dalammu...” kata Chinmi.
Tanpa mengatakan apapun lagi
Zingai berlari ke arah Chinmi dan menyerangnya dengan cambuk sekaligus
pedangnya. Apabila Chinmi berhasil menghindari hunusan pedang, maka pedang itu
akan kembali menjadi cambuk dan menyambit Chinmi. ...*srak srak, buk bak,
srak*... pertarungan kembali memanas.
***
Kembali ke pertarungan Hayate dan
So Han...
Hayate telah mendapat banyak luka
dari pedang kembar milik So Han, ditambah lagi ia juga sudah lelah sejak ia dan
Chinmi berhasil selamat dari air terjun tadi. ‘hh... hh... dia kuat, tapi...
tapi tak berarti aku tak bisa mengalahkannya hh... hh...’ batin Hayate dengan
semangat membara, yang bahkan membakar rasa lelahnya. Hayate menyerang dengan
gerakan yang semakin lama semakin bertambah cepat, akan tetapi gerakannya mulai
menjadi liar dan tak teratur.
“Hahaha!! Kau pikir kau bisa
mengalahkanku hanya dengan gerakanmu yang tidak jelas ini?” ledek So Han. ‘dia
benar, aku harus dapat mengendalikan diri terlebih dahulu...’ pikir Hayate, dia
pun salto ke belakang sebanyak 3 kali untuk mengambil jarak dengan So Han, ia
berniat untuk mengatur nafasnya terlebih dahulu.
‘ketenangan batin... Jangan kau
lupakan itu Hayate.’ pikir Hayate kepada dirinya sendiri. “Jangan Harap kau
bisa kabur!!!” seru So Han, dia kembali menyerang Hayate. Namun kali ini Hayate
dapat menghindarinya dengan sempurna.
Hayate terus menghindar sampai pada akhirnya
sebuah kesempatan muncul. Tanpa berbasa-basi lagi ia pun menyerang So Han
dengan menendang pedang kembar milik So Han ...* Trak! Trak!*... kedua pedang
tersebutpun terlepas dari genggaman So Han.
“Kurang ajar...” gumam So Han.
“Kau pikir aku tak dapat mengalahkanmu tanpa pedang-pedangku?” ujar So Han. Ia
berlari maju dan kemudian meninju Hayate tepat di perutnya. ...*buuuk*... suara
pukulannya terdengar cukup keras. “Kah...” erang Hayate yang terpental akibat
pukulan So Han.
‘Si, sial...’ batin Hayate kesal.
***
...*Bak... Sret... Buk... Srat...*
...
Chinmi
berhasil menghindari beberapa serangan dari pedang cambuk milik Zingai. ‘tak
ada waktu lagi...’ pikir Chinmi. Meskipun begitu, ia belum melihat adanya
peluang baginya untuk menyerang balik Zingai. Sementara itu, tiba-tiba saja
terdengar suara pukulan yang cukup keras dari arah tempat Hayate dan So Han
bertarung, kemudian diikuti oleh suara rintihan Hayate.
“Oi,
Hayate!...” seru Chinmi cemas, ia memang tidak bisa melihat pertarungan Hayate
karena anak buah Kwon Liun yang sedari tadi mengepung mereka selayaknya ‘arena’
dengan pagar pedang diselilingnya. ‘aku harus segera menolong Hayate,
kedengarannya ia dalam situasi yang berbahaya’ batin Chinmi. Dan tepat pada
saat itu, Chinmi melihat adanya kesempatan untuk menyerang, ia pun tak
menyia-nyiakannya.
Chinmi
pun menggunakan teknik andalannya, “jurus peremuk tulang!”.
Jurusnya
itu membuat Zingai akhirnya tumbang. Meskipun serangan terakhirnya sempat
mengenai tubuh Chinmi, pedangnya kini menusuk bahu kanannya, pedang itupun
kembali menjadi seutas benang biasa setelah Zingai tumbang. Chinmi pun mengambil
cambuk itu dan membuangnya agar tak dapat diambil lagi oleh Zingai.
‘tidak
mungkin... bos Zingai kalah ?!’ syok Shao yang bertugas memimpin pasukan yang
menjadi ‘pagar arena’ pertarungan Chinmi vs Zingai.
“Baiklah,
sekarang aku harus membantu Hayate...” ujar Chinmi. “Tak akan ku biarkan kau
lewat!” seru Shao kesal. “semuanya! formasi ‘badai gila’!” perintahnya. Para prajurit
bawahan Kwon Liun pun membentuk sebuah arena yang lebih kecil, dengan beberapa
orang masuk kedalam arena dan mulai berputar-putar kearah Chinmi dengan pedang
mereka.
“jangan
mengganggu!” ujar Chinmi.
Akan
tetapi semua serangan yang ditujukan kepada Chinmi hanya sia-sia saja, karena
Chinmi dapat mengatasi mereka semua dengan mudahnya.
“bukankah
sudah kukatakan untuk tidak mengganggu?...” gumam Chinmi. Kali ini ia berniat
untuk menerobos ‘arena’ disekelilingnya. Jadi ia mengambil posisi untuk
melompat tinggi dengan cara berputar terlebih dahulu seperti yang pernah ia
lakukan saat melawan ‘kungfu angin puyuh’.
“Hiaaaat!!!....”
Chinmi melompat cukup tinggi. Ia sempat
berpijak di kepala dua orang dari anak buah Kwon Liun, sehingga ia dapat
keluar dari ‘arena’ nya dan sekaligus masuk ke dalam ‘arena’ Hayate vs So Han.
Tepat disaat Hayate dalam keadaan yang sangat berbahaya.
***
So Han yang sudah tidak memiliki kedua
pedangnya itu berniat untuk ‘menghabisi’ Hayate dengan kedua tinjunya yang tak
kalah menakutkan dari pedang kembarnya.
“Rasakan
ini!” seru So Han sambil melancarkan tinjunya ke arah Hayate yang bahkan tak
sempat untuk berdiri kembali.
...*Braaaak!*...
sebuah tendangan berhasil menepisnya. Itu Chinmi!
“Chi,
Chinmi?” gumam Hayate.
“Hehehe
maaf ya, aku mengganggu duel kalian...” ujar Chinmi kepada So Han. “tapi kami
harus buru-buru, benar kan Hayate?” katanya lagi. Hayate masih terdiam, ini
kedua kalinya ia ditolong oleh Chinmi.
“Cih,
meskipun ada seorang lagi ataupun sepuluh orang lagi, tak jadi masalah
buatku...” jawab So Han.
“Kalau
begitu tak akan jadi masalah jika kau kukalahkan bukan?” Ujar Chinmi sambil
menyerang secara beruntun. Semua gerakannya sangat berpengaruh terhadap So Han
yang memang juga sudah cukup terluka oleh Hayate. Namun karena ada sebuah
pukulan yang berhasil dihindari oleh So Han, ia pun berpeluang untuk memukul
Chinmi hingga Chinmi kini tersungkur di atas tanah.
“mengalahkanku
katamu? Makan dulu, tinjuku ini!” seru So Han. Akan tetapi ia sudah rubuh
akibat terkena tendangan Hayate di kiri kepalanya, sebelum ia sempat menyiapkan
pukulannya.
“Fiuh...
hampir saja....” kata Chinmi lega. “terima kasih ya!” katanya lagi.
“Justru
aku yang harus bilang begitu...” ungkap Hayate, sambil menjulurkan tangannya
agar Chinmi dapat berdiri. “Lagipula tanpa aku tolong pun kau sudah siap untuk menjatuhkan
nya bukan?”. Ujarnya lagi seolah tahu segalanya.
“Ya...”
Chinmi hanya nyengir karena apa yang dikatakan Hayate memang benar.
“Yosh...
kedua orang itu sudah dikalahkan... tapi...” ujar Hayate. “ Haaaah...Kita
masih harus melawan mereka ya?” desahnya.
“Tak
Masalah” ujar Chinmi. Keduanya pun membentuk formasi saling melindungi punggung
satu sama lain, sementara Shoen memerintahkan semua anak bawahnya untuk
menyerang mereka berdua. Tapi seperti yang terjadi sebelumnya, mereka semua
dapat dikalahkan oleh mereka berdua dengan mudahnya dalam waktu yang relatif
singkat.
Sekarang
di padang tersebut pun banyak terdapat orang-oang yang berjatuhan. Namun tak
sedikit juga yang melarikan diri.
“haaah...
Akhirnya selesai juga...” gumam Hayate.
“tidak,
ini belum selesai, kita masih harus menyelamatkan Kepala Biksu dan kedua
temanmu...” ujar Chinmi yang sama
lelahnya dengan Hayate. “Ukh...” pekiknya ternyata tanpa ia sadari luka di
kakinya yang sempat terbuka tadi telah mengeluarkan banyak darah.
“Hei,
Chinmi... Kakimu.” Hayate sangat khawatir dengan keadaan Chinmi. Namun Chinmi
tidak menghiraukan rasa sakit di kaki kanannya yang terkena gigitan serigala
tadi dan memar di kaki kirinya yang bertambah parah saat menangkis pukulan So
Han yang hampir saja mengenai Hayate tadi.. Ia hanya merobek kain bajunya dan
mengikat serta menutup luka di kedua kakinya.
“Sebaiknya
kau kembali saja, aku yang akan menolong kedua temanmu itu...” ujar Chinmi.
“Oi
, bicara apa kau ini? Itu adalah kata-kataku.... apa kau tak sadar, kakimu
sudah terluka parah begitu, mana mungkin aku akan memperbolehkanmu pergi
kesana!” tegas Hayate.
“Hah,
sudah kubilang bukan? luka segini tidak akan membunuhku...” jawab Chinmi.
Setelah
berdebat sejenak, pada akhirnya Chinmi dan Hayate pun memutuskan untuk pergi
menuju tempat dimana Kwon Liun berada, bersama-sama.
Sementara
iitu...
Setelah
Chinmi dan Hayate pergi, Shao tersadar dari pingsannya. ‘Cih, bisa-bisanya kami
semua dikalahkan oleh dua orang. Tidak... ¾ dari kami dikalahkan oleh orang
yang sama... Chinmi... Bocah dengan kekuatan yang mengerikan...’ pikir nya.
‘tapi tenang saja, peskipun dia telah mengalahkan kami semua, tak mungkin Kak
Jinwon dan Kak Reiken, dapat mereka kalahkan dengan keadaan seperti itu.
Apalagi melawan Kak Kwon Liun? Bah... mustahil.’ Pikirnya sambil merengut kesal,
membayangkan kejadian tadi.
***
Sementara
itu, di Kuil Dairin telah banyak penduduk yang datang membantu orang-orang kuil
dairin yang terluka.
“Ryukai,
aku mencemaskan Chinmi dan bocah itu...” ujar Biksu Rhoi.
“Ya,
aku juga...” kata Ryukai. “Aku akan menyusulnya, mereka menuju ‘tempat itu’
bukan?” tanyanya.
“Memang
benar,...” jawab Biksu Rhoi.
“Tunggu,
Ryukai, aku ikut denganmu!” sahut Riki setelah selesai mengobati Gunte dan yang
lainnya. “Baiklah, Biksu Rhoi kami pergi dulu!” pamit Ryukai. Tanpa menunggu
jawaban apapun dari Biksu Rhoi kedua pengajar itu telah menghilang dari
pandangan mata dalam sekejap.
Namun
begitu mereka sampai di tempat yang di tuju...
“a,
apa-apaan ini?” pekik Ryukai begitu melihat banyaknya orang yang pingsan di
padang tersebut.
“Ku
rasa Chinmi dan temannya itu sudah tak berada disini...” timpal Riki. “Aku
khawatir, apa mereka berdua baik-baik saja ya?”
***
Setelah berlari menembus hutan, akhirnya
Chinmi dan Hayate sampai di sebuah tempat yang nampaknya adalah sebuah markas
di tengah hutan.
“hh...
Kita sampai...” ujar Hayate sambil mengatur nafasnya begitu pula dengan Chinmi.
