Selasa, 01 Desember 2015

Time Travel? (hayate the combat buttler & tekken Chinmi)

         Pagi yang cerah di Mansion keluarga Sanzenin...
“Horeeeeee!!!! Akhirnya Liburan musim panas tiba!” seru seorang gadis cilik pemilik Mansion yang luas itu.

“Wah Nagi, kau sudah bangun rupanya, tidak biasanya kau bangun pagi seperti ini? Ada apa kok kau terlihat bersemangat sekali?” tanya Maria, si Pelayan cantik kepada gadis cilik yang merupakan  majikannya itu.

“Tentu saja aku bersemangat! Aku bisa berada di rumah dan melakukan hal-hal yang aku suka!” seru Nagi gembira.

“Tapi bukankah itu adalah kegiatanmu sehari-hari nona?” ujar seorang pemuda berumur belasan tahun yang cukup rupawan untuk seorang butler.

“Jangan berkata seperti itu, Hayate. Aku kan juga bersekolah”. Jawab Nagi.
‘Tapi hanya masuk sebulan dari satu semester...’ pikir Hayate.
“Jadi, apa yang mau kau lakukan selama liburan ini, Hayate?” Tanya Nagi.
“Em... sebenarnya aku berencana untuk melanjutkan latihan karate dan kendo ku, dan juga belajar beberapa bahasa asing. Yah... setidaknya aku tidak akan tersesat lagi seperti kejadian di Amerika itu...” Kata Hayate.

“Jadwalmu membosankan...” Keluh Nagi. “memangnya tak ada hal menyenangkan di Jadwalmu itu?”
‘yah maaf saja kalau jadwalku membosankan’ pikir Hayate. ‘tapi ini kan jadwalku bukan jadwalmu’.
“Nagi benar. Sebaiknya kau lebih bersantai di liburan kali ini... untuk masalah pelajaran bahasa asingmu itu aku akan membantumu.” Kata Maria sambil menuangkan segelas Teh Hangat kepada Nagi. “Oh iya, ini koran dari Cina dan majalah dari Korea yang kau minta, Nagi.”
“Oh sudah sampai ya?, terima kasih Maria... Baiklah saatnya beraksi hihihi.” Ujar Nagi.
“Apa yang mau kau lakukan dengan koran dan majalah itu Nagi?” tanya Maria.
“Aku mau melaksanakan misi liburan musim panasku yang pertama ‘mengerjai Wataru’, aku tahu kalau dia tidak bisa kedua bahasa ini, bahkan penulisan Kanji pun dia masih banyak yang salah. Jadi, aku akan menggunakan potongan dari kata-kata di koran dan majalah ini unuk membuat surat cinta untuknya.” Terang Nagi.
“Apa?!” seru Hayate dan Maria bersamaan.
“tentu saja atas nama Izumi...” lanjut Nagi, lalu ia menoleh kearah mereka berdua. “apa? Kalian pikir aku akan membuat surat cinta untuknya?” kata Nagi.
“e,eh tidak” jawab Hayate cepat sebelum terjadi perang mulut berkelanjutan.
“Bagus, tapi karena kalian sudah tahu soal ini aku harap kalian tidak membocorkannya ke Wataru ataupun yang lainnya, mengerti” ujar Nagi dengan mata yang berkobar-kobar.
“Siap Mengerti!!!” seru Hayate layaknya seorang tentara, sementara itu Maria hanya mengangguk.
“Tapi, ngomong-ngomong soal Cina, kudengar tempat itu indah ya? Meskipun penduduknya cukup banyak. Disana ada salah satu dari 7 keajaiban dunia bukan?” Kata Hayate mengalihkan pembicaraan.
“Kau benar, disana terdapat tembok besar Cina...” lanjut Maria.
“Ya, salah satu negara yang belum pernah aku kunjungi...” kata Nagi yang kembali sibuk dengan ‘tugasnya’. “Tapi kalau 7 keajaiban Dunia, aku sudah pernah ke patung Spinx, Menara Eifel, Menara Miring Piza, dan Candi Borobudur. Memang tempat-tempat itu sangat indah, terutama di negara tempat kami singgah saat ke Candi Borobudur, em... apa namanya?” kata Nagi lagi.
“Indonesia?” jawab Hayate.
“Ya, itu... banyak sekali pulau yang indah disana, aku ingin membeli salah satu pulau disana, tapi seseorang melarangku.” Ujar Nagi sambil menatap tajam ke arah celah pintu dimana Klaus, si pelayan, segera kabur karena ketahuan sedang ‘memata-matai’ mereka diluar kantor CCTV.
“Jadi kau belum pernah ke Cina?” tanya Hayate.
“Belum...”Jawab Nagi singkat, “Nah selesai, tinggal dikirim! Nih...” Kata Nagi sambil menyerahkan surat yang telah diberi parfum itu kepada Hayate. “Kamu kirimkan lewat kantor pos ya! Aku mau tidur”. Perintah Nagi sambil berjalan keluar ruangan menuju kamarnya.
“...”
“Jadi, setelah ini kau mau melakukan apa, Hayate?” tanya Maria.
“Sebenarnya hari ini aku tidak ada jadwal sama sekali, tapi besok aku ada janji dengan Hinagiku, dia bilang akan menemaniku berlatih Kendo. Lalu lusa aku akan berlatih Karate bersama Ayumu, Terus keesokannya lagi aku akan pergi membantu Ekspedisi Izumi, kau tahu kan dia sering tersesat?...” Cerita Hayate.
“kau benar.” Jawab