“ingat
Hayate, kita disini hanya untuk ‘membebaskan’ bukan untuk ‘bertarung’.”
Peringat Chinmi. Hayate mengangguk mengerti. “Kau masih cukup kuat untuk lanjut
tidak?” tanya Chinmi. “Tenang saja, semangatku mengalahkan rasa lelahku.
Lagipula ini bahkan tidak lebih parah dari keseharianku” jawab Hayate. Chinmi
hanya mengangguk.
“Tapi
Chinmi, kira-kira tenda yang mana tempat mereka di sandera ya?” bisik Hayate.
Chinmi segera melihat ke sekeliling mereka. ...*krasak... krasak...*... ada sebuah suara dari arah semak-semak di
belakang mereka. Tentu saja suara itu membuat Hayate dan Chinmi terkejut
ditengah ketegangan mereka.
“Nguuuk!”
tak lama kemudian muncullah seseorang –tepatnya sesuatu-. Itu Goku!.
“Sedang
apa kau disini?” bisik Chinmi dengan nada cemas.
“Ngiiik!”
jawab Goku sambil menunjuk ke sebuah tenda yang penjagaannya cukup ketat.
“Kau
bilang mereka semua ada disana?” kata Hayate mencoba menebak apa yang Goku
bilang. Goku pun mengangguk mengiyakan.
“kerja
bagus Goku...” ujar Chinmi. Mereka pun menyusup masuk ke tenda tersebut ketika sedang pergantian
penjaga. Meskipun sedang pergantian penjaga, tetap saja situasinya tak semudah
itu.
Ketika
Hayate sedang berusaha untuk menyusup, ia tak sengaja menginjak sebuah ranting.
...*krak!*...
“Siapa
disana?!” seru salah seorang penjaga. Untungnya Goku juga seang berada disana,
jadi ia pun mengalihkan perhatian penjaga tersebut. “Hanya seekor monyet?”
gumam penjaga tersebut ia pun tak jadi memberikan aba-aba peringatan.
Begitu
masuk kedalam, Chinmi dan Hayate dapat melihat
beberapa sandera, termasuk dengan Kepala Biksu yang juga terikat seperti
para sandera yang lainnya. Meskipun begitu, mereka tidak dapat menemukan Nagi
dan Maria.
Kedatangan
mereka berdua pun agak sedikit menimbulkan kegaduhan dari para sandera yang
juga ingin bebas. Tampaknya mereka adalah para penduduk yang tersandera.
“Shhht.... kalian tenang dulu, jangan berisik, kami akan mengeluarkan kalian...”
bisik Hayate.
Jadi
mereka pun membebaskan para sandera itu dan berniat kabur secara diam-diam.
“Ah
Kepala Biksu, apa anda menemukan kedua gadis yang pernah saya sebutkan
ciri-cirinya itu?” tanya Hayate segera.
“Mereka
tak ada di sini” jawab Kepala Biksu dengan pasti, Hayate pun bertambah cemas.
“Tapi aku tahu dimana mereka jadi jangan cemas...” katanya.
“Benarkah?!....” pekik Hayate lega.
“Shttt....
jangan berisik...!” peringat Chinmi.
“Ups...”
Hayate pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya secara spontan.
“Jadi
Chinmi, bagaimana cara kita keluar dari sini?” tanya salah seorang penduduk
yang ternyata telah mengenal Chinmi.
“Kita
tidak bisa keluar melalui jalur yang sama lagi...” jawab Chinmi. “Jadi aku akan
menyerang mereka agar mereka tidak melapor... tentunya aku mohon kerja samanya
agar semuanya dapat kembali dengan selamat.”
“Kita
akan melalui celah yang akan aku buat. Dari sana kita akan melewati hutan untuk
pergi dari sini. Aku akan membagi kalian dalam 3 kelompok kecil... Kelompok
pertama, kalian akan berangkat terlebih dahulu bersamaku untuk berjaga-jaga dan
membukakan jalan menuju hutan...”.
“kemudian yang kedua, lalu yang ketiga...
Untuk orang tua, wanita dan anak-anak, kalian akan masuk ke kelompok kedua dan
ketiga...”
“aku
juga akan meminta salah seorang dari kalian untuk melaporkan hal ini kepada
orang-orang di kuil dairin...” Chinmi pun menjelaskan rencananya.
“Baiklah
kalau begitu, aku yang akan melaporkan hal ini ke kuil dairin.” Ujar seorang
yang lainnya.
“bagus...”
ujar Chinmi.
‘Wow,
aku sangat kagum dengan caranya memimpin... bahkan aku pun tak akan sempat
merencanakan itu semua dalam waktu sesingkat ini. Sekali lagi, kunyatakan
kekagumanku terhadapnya’ batin Hayate. Kepala Biksu juga ikut tersenyum bangga
dengan perkembangan yang telah terjadi pada diri Chinmi selama ini.
“Baiklah,
rencananya sudah terbentuk, kapan kita akan melaksanakan rencana ini?” tanya
salah seorang penduduk.
“kita
akan melaksanakannya saat ini juga... Oh ya, semua sandera sudah berada disini
bukan?” tanya Chinmi untuk memastikan.
Untuk
sejenak keadaan agak gaduh sedikit karena semuanya saling memastikan bahwa
tidak ada yang akan tertinggal, sebab pada saat pemeriksaan yang terakhir tadi,
mata mereka serta mulut mereka ditutup dengan kain karena anak-anak mulai
menangis dan yang lainnya saling berteriak meminta bantuan.
“Apa?
Yan tidak ada?!” pekik salah seorang wanita dengan wajah yang pucat.
“Ada
apa?” Tanya Hayate.
“Chinmi,
Yan tidak ada disini...!” jawab wanita tersebut.
“Yan?!
Yan juga disandera?!” Chinmi dan Hayate terkejut.
Dengan
kepala menunduk dan ekspresi ingin menangis, seorang bocah laki-laki keluar
dari kerumunan dan menuju Chinmi. “I, iya... tepat sebelum kalian datang, aku
melihat Kak Yan dibawa pergi dari sini, karena saat itu penutup mataku longgar.
Tapi aku tak bisa berteriak...” ujar anak itu. Matanya tampak sembab dan mulai
berurai air mata. ...* Hiks... Hiks... Hiks...*... anak itu pun mulai menangis.
“Sudahlah,
jangan menangis... Aku akan menolong Yan, jadi jangan menangis lagi ya? Kau jaga
saja Ibumu supaya kalian dapat kabur dari sini dengan selamat, OK?” ujar Hayate
menenangkan bocah itu sebelum ia menangis dengan keras yang pastinya akan
mendatangkan penjaga.
“Be,
Benarkah?... benarkah kakak akan menolong Kak Yan?” tanya bocah itu sambil
menghapus air matanya.
“Tentu
saja... Gini-gini aku juga muridnya Chinmi lho! Aku pasti akan menyelamatkan Yan.” hibur Hayate. Chinmi tersenyum.
“Dan
aku juga akan menolong Yan, setelah aku selesai membukakan jalan...” ujar
Chinmi.
Hayate
mengangguk mengerti. “Apakah selain Yan, ada orang lain yang ikut dibawa
pergi?” tanya Chinmi dengan ramah kepada bocah itu. Bocah itu
menggeleng-geleng.
“Baiklah...”
Ujar Chinmi sambil mengelus-elus kepala bocah itu. “Sekarang, ayo kita
laksanakan rencana kita...” ujar Chinmi dengan semangat membara.
***
Begitu
rencana pelarian telah selesai dibentuk dengan sempurna, akhirnya tibalah saat
untuk menjalankan rencana tersebut. Sementara itu selain adanya 8 penjaga,
diluar juga ada segerombolan orang yang sedang berpesta karena mereka telah
berhasil menaklukkan sebuah desa. Yaitu desa tempat para sandera itu tinggal.
Hayate
mengendap-endap keluar tenda dengan dibantu oleh Goku, mereka bertugas untuk
mengalihkan perhatian para penjaga dari tenda para sandera.
‘Bagus...’
batin Chinmi.
Hayate
pun memisahkan diri sejauh mungkin, kemudian ia mulai membuat keributan di arah
yang berlawanan. Meskipun keributan itu tak sebanding dengan suara keramaian
dari pesta tersebut, Hayate berhasil menari perhatian dari enam penjaga yang
bertugas menjaga tenda para sandera agar tidak kabur.
Saat
ini, di luar tenda tempat para sandera berada itu, Tinggal tersisa 2 orang
pejaga.
Chinmi
memberikan aba-aba untuk para penduduk agar mereka tetap diam di tempat mereka.
...* sreeek...*... dengan perlahan-lahan Chinmi merobek tenda itu dengan
sebilah pisau kecil yang sempat terbawa oleh penduduk. Dengan cepat ia
menyerang penjaga yang berjaga di arah yang berlawanan dengan tempat terjadinya
pesta. Kedua penjaga tersebut pun pingsan. Kemudian ia memberikan aba-aba
‘aman’ ke arah kelompok 1. Rencana pun mulai berjalan dengan baik. Setelah
keadaan mulai stabil, Chinmi pun meninggalkan Kepala Biksu dengan para
penduduk, kemudian pergi mencari Hayate, yang sudah pergi menyelinap sedari
tadi untuk mencari tahu keberadaan Yan.
Sementara
itu... Hayate telah memeriksa ketiga tenda yang lainnya, akan tetapi Yan tidak
ada disana. ‘Dimana ya, Yan berada?’ pikir Hayate heran.
Tiba-tiba
saja Goku turun dari sebuah pohon, dan jatuh tepat dihadapan Hayate.
‘Uwaaaah....’
Hampir saja Hayate berteriak karenanya. Dengan berbisik Hayate mengomel, “ah,
kau ini Goku... bikin aku kaget saja”. Bisiknya. Akan tetapi Goku tampak tidak
menghiraukan keluhan Hayate dan malah menunjuk ke arah kerumunan Gerombolan
Mogui yang sedang berpesta ria.
“Hm...?
ada apa sih?” Hayate pun mencoba untuk melihat dengan lebih teliti. Apa yang
dimaksud oleh Goku, ya?.
***
Meski
sudah 5 menit mencari, Chinmi masih tidak dapat menemukan Hayate. Akan tetapi
gerombolan orang yang sedang berpesta itu menjadi hening sesaat, kemudian
terdengarlah suara teriakan kesakitan seseorang disusul dengan gelak ketawa
yang cukup keras.
‘Apa
yang terjadi disebelah sana?’ batin Chinmi. ‘sebaiknya aku memeriksanya...’
Sebelum
Chinmi berpindah tempat dari posisinya, Goku datang menghampirinya sama seperti
saat ia menemui Hayate sebelumnya, ia juga menunjuk-nunjuk ke Gerombolan Mogui.
“Uuk! Uuk! Uuk!” ujar Goku dengan suara pelan.
“Hei,
ada apa?” kata Chinmi heran dengan tindakan Goku.
Dengan
bahasa isyarat Goku mengatakan bahwa Yan dan Hayate berada disana, dan Hayate
sekarang sedang dalam bahaya, ia tertangkap oleh siasat licik Kwon Liun yang
ternyata sudah mengetahui hal ini.
“Benarkah
itu Goku?” tanya Chinmi untuk memastikan. Goku mengangguk mengiyakan.
“Gawat...”
gumam Chinmi. ‘berdasarkan informasi dari anak buah Kwon Liun, masih ada 2
orang lagi yang harus dikalahkan sebelum kami dapat mengalahkan Kwon Liun.’
Pikir Chinmi. ‘dan kekuatan mereka hampir sama kuatnya dengan Gibei. Jika
Hayate telah tertangkap oleh keduanya, maka habislah dia...!’
Chinmi
pun segera menuju kerumunan tanpa ragu-ragu. Dan menerobos kedalam ‘pesta’
tersebut. Dimana Hayate tengah berusaha melawan orang yang bernama Reiken tadi.
“Wah,
wah, wah... tampaknya orang yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya datang juga...”
ujar Kwon Liun.
“Fakta
bahwa kalian ada disini, artinya Zingai dan So Han telah gagal...” gumam Kwon
Liun.
Chinmi
memperhatikan Kwon Liun dengan seksama. Berdasarkan ‘pengelihatan’ saja sudah
nampak jelas bahwa ia adalah orang yang paling penting, dengan kata lain dialah
Kwon Liun.
“jadi
kau yang bernama Kwon Liun, bukan?” tanya Chinmi memastikan.
Dengan
senyum licik yang menghias wajahnya Kwon Liun menjawab, “Tebakanmu tepat...”
“Kembalikan
teman-temanku...” geram Chinmi.
“Yang
mana? Pemuda itu, atau gadis ini?” tanya Kwon Liun, sambil menunjuk Hayate yang
tengah kewalahan menghadapi Reiken di tempat yang agak berjauhan dari situ, dan
menarik Rambut Yan, yang tengah menangis ditempat duduknya yang terletak di
samping Kwon Liun. Tubuh Yan diikat dan tampak beberapa sobekan di bajunya,
tampaknya ia sempat dicambuki oleh Kwon Liun.
“Kau...!!”
ujar Chinmi kesal. Tapi ia tidak boleh bertindak gegabah karena Kwon Liun juga
menodongkan sebilah pedang di leher Yan, yang dapat membuat Yan terbunuh setiap
saat.
“Ck..
Ck... Ck... sabar dulu, dibandingkan denganku, ada seseorang yang sangat ingin bertemu denganmu”. Kata Kwon Liun santai.
“Akhirnya
kau sampai kemari, Chinmi...” Chinmi pun menoleh ke asal suara, pemilik suara
itu ternyata adalah seseorang dengan perangai seperti Shoubi yang pernah Chinmi
lawan di Kan’an.
“Bagaimana
kau bisa tahu namaku?” tanya Chinmi dengan ekspresi serius.
“Tentu
saja aku tahu, nama orang yang telah membunuh guru dan mengalahkan anak
buahku.” Geramnya.
“???”
Chinmi tentu saja kebingungan, jika mengenai ‘anak buah’ ia mengerti. Akan
tetapi ia tak membunuh siapapun dalam pertarungannya melawan anak buah Kwon
Liun selama ini. Jadi siapakah yang dimaksud orang ini?.
“Akhirnya
aku dapat membalaskan dendam guru Sinsai.” Ujar orang itu dengan pandangan
tajam dan dingin serta mengeluarkan aura gelap.
‘Sinsai!’
batin Chinmi. Ia mengenal orang itu... Sinsai adalah dalang dibalik percobaan
pembunuhan kaisar. Sinsai juga melibatkan Sie Fan, Guru Shosu, dan Renka dalam
bahaya. Namun pada akhirnya Sinsai bunuh diri di sel penjara saat ia
tertangkap.
‘aku
tak pernah menyangka orang itu memiliki seorang murid’ pikir Chinmi.
“Jadi
bersiaplah...” ujar orang yang bernama Jinwon itu. Ia memasang kuda-kuda
penotokan. ‘sepertinya orang inilah yang membuat Pak Tua tak dapat bergerak’
batin Chinmi, yang tak kalah waspadanya dengan Jinwon.
“Kau
pasti mati...!!” geram Jinwon sambil
menyerang Chinmi dengan gerakan yang aneh, namun Chinmi dapat menghindari
serangan-serangan tersebut meskipun itu juga dengan susah payah karena Chinmi
sudah kehilangan banyak stamina.
“Tak
kusangka ada yang dapat menghindari kungfu belalang sembah milikku selain, Kak
Kwon Liun.” Ungkap Jinwon.
“Ku
terima pujianmu itu...” jawab Chinmi.
***
Sementara
itu, di pertarungan Hayate vs Reiken...
‘ow,
ow, ow.... orang ini cepat... padahal kami berdua sama-sama bertangan kosong,
dan badannya lebih besar dariku, bagaimana ia bisa secepat ini?’ pikir Hayate,
yang tengah kesusahan mengelak dari serangan beruntun Reiken, apalagi mempersiapkan
serangan balik.
“Jadi
yang diajarkan kungfu kuil dairin itu hanya lari saja, ya?” ledek Reiken sambil
menghentikan serangan beruntunnya sejenak.
“Jangan
salah sangka... Aku juga bisa, menyerang!!!” seru Hayate. Ia menyerang Reiken
dengan tendangan dan pukulan, namun tidak ada satupun yang mengenai Reiken.
Apalagi
Hayate telah terluka dipertarungan sebelumnya kemudian juga karena faktor
kelelahan, maka Reiken jauh lebih unggul dibandingkan Hayate.
‘hh...
aku terdesak... aku tak akan bisa menang jika terus begini... hh... hh...’
pikir Hayate. ‘aku harus mencari cara agar aku lebih unggul darinya...’
batinnya.
Hayate
pun melihat ke sekelilingnya, ia menemukan sebuah ranting yang cukup tebal,
meskipun tak terlalu panjang. Ia pun mengambil ranting tersebut.
‘Baiklah,
dengan ranting ini, akan kulawan dia dengan teknik kendo ku.’ Pikir Hayate. Ia
kini lebih percaya diri, karena ia telah terbiasa dengan teknik-teknik kendo
dan karate dibandingkan kungfu, meskipun pada dasarnya tidak terlalu berbeda.
“kau
pikir ranting itu dapat menyelamatkanmu dari takdirmu?” Reiken terkekeh.
Hayate
tersenyum tipis, “kita lihat saja nanti...”.
***
...*tak
Buk bak*...
Berkali-kali
Chinmi menyerang Jinwon dengan tendangan dan pukulannya, akan tetapi Jinwon
juga tak mau kalah. Pertarungan yang terjadi diantara mereka berdua secara
sekilas tampak seimbang. Akan tetapi sebenarnya Chinmi sudah mulai kewalahan
karena sisa staminanya sudah mulai menipis.
“hehehe...
tampaknya hasil penentuan dari pertarungan kita sudah terlihat jelas, terlihat
dari nafasmu yang tak beraturan... Kau sudah kehabisan stamina.” Ujar Jinwon
dengan seulas senyum sinis diwajahnya.
‘hh...
hh... memang benar... hh... aku kehabisan stamina... tapi bukan berarti aku tak
dapat mengalahkan orang ini...” batin Chinmi.
...*siiing*...
“terima ini!” seru Jinwon sambil
melemparkan sesuatu kearah Chinmi.
Secara
reflek Chinmi menghindar. ‘a, apa itu?’ pikirnya sambil memperhatikan kembali
arah lemparan Jinwon. “jarum!” pekik Chinmi.
“Hehehe...
tak ada jalan kabur lagi.” Kata Jinwon seraya mengeluarkan beberapa jarum lagi
dan menyelipkannya di sela-sela jarinya –seperti sedang memegang suriken-.
Kemudian Jinwon melemparkan jarum-jarum tersebut. Salah satunya mengenai lengan
kiri Chinmi.
“Uh...”
gumam Chinmi.
‘?!...
Tanganku... Tanganku mati rasa!’ pikir Chinmi tersentak.
“Hmp... sekarang kau tak bisa menggunakan tangan
kananmu...” ujar Jinwon. “Tenang saja, seluruh tubuhmu akan kubuat sama...!”
serunya sambil mengeluarkan beberapa jarum lagi yang ia simpan di kantongnya.
Kali
ini Chinmi berhasil menghindari semua jarum yang dilemparkan Jinwon. ‘kedua
kakiku terluka, begitu pula dengan tangan kananku yang mati rasa ditambah bahu
yang terluka... jadi, untuk menyerang aku hanya dapat mengandalkan tangan kiriku...’
batin Chinmi.
“Baiklah
kalau begitu...” gumam Chinmi, ia mendekati Jinwon dengan berlari, “Hiaaat!”.
Lagi-lagi Chinmi menggunakan kakinya untuk menendang lawannya itu. Akibatnya
luka di kakinya semakin terbuka.
Jinwon
terkena tendangan itu tepat di dadanya ia terdorong ke belakang dan menabrak
‘para penonton’ yang merupakan anak bawah Kwon Liun.
“Bos
Jinwon!” seru mereka.
Setelah
beberapa saat Jinwon bangkit,“Cih, ternyata aku meremehkanmu...” ungkapnya
sambil menyeka darah dari mulutnya.
“Kau
menunjukkan cakar mu ke orang yang salah Chinmi...” ujar Jinwon. Auranya
bertambah besar. Hawa pembunuhnya meningkat pesat.
Yan
hanya bisa menangis dan berusaha berteriak dengan mulut yang ditutup oleh kain,
sementara Kwon Liun yang mengawasi pertandingan mereka berdua tersenyum sinis.
***
...*
brak srak Buk *...
Pertarungan
antara Hayate dan Reiken juga tak kalah seru. Saat ini Hayate telah berhasil
menyamakan kedudukan. Reiken sempat dibuat kewalahan olehnya.
‘aku
tak akan kalah dari bocah ingusan seperti dia’ geram Reiken kesal.
‘meskipun
aku sempat membuatnya terdesak, akan tetapi staminaku juga tak tersisa banyak,
sebisa mungkin aku harus segera menyelesaikan pertarungan ini.’ Pikir Hayate.
“Aku
tak akan bermain-main lagi...” kata Reiken.
‘...?!’
tiba-tiba saja Reiken mengeluarkan pisau-pisau kecil dari dalam kantong
celananya. Kemudian pisau-pisau itu dilemparkan kearah Hayate.
Hayate
salto kebelakang untuk menghindari pisau-pisau tersebut. Akan tetapi pisau
terakhir sempat menggores lengannya. Sehingga Hayate tak dapat menyelesaikan
saltonya dan terjatuh.
“Hahaha!
Kau seperti seekor monyet...” ledek Reiken, “Tentunya seekor monyet yang putus
asa...” tambahnya dengan tatapan dan aura yang mengintimidasi.
‘Uh...
sekarang bagaimana?’ batin Hayate bingung.
***
Sementara
itu, Riki dan Ryukai sedang dalam perjalanan menuju Hayate dan Chinmi.
“Ku
harap mereka berdua baik-baik saja...” ujar Ryukai mengungkapkan
kekhawatirannya. “Meskipun itu Chinmi, tetap saja aku cemas...” Riki mengangguk
setuju.
Pada
saat mereka hampir sampai di markas Kwon Liun, Ryukai dan Riki berpas-pasan
dengan para sandera yang berhasil lolos.
“Ka,
kalian kan....!” ujar seorang pemuda dari kerumunan para sandera tersebut.
“Kalian Ryukai dan Riki dari kuil dairin!” seru orang itu lagi.
“Kalian,
para sandera?” tebak Ryukai.
“Benar...”
jawab seorang bapak-bapak.
“Syukurlah
kalian berhasil bebas...” ujar Riki tulus.
“Ya,
Kepala Biksu juga bersama dengan kami...” kata orang itu lagi.
“Berarti
Chinmi dan anak yang bernama Hayate itu sudah berhasil bukan?” ujar Riki lega.
Para
penduduk saling menatap satu sama lain dengan ekspresi cemas. “Ada apa?” tanya
Ryukai heran.
“Mereka
berdua tidak ada disini...” ujar Kepala Biksu yang segera menghampiri Ryukai
dan Riki.
“Ah...
Kepala Biksu! Anda selamat!” seru Ryukai. “Tapi, apa maksud anda mereka tidak
ada disini?” tanya Riki, sebenarnya ia memang tidak merasakan hawa keberadaan
Chinmi dimanapun. Ryukai juga melihat diantara para penduduk yang berhasil
menyelamatkan diri, Chinmi dan Hayate tidak ada diantara mereka.
“Mereka
sedang dalam misi penyelamatan Yan...” terang Kepala Biksu.
Sontak
Ryukai dan Riki terkejut. “itu berarti, kemungkinan besar saat ini mereka
berdua sedang melawan Kwon Liun?” ujar Ryukai. Kepala Biksu mengangguk
sependapat.
Ryukai
pun tak dapat lagi menahan rasa khawatirnya, begitu pula dengan Riki. Sebab
ketika Ryukai dan Riki hendak segera pergi dari lembah yang penuh dengan
orang-orang yang terluka itu, mereka sempat mendengar Shao, anak buah Kwon Liun
yang telah dikalahkan Chinmi dan Hayate sebelumnya, berkata, “uhuk... uhuk... meskipun
ka, kami telah... mereka kalahkan... ka, kalian tak akan bisa menyelamatkan
mereka berdua... sejak kedatangan mereka ke markas kami, mereka sudah kuanggap
mati. Tak mungkin mereka dapat selamat dari Bos Kwon Liun dengan luka sebanyak
itu dengan stamina yang sudah habis... khu...khu...khu...
coba aku dapat mendengar jeritan mereka dari sini...”.
“Yang
bisa kita lakukan sekarang adalah percaya dengan kekuatan mereka berdua...”
Gumam Riki, memecah lamunan Ryukai mengenai perkataan Shao tadi.
“Kepala
Biksu, saya akan menyusul Chinmi, maaf tidak dapat mengantarkan anda...”
kata-kata Ryukai terpotong.
“Untuk
saat ini, kau tak perlu memikirkan orang tua ini, sebaiknya kalian lekas
menolong mereka. Aku cemas dengan keadaan disana, kalian pun begitu bukan?”
ujar Kepala Biksu dengan senyum diwajahnya yang menghapuskan kegelisahan di
hati Ryukai.
“kalau
begitu, kami mohon pamit...” kata Riki dan Ryukai bersamaan. Lalu mereka pun
meninggalkan rombongan pelarian tersebut menuju markas persembunyian Kwon Liun.
‘Kuharap
kau baik-baik saja Chinmi!’
***
Saat
ini, baik Hayate maupun Chinmi tengah mengalami keadaan genting. Terutama
Hayate yang telah benar-benar kehabisan stamina, tampak jelas dari raut
wajahnya dan nafasnya yang tak beraturan.
‘a,
aku tak bisa bertahan lebih lama lagi, untuk menyerang juga sudah tidak
mungkin, namun jika aku tak segera bertindak aku akan dibunuhnya! Bagaimana
ini?!’ panik Hayate.
“Jadi
kau sudah kehabisan akal?” ledek Reiken. Hayate tidak menanggapi karena itu
memang benar adanya.
“Kuakui
kau lebih tangguh dibandingkan yang kukira.” Ujarnya lagi. “Tapi kalau kau
sudah tak dapat bergerak lagi, apa gunanya...!” seru Reiken sambil menendang
Hayate sekuat tenaga.
“Kah...”
meskipun Hayate telah berusaha menangkisnya, akan tetapi serangan Reiken masih
tetap mengenai perutnya.
“uhuk-uhuk...”
Hayate terbatuk-batuk dan meringis kesakitan. ‘a, aku harus berbuat sesuatu...
kalau tidak, habislah aku...!’ batinnya.
Reiken
nampaknya tak akan puas sebelum ia membunuh lawannya, meskipun lawannya itu
sudah tidak berdaya, “Terima ini!” Ia melancarkan tinjunya ke arah perut
Hayate. ‘Aku tak akan bisa menghindar!’ pikir Hayate.
Pukulan
keras melayang cepat ke arah Hayate, dan.... ...*BUUUK!*...
Kali
ini keberuntungan sedang menyertai Hayate. Serangan Reiken tak sampai mengenai
tubuh Hayate, karena ditangkis oleh tongkat Riki yang datang tepat waktunya.
Hayate yang sudah benar-benar kehabisan tenaga bergumam, “Syukurlah...”
kemudian ia pingsan.
***
Di
sisi Chinmi vs Jinwon...
Jinwon
terus-terusan menyerang Chinmi dengan jarum-jarumnya dan serangan totokannya
yang ia lancarkan secara beruntun. Serangan-serangan itu membuat Chinmi
benar-benar kesulitan untuk terus-terusan menghindar.
“Kau
tak akan bisa menghindar selamanya, Chinmi!” seru Jinwon yang mulai kesal.
‘Aku
juga... aku juga tak berniat lari terus... hh...hh... Aku mulai pusing...
mungkinkah penyebabnya pendaran dikakiku ini?... hh...’ batin Chinmi.
Memang
benar, di kaki Chinmi nampak jelas bahwa ia telah kehilangan cukup banyak darah,
akan tetapi semangat Chinmi lah yang membuatnya sanggup bertahan hingga selama
ini. Namun jika ia tak dapat segera membalikkan keadaan maka, pertarungan ini
akan berakhir buruk baginya.
“Jinwon!
Cepatlah selesaikan!” seru para penonton yang mulai gemas. Mereka melempari
Chinmi dengan kerikil dan batu-batu kecil.
Para
prajurit itu mulai ramai dan bersorak-sorak, yang tampak terlihat jelas bahwa
mereka mengganggu Jinwon. Dengan kesal, ia pun melemparkan salah satu jarum
tersebut kearah penonton dan mengenai tepat di titik darah pada leher salah seorang
dari mereka. Begitu orang tersebut sadar ia terkena jarum tersebut, tiba-tiba
saja ia pingsan.
Dengan
garang Jinwon berteriak, “Jika kalian menggangguku lagi, aku akan membunuh
kalian...!” serunya.
Seketika
kerumunan itu mulai tenang, meskipun sorak-sorakan masih terus menggema.
Chinmi
yang tadi terkena lemparan batu tadi kini tengah mengatur strategi untuk
menyelesaikan masalah ini. ‘Adakah cara untuk menyelesaikan ini?’ pikirnya.
Tak
lama kemudian, dari arah belakang kerumunan, datanglah Ryukai.
“Maaf
kami terlambat...” ujar Ryukai.
“Hehe...
tak apa, kedatangan kalian saja sudah menolong kami” balas Chinmi tanpa
melemahkan pertahanannya.
Ryukai
tersenyum simpul kemudian bergumam, “Seperti yang kuharapkan darimu...”.
Kemudian ia melanjutkan, “Tadi kami telah bertemu dengan kepala biksu dan
rombongan para penduduk.” Kata Ryukai setengah berbisik.
“Hm...
benarkah? Baguslah...” desah Chinmi lega. “Nah Ryukai, kuserahkan Jinwon
kepadamu, aku akan melawan Kwon Liun.” Kali ini ia terdengar serius.
“Baiklah
kalau begitu... tapi kuperingatkan, dia bukan orang biasa, kau harus
berhati-hati...” peringat Ryukai.
“Ya,
aku tahu itu...” jawab Chinmi. Lalu Chinmi pun meninggalkan ‘arena’ tersebut
dengan cara yang sama dengan ketika ia masuk, dengan cara menerobos keluar.
“Hei
mau pergi kemana kau!!!” seru Jinwon gusar. Ia hendak mengejar Chinmi, namun ia
dihadang oleh Ryukai. “Jangan ikut campur kau....!” geram Jinwon.
Wajah
Ryukai berubah serius, “Atas nama Kuil Dairin, tak akan kubiarkan kau mendekati
Chinmi!” balasnya.
“Grrrrr!!!!!”
Jinwon menggeram layaknya hewan buas yang tengah menggila. Matanya berubah
menjadi merah dan auranya kian menusuk sekitarnya. Untungnya Ryukai sudah
terlatih untuk menghadapi orang sepertinya.
Sementara
itu, di singgasananya Kwon Liun menggeram kesal, “Cih... datang lagi, 2 ekor
lalat dairin...” gumamnya.
***
Setelah meninggalkan Jinwon
kepada Ryukai, Chinmi segera menuju ‘singgasana’ Kwon Liun. Tapi untuk
melakukannya, ia harus menerobos para prajurit gerombolan Mogui, dan itu
tidaklah semudah ketika ia menerobos masuk seperti sebelumnya. Meskipun sudah
mencoba keluar dari sana, para prajurit itu dengan segala cara, selalu berusaha
untk menarik Chinmi kembali kedalam ‘arena’. Sehingga Chinmi pun terseret masuk kedalam ‘arena’ Riki vs
Reiken.
“Woooaaah!” seru Chinmi saat ia
terdorong masuk ke dalam ‘arena’ untungnya ia dapat segera kembali ke posisi
berdiri.
“Ha! Kau pikir akan semudah itu,
kau dapat menemui bos Kwon Liun?!” ledek salah seorang prajurit.
‘Hah, ternyata memang tidak
semudah yang kubayangkan’ batin Chinmi.
Sementara itu, Riki tiba-tiba
sudah berada disampingnya. Ia tampak seperti sedang menghindari serangan
Reiken, padahal sebenarnya ia memang sengaja mendekati Chinmi.
“Chinmi!” panggilnya.
“Ada apa?” jawab Chinmi sambil
ikut menghindar.
“Cepat kau pindahkan temanmu dari
sini!” pesan Riki, singkat dan padat.
“Hayate?” tanya Chinmi, Riki
mengangguk. Begitu mendapat jawaban dari Riki, dengan mata yang setajam elang,
Chinmi mencari dimanakah keberadaan Hayate. Rupanya Hayate pingsan tebat diekat
sebuah batu yang cukup besar di tengah ‘arena’ tersebut. Dengan sigap Chinmi
pun memisahkan diri dari pertarungan tersebut untuk memindahkan Hayate,
setidaknya keluar dari tempat ini.
“Hup...”Chinmi pun menggendong
Hayate di punggungnya, ‘Nah sekarang, harus kupindahkan kemana dia?’ pikir
Chinmi. Pada sebuah kesempatan, ia melihat adanya celah untuk masuk ke
pedalaman hutan. ‘sebaiknya kubawa Hayate kesana’ Chinmi sempat melirik ke wajah
Hayate yang tampak pucat, ‘seharusnya, ia tak kulibatkan dengan ini’ sesalnya.
Ia pun segera menuju ke pedalaman
hutan, sebelum kesempatan itu kembali hilang.
Meskipun telah berhasil keluar
dari markas besar gerobolan Mogui, tampaknya Kwon Liun telah mengetahui pergerakan
Chinmi, sebab saat ini Chinmi tengah dikejar oleh 3 orang prajurit. Untungnya
Chinmi dapat bergerak dengan gesit, setelah meloncat-loncat dan berlarian di
dalam hutan, akhirnya Chinmi dapat lepas dari kejaran ketiga prajurit tersebut.
Kemudian Chinmi serera menuju ke sebuah pohon yang cukup besar dan tinggi. Disana
ia kembali bertemu dengan Goku yang sedari tadi hanya mengawasi dengan cemas.
“Ah, Goku!” seru Chinmi senang. “
untunglah sekarang kau ada disini!” ujarnya lagi.
Kemudian Chinmi dan Goku mencari
sulur untuk mengikatkan Hayate agar ia tidak terjatuh. “Nah, seharusnya disini
ia akan aman...” gumam Chinmi setelah memastikan ikatan yang mengikat Hayate
tidak terlalu kencang ataupun terlalu longgar.
“Nah, Goku, sekarang kuminta kau
menjaga Hayate, bisa kan?” pinta Chinmi.
Dengan penuh semangat Goku
menjawab, “Ngiiik!” sambil hormat, menandakan ia siap menjalankan perintah
tersebut.
‘Fiuuuh... sekarang, tinggal
melawan Kwon Liun... aku berharap aku masih mempunyai cukup tenaga untuk itu.’
batin Chinmi yang benar-benar tampak lelah, terlihat dari wajahnya yang kusut.
“Nguuuk?” Goku mencemaskan
keadaan Chinmi.
“Hehehe tenang saja, sebentar
lagi ini akan segera berakhir. Nah, aku pergi dulu Goku!” ujar Chinmi, ia pun
segera melompat kebawah pohon dan menuju ke markas gerombolan Mogui lagi.
“Goku! kutitipkan Hayate padamu!” sahut Chinmi dari kejauhan.
“Ngiiiik!!!!” Goku membalasnya
dengan sahutan juga. Setelah itu, Goku mengawasi sekitarnya dengan serius,
layaknya seorang pengawal kerajaan.
Kini
Chinmi telah cukup jauh dari Goku dan Hayate. Setelah memindahkan Hayate ke
pedalaman hutan, Chinmi segera menuju ‘singgasana’ tempat Kwon Liun dan Yan
berada.
‘Nah,
sekarang apa yang harus kulakukan untuk menghadapi Kwon Liun dalam kondisi
seperti ini?’ pikir Chinmi selama berlari dalam perjalanan kembali. ‘Jika aku
menyerangnya secara asal, bisa-bisa Yan dibunuhnya. Tapi jika aku bergerak
diam-diam, aku juga tak bisa menjamin kami dapat lolos dari mereka semua
meskipun ada Riki dan juga Ryukai disana’ pikirnya.
“Kalau
begitu, satu-satunya jalan adalah menantangnya duel satu-lawan-satu...”
gumamnya.
***
Sementara
itu...
“Huaaaa!!!!”
Dia telah bangun! Ya... sekali lagi, Hayate telah terbangun dari tidur nya. Namun tak seperti di ingatan
terakhirnya, ia tidak terbangun di tengah pertarungan hebat akan tetapi di
rumah sakit tempat dimana para pasiennya tengah menjalani rawat inap.
Nagi
tersentak bangun dari tidurnya, saat ini pukul 8 malam. Hayate, pemuda yang ia
sayangi akhirnya terbangun setelah kembali tak sadarkan diri ketika pemeriksaan
tadi sore. Maria juga ikut terbangun dari tidurnya.
“Lho,
Rumah sakit?” gumam Hayate heran.
“Hayate!”
seru Nagi gembira. Ia segera memeluk Hayate dengan erat. Untung saja di ruangan
itu hanya ada mereka bertiga sehingga seruan Nagi tak akan mengganggu pasien
yang lainnya.
“Nagi,
jangan terlalu kencang...” peringat Maria segera.
“Ah
iya!” sontak Nagi melepaskan pelukannya, mengingat kejadian sebelumnya.
Hayate
masih tampak heran, ia berusaha mengenali situasi dengan memandang ke sekitar,
“Lho, ada apa ini? Kenapa aku dirawat di rumah sakit?” tanya Hayate sambil
berusaha duduk.
“adudududuh...”
keluhnya.
“Eeeit
jangan banyak bergerak dulu Hayate!” ujar Nagi.
“Em...
tapi...” sebelum Hayate menyelesaikan kalimatnya, seorang dokter masuk kedalam
ruangan tersebut bersama seorang suster. Keduanya bukanlah orang yang sama
dengan yang bertugas tadi sore. Tampaknya Maria lah yang memanggil mereka.
Setelah
pemeriksaan singkat, pak dokter berkata, “Nah, sekarang ia sudah lebih baik,
tinggal menunggu tahap pemulihan. Lusa dia sudah boleh keluar dari sini...”
terangnya dalam bahasa Cina.“Xièxiè”
ucap Maria. Dokter dan suster tersebut mengangguk dan segera pamit dari ruangan
itu.
“Yokkata,
Hayate!” ujar Nagi senang. “Ano... Nona Nagi, bisakah kau ceritakan apa yang
sedang terjadi disini?” tanya Hayate dengan serius.
“Memangnya
kau tidak ingat?” tanya Maria khawatir.
“Bukan
begitu...” elak hayate segera. “Kurasa Ingatanku bercampur dengan mimpiku, jadi
aku masih tak bisa membedakan yang manakah yang kenyataan...” jawab Hayate
dengan segera.
Maria
dan Nagi saling berpandangan. “baiklah, akan ku jelaskan...” ujar Maria. Maria
dan Nagi pun menjelaskan kejadian semenjak di tembok besar Cina sampai saat
ini, secara bergantian.
Setelah
penjelasan selesai, Hayate langsung menyeletuk, “Lalu bagaimana dengan Chinmi,
Goku, Yan, dan yang lainnya?”.
Dengan
heran Nagi bertanya, “Siapa maksudmu?” tanyanya.
“Jika,
ini adalah kenyataan, berarti mereka itu hanya mimpi saja? Tapi tak mungkin
jika Mimpi bisa se-nyata itu...”
Gumam Hayate seolah berbicara sendiri.
“Maksudmu?”
tanya Maria.
Kali
ini giliran Hayate yang menjelaskan mengenai Chinmi dan yang lainnya, begitu
pula tentang beberapa hal aneh yang membuatnya bingung dengan keadaan.
“Um...
aku tak terlalu mengerti dengan ceritamu. Maksudku, oh ayolah, tidak ada mobil
dan telepon? kurasa kejadian yang kau
ceritakan itu seharusnya terjadi bertahun-tahun yang lalu?” celoteh Nagi asal.
Akan tetapi perkataan Nagi memberikan Hayate sebuah ide gila mengenai
penjelasan hal yang terjadi.
“em...
ini mungkin akan terdengar tak masuk akal, tapi... mungkinkah aku benar-benar kembali ke masa lalu?” ungkap
Hayate serius.
“Bukan
hal yang mustahil juga sih...” timpal Maria.
Sontak
Nagi berkata, “eh, eh, eh, jangan dianggap serius dong! Aku Cuma bercanda kok!
Bercanda!” Nagi gelagapan.
“Hehehe...
aku tahu kalau kau hanya bercanda nona...” jawab Hayate berusaha menenangkan
majikannya itu. “akan tetapi ucapanmu itu memang agak masuk akal menurutku,
karena akupun sudah pernah mengalaminya sekali... dan itu terjadi sekitar berapa
bulan yang lalu ketika kita sedang berlibur waktu itu” ujar Hayate.
“EEEH,
benarkah?!” sahut Nagi tak percaya.
“Um,
ya begitulah...” jawab Hayate sambil mengangkat kedua bahunya.
“sepertinya
kau telah melewati banyak hal yang aneh, bukankah begitu?” kata Maria seadanya.
“Hehe,
ya begitulah...” kata Hayate.
“Kalau
begitu, kita anggap saja mimpi mu itu
adalah kenyataan... kau bilang kejadian terakhir adalah kau pingsan ketika
salah seorang teman dari orang yang bernama Chinmi itu datang, bukan?” ujar
Nagi. “bukankah berbahaya jika kau kembali kesana dengan kondisi seperti itu?”
lanjutnya.
“tapi
jika aku tidak kembali, bisa-bisa Chinmi akan...” Hayate segera menghentikan
ucapannya. “Ah tidak jadi...” ucapnya segera.
Nagi
terdiam sejenak, ia nampak sedang mencerna perkataan Hayate,“Kau benar... kalau
begitu sebaiknya kau kembali kesana! Tapi... pastikan kau tidak terluka parah,
oke?” suara Nagi mengecil pada kata-kata terakhir.
Hayate
tersenyum, “Ya, tentu saja...!” jawabnya.
Maria
yang sedari tadi hanya diam dan mendengarkan saja kali ini berkomentar, “etto...
bagaimana caramu untuk kembali ke
sana, Hayate?” Maria tersenyum heran.
“Ah
iya! Bagaimana ya?” ucap Hayate dan Nagi bersamaan, rupanya mereka lupa
memikirkan bagian yang terpenting itu.
“Ale???”
Maria hanya bergumam pasrah. ‘Tampaknya, mereka memang tidak memikirkan hal
itu...’ batinnya.
Sejenak
ruangan itu hening. Mereka bertiga saling berpikir bagaimana cara kembali ke dunia tempat Chinmi berada.
“Apa
jangan jangan kau harus tak sadarkan diri agar bisa kembali kesana?” tanya
Maria.
“Mungkin
saja...” ujar Hayate.
“Jadi
dia hanya perlu tidur?” tanya Nagi.
“Um...
tampaknya tak semudah itu. Saat aku masih disana
tentu saja aku juga tidur, akan tetapi aku tak benar-benar kembali kesini hanya tampak sebagai
‘pengelihatan’ saja, bagiku.” Jawab Hayate.
Ruangan
kembali diam. Tiba-tiba saja Nagi menyeletuk, “Bagaimana kalau kau kuhipnotis
saja?” ujarnya jahil.
Tampaknya
ide jahil Nagi tersebut kembali membawa sebuah ide cemerlang, kali ini ide
tersebut berasal dari Maria. “Ya, mungkin saja kita bisa melakukan itu!”
ucapnya. “Tapi tentu saja jangan kau yang melakukan itu, Nagi...” lanjutnya.
Wajah Nagi berubah cemberut, ia juga melipat tangannya.
“Lalu
siapa?” tanya Hayate.
“Bagaimana
kalau seorang ahli psikologis?” usul Maria.
“Dan
bagaimana caramu menemukan orang itu, Maria?” tanya Nagi sambil memutarkan bola
matanya, tampaknya ia sedang merajuk.
“Aku
punya seorang kenalan yang bekerja di bidang itu...” jawab Maria sambil mengeluarkan
sebuah buku notes kecil dari tasnya.
“Tampaknya
kau memang penuh persiapan ya?” puji Hayate.
“Ya
begitulah” tanggap Maria, ia pun menelepon orang tersebut. Untungnya pada saat
itu orang yang ia maksud itu, baru saja hendak pulang dari tempat kerjanya yang
berjarak tidak jauh dari rumah sakit itu.
Seusai
menelepon Maria berujar, “Nah, dia sedang menuju kemari...! kebetulan ia sedang
berada didekat sini.”
Nagi
dan Hayate tampak seolah tak percaya bahwa akan semudah ini. “Wah...” ucap
Hayate kagum.
“Ada
apa Hayate?” tanya Maria.
“Tidak.
Tidak ada apa-apa” Hayate menggeleng-gelengkan kepala.
Jadi
begitulah... merekapun menunggu kedangan orang yang merupakan seorang
psikologis tersebut.
“Shikashi...
bagaimana kau bisa kenal dengan orang ini Maria?” tanya Nagi penasaran ia sudah
tidak ngambek lagi.
“Oh
itu... Kalian ingat saat aku pulang dari pasar sambil membawa seorang turis
Cina yang bernama Dr. Cheng?” ungkap Maria. Nagi dan Hayate mengangguk. “Nah
dia adalah orang tersebut...” jawab Maria singkat.
“Ooooh...”
Nagi dan Hayate menjawab bersamaan.
***
Sementara
itu, kembali ke tempat dimana Chinmi berada...
Akhirnya
Chinmi kembali ke markas gerombolan Mogui, ‘sekarang aku harus menuju tempat
Kwon Liun berada...’ pikirnya.
Sesaat
sebelumnya, prajurit yang tadi kehilangan jejaknya akhirnya menemukan Chinmi
pada saat ia dalam perjalanan kembali. Akan tetapi itu tak jadi masalah, karena
Chinmi telah mengalahkan mereka dengan mudah.
“Nah,
sekarang dimana, Kwon Liun?” gumam Chinmi sambil melihat ke sekeliling, karena
ia tak masuk melalui tempat yang sama dengan ketika ia pergi tadi.
Untung
saja saat ini perhatian para prajurit sedang terpusat pada pertarungan Riki vs
Reiken dan Ryukai vs Jinwon.
“Itu
dia...” gumam Chinmi setelah menemukan Kwon Liun yang berada
***
Setelah
menunggu sekitar 15 menit akhirnya orang tersebut datang. Maria segera
menyambutnya dan menjelaskan kasusnya. Untungnya Dr, Cheng dapat berbahasa
Jepang sehingga penjelasannya berlangung cepat.
Kemudian
Dr. Cheng berkomentar, “Selama saya bekerja sebagai psikologis selama 20 tahun
ini, saya belum pernah mengalami kasus seperti ini...”. Ujarnya dengan dahi
mengernyit. Tampak kekecewaan terpancar dari Hayate, Nagi, dan Maria. Terlebih
lagi Hayate.
Dr.
Cheng pun melanjutkan dengan sebuah senyuman diwajahnya, ia berkata “Tenang
saja... meskipun aku belum pernah mengalaminya bukan berarti tak ada orang yang
telah melewati kasus seperti ini...” ujarnya.
Kemudian
ia membuka sebuah buku yang tampaknya berisi sebuah buku penuh dengan artikel
lama. “Apa itu Dr. Cheng?” tanya Nagi.
“Oh,
ini adalah kumpulan dari beberapa kasus aneh yang pernah terjadi. Dan salah
satunya adalah...” Perkataan Dr. Cheng membuat Maria, Nagi, dan Hayate menahan
nafas. “... Nah, ini dia!” Ia pun menunjukkan kepada mereka bertiga mengenai
sebuah koran dan artikel lama.
“Eh,
maksudmu berita Paralyze in time
ini?” tanya Nagi.
Hayate
tampak bingung, “Maksudnya seperti penjelajah
waktu?” tanyanya.
“Memangnya
ada kasus seperti itu?!” tambah Maria.
Dr.
Cheng hanya mengangguk mengiyakan semua pertanyaan tersebut. Memang koran itu
menunjukkan sebuah kasus dimana seseorang telah tertidur selama 1 tahun dan
terlihat dalam sebuah foto bersejarah yang difoto setidaknya 5 tahun sebelum
pria itu lahir. Pria itu juga mengatakan bahwa selama ia tertidur, ia bermimpi
sedang kembali kemasa lalu.
“Maksudmu,
aku... aku benar-benar menjelajah waktu?” sahut Hayate.
“Kurasa
ada suatu alasan tertentu mengapa kau dapat melakukan hal itu. Lihat! Bahkan di
koran ini pun juga dikatakan bahwa pria yang kembali kemasa lalu itu memiliki
sebuah jam poket yang merupakan warisan dari leluhurnya yang hidup dimasa
bersejarah itu.” Analisis Dr. Cheng.
Hayate
segera mengeluarkan kalung yang selalu ia kenakan itu, ‘Jangan-jangan ini semua
terjadi karena kalung pemberian kakek nona Nagi ini?’ batinnya bertanya-tanya.
Dr.
Cheng memperhatikan tingkah laku pasiennya itu. “tampaknya kalung itu sangatlah
berarti bagimu. Benar begitu?” tanyanya.
“Ah,
iya... anda benar” jawab Hayate dengan malu-malu.
“Baiklah,
kita anggap saja bahwa kalung itulah penyebab dari semua ini. Yang artinya setidaknya
kau dapat kembali kemasa lalu. Akan tetapi kau perlu sebuah ‘pancingan’ untuk
itu. Jadi...” Dr. Cheng mengeluarkan sebuah liontin dari tasnya. “Bagaimana
kalau kita mulai dengan alternatif hipnotis?” usulnya.
“Baiklah...”
Hayate setuju meskipun ia tidak mengerti dengan penjelasan Dr. Cheng mengenai
kalungnya itu.
“Nah,
kalau begitu sebaiknya kalian berdua mundur dulu sebentar, Oke?” pinta Dr.
Cheng kepada Nagi dan Maria. “Oke...”
jawab Nagi. Sementara itu Maria hanya mengangguk kemudian mengambil jarak dari
tempat itu.
“Pst...
Maria, apa kau pikir ini akan berhasil?” tanya Nagi dengan berbisik.
“Entahlah,
kita hanya harus percaya pada Dr.Cheng dan juga Hayate...” jawab Maria.
Setelah
memastikan posisi Hayate nyaman, Dr. Cheng mulai memberi sugesti “Oke Hayate,
sekarang kau harus rileks. perhatikan kalung ini... semakin kau melihatnya
bergerak... semakin kau mengantuk, semakin mengantuk, dan semakin mengantuk...”
Hayate pun mulai measa berat di kedua kelopak matanya. Lama kelamaan ia
tertidur.
***
Kembali
lagi ke masa tempat Chinmi berada...
Tak
lama setelah menemukan tempat keberadaan Kwon Liun, Chinmi segera menuju ke
hadapannya.Kedatangan Chinmi tampak tidak mengejutkan lagi bagi Kwon Liun.
“Nah,
akhirnya kau sampai juga disini, jadi apa maumu?” tanya Kwon Liun dengan wibawa
seorang raja.
“Bukankah
sudah jelas? Aku kemari untuk menyelamatkan Yan...” jawab Chinmi serius.
“Oh,
aku tak akan membiarkanmu melakukan itu kau tahu...?” jawab Kwon Liun sambil
membelai pipi Yan yang disambut rintihan Yan dan tatapan kesal Chinmi.
“Tapi
kurasa akan menarik jika kau melawanku dalam duel 1 lawan 1...”. Ujar Kwon
Liun.
“Bagaimana
jika kita bertaruh saja?” tawar Kwon Liun.
‘Taruhan?’
Pikir Chinmi.
Kwon
Liun tersenyum jahat seolah telah merencanakan sesuatu, “Aku menantangmu
berduel, dan jika aku kau menang, gadis ini akan kembali bersamamu...”
tawarnya.
“Dan
jika aku kalah...?” Tanya Chinmi.
“Kau
akan jadi ‘budak’ ku...” jawab Kwon Liun dengan tatapan dingin. Yan merintih
seolah hendak berteriak untuk mengatakan pada Chinmi untuk menolak tawaran itu.
Namun
tanpa ragu Chinmi menjawab, “Baiklah... kuterima tantanganmu”. Jawabnya dengan
gagah.
“Bagus...”
gumam Kwon Liun. Ia pun bangkit dari ‘singgasana’ nya kemudian turun ke
‘arena’.
Dengan
demikian pertarungannya pun bertambah 1 lagi, yaitu Chinmi vs Kwon Liun.
‘Aku
harus menang... Tidak hanya demi Yan, tapi juga demi murid-murid ku dan
teman-teman di kuil Dairin. Ayo Chinmi, kumpulkan seluruh tenagamu!’ batin Chinmi
menyemangati dirinya sendiri.
Tak
lama kemudian Kwon Liun telah berada dihadapannya disambut dengan sorakan dari
para prajurit yang mendukung bos mereka.
Chinmi
segera memasang kuda-kuda begitu pula dengan Kwon Liun. Kwon Liun juga tidak
menggunakan senjata, tapi bukan berarti keadaan mereka berdua seimbang.
“Kau
sudah kehabisan tenaga bukan?” ujar Kwon Liun tepat sasaran.
“...”
Chinmi hanya diam, ia tak mau membuang sisa tenaga yang ia punya untuk bicara
yang tak seperlunya.
“Hmp...
Ini akan mudah...” Gumam Kwon Liun kemudian menyerang Chinmi dengan salah satu
jurus miliknya ‘jurus tinju penghancur’ yang pada dasarnya hampir sama dengan
‘jurus peremuk tulang’ milik Chinmi.
Chinmi
menghindar, namun tenaga dalam Kwon Liun mengenai tubuhnya sehingga ia merasa
seperti sebuah meriam baru saja mengenai perutnya. Chinmi meringis kesakitan
‘tenaga dalamnya kuat... tak beda dengan Jendral Boru yang ia lawan di Kan’an.
Chinmi
terdiam sesaat ia tertunduk dan tubuhnya tak bisa digerakkan karena rasa sakit
yang tiba-tiba saja melanda. ...*Siiiing*... Keheningan mencekam datang
bersamaan dengan hembusan angin sepoi-sepoi yang berlalu begitu saja.
“Akui
saja kekalahanmu Chinmi, dan mungkin saja kau akan jadi salah satu dari tangan
kananku...” tawar Kwon Liun dengan senyum keji terpasang diwajahnya.
“Tidak...”
Chinm kembali menegakkan tubuhnya, “Tak kan kubiarkan ini berjalan semaumu!”
ujar Chinmi dengan penuh semangat. Tenaganya sedikit pulih setelah terdiam
sejenak sesaat tadi. ‘Tenaganya yang luar biasa itu... tak mungkin dapat
kukalahkan tanpa perhitungan yang matang...’ batin Chinmi. Kwon
Liun menjawab, “Hmp... baiklah itu akan menjadi permintaan terakhirmu...”
***
Hayate
mulai membuka matanya. Ia kini berada di atas pohon dalam posisi terikat.
“Eh
dimana ini?” gumamnya seolah setengah sadar. Goku yang tengah menjalankan
perintah Chinmi untuk menjaga Hayate itu menoleh, “Ngiik? NGUUUK!” Goku berseru
gembira mengetahui Hayate telah sadar dari pingsannya.ng Kwon Liun. “Apa?!”
pekik Hayate terkejut, ternyata banyak yang telah terjadi selama ‘roh’ nya
kembali ke tempat dimana ia berasal.
“Lho
Goku? Dimana Chinmi?” tanya Hayate segera, sambil berusaha melepaskan ikatannya
yang cukup kuat itu. Goku dengan menggunakan bahasa tubuh memberitahukan Hayate
kalau Chinmi yang membawanya kesini dan kini telah kembali untuk menantang Kwon
Liun.
“Aku akan kesana... Tapi sebelumnya, Goku
kemari!” Hayate memanggil Goku dan kemudian membisikkan sesuatu padanya.
Sepertinya Hayate telah terbiasa untuk berbicara dengan Goku seperti ia
terbiasa berbicara dengan Tama. “Kau mengerti?” ujarnya memastikan. Goku
mengangguk, kemudian mereka berdua pun pergi ke arah yang berbeda. Hayate
kini tengah menembus hutan untuk menyusul Chinmi. ‘Bertahanlah Chinmi!’ batin
Hayate.
***
Meskipun
tidak sedang dalam keadaan terdesak, namun Chinmi masih belum dapat menyamakan
kedudukan. Anggota tubuhnya yang mati rasa pada pertarungan sebelumnya, telah
ia paksakan untuk bergerak dan kini tubuhnya sudah hampir mencapai batasnya.
Namun gerak refleknya yang sudah terlatih membuatnya tetap dapat bergerak
dengan lincah.
“Jurus peremuk
tulang!!” Chinmi
menggunakan jurus andalannya itu pada punggung Kwon Liun saat ia lengah. Kwon
Liun terhempas ke depan, namun ia masih tetap berdiri. Kwon
Liun kemudian bangkit dan tertawa, “Hahaha hanya seperti itukah kekuatan dari
jurus andalanmu itu?”. Dengan nafas yang cukup berat Chinmi membatin, ‘Tidak...
kekuatanku sudah hampir habis, jurusku tak dapat digunakan seperti
biasanya....’.
“Kalau
begitu...” dalam sekejap Kwon Liun menghilang dari pandangan, “Kau akan mati!”
tiba-tiba ia berada di belakang Chinmi dan menendangnya dengan kekuatan yang
cukup besar untuk melempar Chinmi hampir keluar ‘arena’ mereka.
‘Gawat,
aku tadi tak dapat merasakan hawa kehadirannya... apakah ini sudah menjadi
akhirnya?’ pikirannya mulai pesimis. Tiba-tiba saja bayangan gurunya, kakaknya,
Goku, Yan, Hayate, serta teman-temannya di kuil dairin mengampiri pikiran
Chinmi dan menyemangatinya, “Ayo Chinmi, bangunlah!... Ayo pak guru!
Semangat!... Ini belum berakhir, Chinmi... Chinmi kami percaya padamu, ayo
bangkitlah!” begitulah, sekali lagi Chinmi bangkit setelah mendapat dorongan
semangat dari teman-temannya.
“Keras
kepala....” Kwon Liun bergumam lirih. Kwon Liun berencana untuk mengabisi
Chinmi sebelum ia sempat berdiri lagi. Chinmi yang baru saja bangun itu tak
bisa menghindar dari tendangan yang dilakukan Kwon Liun sepenuh tenaga.
Untungnya... sebelumnya Chinmi telah melindungi bagian perut yang diincar Kwon
Liun dengan kaki dan tangannya, namun ia masih terpental kebelakang karenanya.
“Aku
tak bisa menyerah...” gumam Chinmi selembut sebuah bisikan halus. “Hm...? apa
kau bilang?” tanya Kwon Liun dengan nada sinis. “Demi teman-temanku, aku tak
akan menyerah!” Seru Chinmi bersamaan dengan munculnya api semangat yang
berkobar-kobar pada auranya.
‘Sial,
bagaimana bisa ia mendapatkan kekuatan sebesar ini?’ pikir Kwon Liun yang
tersengat oleh aura Chinmi yang menusuk lawan. ‘Tapi, dia sudah selemah orang
tua bangka... akan kujatuhkan dia dengan jurus andalanku ini’. “Jurus tinju penghancur!” seru Kwon Liun
dengan mata merah menyala karena kesal. Secara refleks Chinmi menghindar dengan
melompat agak jauh dari jangkauan Kwon Liun. Tubuhnya yang sudah terlatih itu
sangat mendukungnya dalam keadaan terdesak seperti ini. ‘aku mulai kehabisan
tenaga... seharusnya tak kugunakan jurus ini, tapi aku tak punya pilihan
lain...’ pikirnya. Tanpa
menunggu adanya serangan lanjutan, Chinmi mengambil posisi jurus mematikan yang
disegel oleh kuil dairin, jurus dewa petir...
‘aku
tak bisa menggunakan jurus ini dihadapan orang sebanyak ini...’ Chinmi kembali
membuka kuda-kudanya. Tiba-tiba saja apa yang Chinmi butuhkan terjadi. Terjadi
kericuhan diantara para prajurit Kwon Liun, rupanya Ryukai dan Riki berhasil
mengalahkan lawan mereka dan kini hendak membantu Chinmi. Ketenangan yang
sedari tadi membuat nafas tercekat kini berubah menjadi riuh peperangan. 2
orang ahli kungfu kuil dairin melawan 100 atau bahkan 200 orang? Bukan masalah
bagi mereka...
Chinmi
berhasil memancing Kwon Liun untuk mengikutinya menembus hutan menuju daerah
tandus ditepi jurang. Dengan begini Chinmi akhirnya mendapat celah untuk
menyerang Kwon Liun. Dia menotok titik darahnya dengan berputar, sama seperti
ketika ia melawan Jendral Boru. Tujuannya sama dengan yang dulu, yaitu agar
jurus ini tidak sampai tersebar ke tangan Kwon Liun. Telapak tangan Chinmi
bersinar, sementara ia mulai kehabisan stamina. Untungnya Chinmi berhasil
menotok titik langit dan bumi pada tubuh Kwon Liun. Kwon Liun
yang masih tak mengerti tindakan Chinmi, hanya terus berusaha menghindar.
Terlambat... titik darah leher Kwon
Liun berhasil Chinmi sentuh... dan hasilnya...
“Jurus dewa
petir...!!!” seru
Chinmi. Kemudian seolah tersambar petir sungguhan, Kwon Liun tampak syok dan
kemudian tersungkur ketanah, ia pingsan dengan rasa sakit yang sangat luar
biasa. Chinmi juga tidak dalam kondisi yang lebih baik. Tepat setelah ia
berhasil menyentuh titik darah leher milik
Kwon Liun, tangannya berhenti bersinar, tubuhnya bergetar, dan lututnya terasa
lemas. Ia pun tersungkur ke tanah juga tak lama kemudian. ‘hh... Aku...
berhasil... sekarang tinggal... hh... membebaskan Yan... hh... dan pergi dari
sini...’ pikir Chinmi. Sayangnya tubuhnya tak mau mendengarkannya. Ia tak dapat
bergerak seinchipun dari tempatnya berada.
Sementara
itu... ternyata selain Ryukai dan Riki, saat ini bala bantuan dari kuil dairin
yang terdiri dari murid-murid Chinmi, Jin Tan, Bikei, dan Hayate sedang melawan
para prajurit Kwon Liun. Para prajurit terlalu serius untuk melawan orang-orang
kuil dairin hingga tak menyadari bahwa bos mereka telah kalah.
“Hayate,
dimana Chinmi?” tanya Jin Tan. “Seharusnya dia berada di sekitar sini...” ucap
Hayate. Rupanya ialah yang telah meminta bantuan dari kuil dairin. Hayate
kebingungan, ditengah keramaian seperti ini sulit baginya mencari Chinmi,
terutama dengan banyaknya musuh yang menghadang.
“Hayate!”
seruan itu terdengar tak asing lagi, itu Yan! Dia sudah bebas dari ikatannya,
terima kasih untuk Goku. “Yan! Kau tahu dimana Chinmi?!” seru Hayate. Kwon Liun
dan Chinmi pergi ke arah sana! Hayate, tolong bantu Chinmi!” pekik Yan cemas.
“Aku tahu itu...” ujar Hayate dan tanpa meminta persetujuan siapapun ia segera
menuju tempat yang ditujukan Yan.
‘Tetap
selamat Chinmi...’ pikir Hayate tak tenang.
***
*Krak!!!* sebuah suara ranting yang terinjak itu
membuat Chinmi was-was. Namun ketika ia berusaha bangkit, ia kembali terjatuh.
Ia sudah tak punya tenaga lagi. Satu-satunya hal yang dapat ia lakukan adalah menoleh
ke arah suara. Chinmi tampak terkejut dengan kehadiran orang tersebut.
“ka...
kau...” gumam Chinmi. Itu Jinwon! Tangannya menggenggam sebuah pedang, ia
menancapkan pedang itu ke punggung Kwon Liun. Kwon Liun pun tewas tepat
dihadapan Chinmi. “apa yang kau...” Chinmi hendak berteriak namun ia tak bisa.
Jinwon mencabut pedang itu dan mengarahkannya kepada Chinmi. “Kau
berikutnya...”.“Terima
ini!!!” Jinwon menghunuskan pedangnya.
“not a chance!!!”seru Hayate dengan menggunakan
bahasa Inggris. Ia menendang pergelangan tangan Jinwon hingga tangan Jinwon
terhempas dari posisinya yang semula hendak menebas Chinmi.
Jinwon
memelototi Hayate, ia menggeram kesal. Dengan pedang yang masih tergengggam
ditangannya, ia menyerang Hayate dengan kecepatan yang bukan main. Untungnya
stamina Hayate sempat pulih setelah ia sadar dari pingsannya tadi.
Sementara
itu dengan susah payah Chinmi hendak bangkit untuk membantu Hayate. Sekali
lagi, perjuangannya itu hanya sia-sia. Ia masih dalam keadaan sadar saja sudah
merupakan suatu hal yang luar biasa mengingat apa saja yang telah ia alami
sejak pagi hingga malam ini.
Gerakan
Jinwon sudah tak selincah ketika ia melawan Chinmi sebelumnya, sebab ia juga
sudah kelelahan setelah menghadapi Chinmi dan kemudian melawan Ryukai hingga ia
kalah. Serangan Jinwon mulai tak berpola dan terlihat asal-asalan, nafasnya
juga tak beraturan.
Hayate
yang menyadari keadaan lawannya itu segera mengambil kesempatan dan menyerang
Jinwon. Jinwon terpental karena sudah kehabisan tenaga untuk bertahan, ia tanpa
sengaja tersandung tubuh Chinmi sehingga ia terjatuh ke arah jurang, begitu
pula dengan Chinmi yang ikut terseret olehnya.
“CHINMI...!!!”
pekik Hayate panik, ia segera menuju bibir jurang. Ia mendapati Chinmi tengah
berusaha bertahan dengan menggenggam sebatang pohon yang tumbuh di tebing
jurang. Jarak antara mereka berdua terlalu jauh untuk hanya saling menggapai
tangan satu sama lain, dan Hayate menyadari hal itu.
“Chinmi,
bertahanlah disana! Aku akan mencari tali untukmu!” seru Hayate kemudian segera
berlalu. Chinmi hanya bisa berpegangan pada dahan tersebut, ia berusaha sekuat
tenaga untuk mengangkat dirinya agar dapat duduk diatas dahan itu dan bukannya
tergantung dengan pasrah seperti ini.
***
Hayate
kembali ke markas Gerombolan Mogui untuk mengambil tali yang sebelumnya
digunakan untuk mengikat para tahanan. Begitu Hayate telah menembus hutan dan
sampai di tempat tujuannya, rupanya seluruh prajurit gerombolan Mogui telah
terkapar ditanah, mereka semua telah dikalahkan oleh murid-murid Chinmi, Ryukai,
Riki, Jintan, Bikei, dan juga Goku. Yan juga telah disuruh kembali ke kuil
dengan didampingi oleh Kuppa.
“Hei
Hayate, apa kau sudah menemukan Chinmi?” tanya Bikei. Yang lainnya juga
menghampiri Hayate untuk menanyakan pertanyaan yang sama.
“Ya,
dia sekarang sedang tergantung di dahan tebing jurang, kita harus membantunya
segera!” jawab Hayate panik.
“APA?!”
jawab yang lainnya. “Namlu, Yokke, Sancu, Yonfa, Koko, kalian kumpulkan samua
tali yang dapat kalian temukan secepatnya! Sisanya ikuti Hayate, Riki, dan Aku
ke tempat Chinmi sekarang!” arah Ryukai. “baik!” jawab mereka bersembilan
dengan kompak. Mereka pun bubar sesuai arahan Ryukai. Hayate memimpin jalan.
Semua kini sedang memikirkan hal yang sama, keselamatan Chinmi...
***
...*sreeet..
*...
Salah
satu pegangan tangan Chinmi terlepas. Ia gagal membawa dirinya ke posisi yang
lebih aman, dan kini ia hanya dapat membuang sisa energinya dengan
bergelantungan pasrah di dahan pohon ini. “A, aku... tak boleh jatuh! Aku
harus... K, kembali! Aku belum berhasil menyelamatkan Yan...!” gumam Chinmi
terbata-bata. Sekali lagi ia berusaha mengembalikan tangannya kembali ke atas,
tapi tangan kanannya yang sedari tadi mati rasa itu tak mau menuruti
kemauannya.
Ditengah
kepasrahannya itu, terdengar suara seseorang memanggil namanya, “Chinmi!!!...
Pak Chinmi!!!... Chinmi dimana kau?!... Ngiiiik!!!” itu suara Jintan, Gunte, Ryukai,
dan Goku. Tak lama kemudian mereka sampai di bibir jurang tepat diatas tempat
Chinmi berada. “Chinmi!?” pekik Bikei, Jintan, dan Gunte.
“Oh,
kalian disini?... berarti gerombolan Mogui sudah kalah, bukan?... apa Yan
selamat?” serentenan pertanyaan Chinmi lontarkan dengan segera. “benar sekali,
Yan sedang bersama Kuppa. Kau memag selalu begitu Chinmi... terlalu
mengkhawatirkan orang lain, Tapi sekarang bukannya seharusnya kau perlu lebih
mengkhawatirkan keadaanmu?” ujar Jintan. “haha... kau benar...” jawab Chinmi
terdengar lemah.
Tepat
sedetik kemudian, Namlu, Yokke, Sancu, Yonfa, dan Koko datang dengan membawa
tali. Dengan cekatan Hayate mengikat tali tersebut membantuk ikatan tali
penyelamat. Setelah semuanya memeganggi satu sisi, tali tersebutpun dijulurkan
kearah Chinmi. “Chinmi, cepat lingkarkan tali itu di pundak dan pinggangmu!”
perintah Hayate. Chinmi segera melakukan apa yang dikatakan Hayate. Kemudan
Chinmi pun ditarik keatas.
Namun
ternyata tali tersebut sedikit demi sedikit mulai terkikis karena tergesek
batu. Sehingga ketika Chinmi sudah hampir sampai diatas tali tersebut putus!...
Untungnya
dengan gesit Hayate berhasil meraih lengan Chinmi. Namun karena berat mereka
seimbang dan posisi kedua tangan Hayate yang tengah sibuk menangkap Chinmi
serta tubuhnya yang condong ke jurang membuatnya hampir terbawa Chinmi jatuh.
Tubuh Hayate segera ditahan oleh Riki, Ryukai, dan lainnya sehingga mereka
berdua tak terjatuh. Chinmi pun berhasil ditarik ke atas.
Chinmi
dibaringkan jauh dari tepi jurang. “Terima kasih ya... kalian...” ucap Chinmi
tulus. Ia masih tak dapat mendudukkan dirinya sendiri. “Tak masalah...” jawab
Jintan. “Nguuk!” tambah Goku. “Tenang saja Pak Guru Chinmi!” seru Gunte
mewakili teman-temannya. Riki dan Ryukai hanya menatapnya dengan senyum.
“Dan
Hayate... maaf telah melibatkanmu... kita bahkan belum menemukan
teman-temanmu...” kata Chinmi masih terbata-bata. “Tak apa... lagipula soal
teman-temanku, aku sudah tahu mereka ada dimana. Tenang saja, mereka baik-baik
saja.” Ujar Hayate. “Baguslah...” ucap Chinmi lega, seketika kemudian ia tak
sadarkan diri. Semuanya panik karena tiba-tiba saja Chinmi tak sadarkan diri
seperti itu, tapi tak lama kemudian mereka sadar bahwa Chinmi hanya tertidur. Sepertinya
Ia terlalu lelah untuk melanjutkan percakapan, dan teman-temannya sangat
mengerti mengenai hal itu.
Hayate
meminta izin pada Ryukai dan Riki agar ialah yang membawa Chinmi kembali ke
kuil. Mereka berdua setuju saja, begitu pula dengan yang lainnya. Jadi,
sementara yang lainnya masih mengurusi korban-korban pingsan dipihak Kwon Liun
termasuk jasad Kwon Liun yang dibunuh Jinwon dan juga jasad jinwon yang berada
didasar jurang, Hayate menggendong Chinmi di punggungnya dan membawanya kembali
ke kuil dengan ditemani Goku.
Ditengar
perjalanan, Chinmi terbangun. “maaf ya Hayate, telah membuatmu melakukan ini...
kau bisa menurunkanku sekarang...” ujar Chinmi setengah berbisik. “Kau sudah sadar?
Syukurlah... maksudmu membawamu seperti ini? Aku hanya membalaskan utangku...
ya, sebelum aku pergi dari dunia ini.” Gumam Hayate. Hayate menurunkan Chinmi
dan membiarkannya berdiri sendiri. Jalan Chinmi tampak pincang dan
terhuyung-huyung. “Ngiiik....!” Goku tampak khawatir dan bersikap seolah ingin
menangkap Chinmi yang sudah hampir tejatuh. Hayate pun merangkul Chinmi agar
tidak terjatuh. “terima kasih. Ucap Chinmi dibalas dengan senyuman Hayate.
Chinmi
masih penasaran dengan yang Hayate katakan tadi, sebab terdengar seperti pesan
sebelum kematian. “apa maksudmu?” tanyanya. “Nguuk?” Goku juga sama
penasarannya dengan Chinmi. Hayate tersenyum, iapun menjelaskan kedatangannya
dari masa depan dan bagaimana ia dapat kembali kesini setelah sebelumnya ‘pulang’
ke masanya sendiri. Chinmi tampak heran, “jadi hal seperti itu memang dapat
terjadi?” tanyanya. “Ya, dan itulah sebabnya kita saling merasa aneh satu sama
lain ketika kita saling bertemu pertama kali.”
“kalau
begitu, sekarang bagaimana caramu untuk ‘pulang’, Hayate?” . “Nguuk?” Goku
ikut-ikutan penasaran. “Entah... kuharap kepala biksu tahu. Maafkan keegoisanku
ya... sebenarnya aku membawamu bersamaku juga agar aku dapat lebih cepat
kembali, kau tahu kan, kakek tua itu tak pernah serius saat berbicara
denganku.” Jawab Hayate sambil terkekeh. “Ya...
serahkan saja padaku...” ujar Chinmi. Mereka bertiga pun terus berjalan menuju
tempat tujuan mereka... Kuil Dairin.
***
Begitu
sampai di kuil dairin, Chinmi dan Hayate disambut oleh para penduduk desa yang mengungsi
dan para penghuni kuil, terutama Yan, Biksu Rhoi, dan Kuppa. “Chinmi!... Pak
Chinmi!” sambut mereka. “Sebaiknya kita segera obati luka-lukamu... kau juga
Hayate...” kata Pak Rhoi. “Ah, lukaku tak berbahaya bagiku, Chinmi lah yang
paling membutuhkan pertolongan.” Elak Hayate dengan sopan.
“Hohoho
begitu ya...” jawab Biksu Rhoi. Saat Chinmi hendak dibawa ke balai pengobatan,
ia menolak secara halus. “Ini bukan masalah besar Piksu Rhoi, aku dan Hayate
masih memiliki satu urusan lagi untuk diselesaikan, benar kan?” ujarnya. “eh...
iya sih... tapi itu bisa besok saja...” tanggap Hayate.
Belum
sempat Chinmi berkomentar seseorang berucap, “Chinmi benar Hayate... Kau harus
menyelesaikan urusanmu.” Itu kepala biksu! Chinmi tersenyum karena pendapatnya
menapat dukungan dari kepala biksu. “Tapi...” Yan hendak membantah pendapat
Chinmi sekali lagi, namun ia benar-benar dihentikan oleh kepala biksu. “Chinmi,
apa kau masih bisa mengantarkan Hayate?” tanya kepala biksu. “Ya, tentu
saja...!” jawab Chinmi sambil menunduk hormat kepada kepala biksu, Hayate juga
mengikuti tidakan Chinmi. “Kalau
begitu pergilah ke tempat yang kalian kunjungi tadi pagi. Tak perlu kusebutkan
dimana bukan?” ucap kepala biksu sambil tersenyum. “Baiklah!” jawab Chinmi dan
Hayate kompak. Lalu mereka berdua pun segera kembali ke tempat awal petualangan
mereka pagi ini, yaitu Gua pengujian.
***
Setelah
sampai di tempat yang mereka tuju, baik Chinmi maupun Hayate tak tahu apa yang
harus dilakukan. “jadi... apa yang harus kulakukan?” tanya Hayate. “Tunggu,
tadi kau tak tanya kepala biksu?” Chinmi balik tanya. “aku lupa...” jawab
Hayate sambil menyengir lucu. “hahaha kau ini...” Chinmi juga ikut tertawa
karenanya.
“Baiklah
sekarang serius, bagaimana caranya aku bisa kembali?” tanya Hayate lagi. “Entahlah...
lagipula, apa kau benar-benar tak bisa menetap lebih lama lagi?” ujar Chinmi
menanyakan kepastian itu sekali lagi. “maaf Chinmi, kau adalah salah satu teman
terbaikku. Tapi... aku tak bisa meninggalkan teman-teman dimasaku dan juga
majikanku nona Nagi. Kau tahu itu kan?” jawab Hayate. “ya... aku mengerti.” Ucap
Chinmi pasrah. “Aku tak dapat membantumu banyak, tapi aku hanya dapat
mengatakan apa yang mungkin akan kulakukan disituasi ini...”
“Jadi...”
tanya Hayate penasaran. “yang bisa kupikirkan hanyalah bermeditasi...” ucap
Chinmi seadanya. “kau serius?” Hayate tampak ragu. “bagaimana cara
melakukannya?” tanyanya lagi. “sama dengan saat kau menemukan ketenangan
batinmu...” jawab Chinmi dengan senyuman merekah diwajahnya. “baiklah, kurasa
patut untuk dicoba...” Hayate mengangguk, kemudian ia mulai memasuki mulut gua.
Tiba-tiba
Hayate berhenti berjalan dan kembali berbalik menghadap Chinmi, “ada apa?”
tanya Chinmi. “Chinmi... apa saat aku meninggalkan masa ini ingatan kita akan menghilang?”
tanya Hayate dengan lirih. “entahlah... tapi akan kuusahakan sekuat tenagaku
agar aku tak melupakanmu, OK?” ucap Chinmi.
Setelah
kata-kata perpisahan diucapkan, Chinmi dan Hayate saling berjabat tangan dan
berpelukan. Kemudian tanpa berkata-kata lagi Hayate memasuki gua untuk memulai
meditasinya. “selamat tinggal kawanku...” ucap Chinmi.
***
Hayate
telah memasuki gua dan bersiap untuk bermeditasi. Ia hanya diam sejenak. Dalam hatinya
ia selalu berharap agar ia dapat kembali ke masa depan tanpa kehilangan
memorinya, tidak seperti pemikiran pesimisnya selama ini.
Ia
menutup kedua rapat-rapat sambil terus berharap. Dan tanpa ia sadari ternyata kalung
liontin yang ia kenakan itu bercahaya, bahkan sangat terang. Cahaya tersebut
sangat terang hingga bahkan Chinmi pun harus menutup matanya agar tidak
kesilauan.Tak lama kemudian cahaya itu menghilang bersamaan dengan hilangnya
wujud Hayate di masa ini.
***
Kembali
ke masa depan, dimana Hayate yang terbaring dikamarnya kni mulai membuka
matanya. Hayate terbangun seolah dia adalah putri tidur yang baru saja
terbangun dari sihir tidur panjangnya. “selamat datang kembali!” sambut nona
Nagi tepat ketika Hayate baru saja membuka matanya. “jadi bagaimana?” tanya
Maria. “aku berhasil, dan tepat waktu” jawab Hayate senang. “yokkatta!” ucap
Nagi ceria. “dengan begini urusan kita sudah selesai di negeri ini...” ucap
Nagi lega.
Hayate
melihat kesekeliling, “dimana Dr. Cheng?” tanyanya. “dia baru saja pergi
beberapa menit yang lalu sebab dia masih punya beberapa pasien lainnya yang
butuh bantuannya” terang Maria. “aku mengerti” ucap Hayate dengan senyum
ketulusan diwajahnya.
Belum
lama mereka bercakap-cakap, seseorang mengetuk ruangan tersebut. ...*tok... tok...
tok...*... Maria membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang. “permisi...”
ucap orang itu dengan menggunakan bahasa Cina. “ada perlu apa ya?” tanya Maria
dengan sopannya. Orang itu menjawab bahwa ia adalah utusan dari kuil dairin. Begitu
mendengar nama kuil dairin, Hayate langsung bangkit dari ranjangnya. Orang itu
menitipkan dua buah surat yang diikat menjadi satu.
Isi
surat itu antara lain:
-Hayate,
ini Gunte... kau masih mengingatku bukan? Aku murid nomor 1 Pak Chinmi, tentu
saja kau mengingatnya bukan? Sekarang aku telah menjadi seorang pengajar
disini. Sejujurnya aku tak dapat mengingat mu. Maaf ya... tapi aku benar-benar
tak ingat, aku hanya tahu dari pak Chinmi. Dan juga surat ini diberikan padaku pada
hari keberangkatan Pak Chinmi mengembara untuk diserahkan padamu. Dan kini
kutitipkan ini kepada muridku-
Surat
ini tampak sudah sangat tua, tapi tak setua
surat yang satunya. Merekapun membaca surat yang satunya lagi.
-Hayate...
perkiraanmu benar, tak ada yang mengingat keberadaanmu, bahkan aku sendiri
sempat kehilangan ingatanku. Untungnya aku sempat mencatat tentang dirimu yang
membuat ingatanku pulih sepenuhnya. Aku ingin menyampaikan banyak hal untuk
diungkapkan. Tapi tentu saja jarak waktu yang terbentang sangat jauh ini tak
memungkinkan hal itu...-
Surat
itu sudah sangat tua hingga yang tersisa darinya hanyalah itu. Sementara yang
lainnya tak dapat dibaca karena buram. Utusan dari kuil dairin sudah lama
kembali setelah menyerahkan kedua surat tersebut. Hayate berniat untuk selalu
menyimpan kedua surat tersebut.
Dan
dengan begitu akhirnya hari-hari rumit ini pun akhirnya dapat berakhir...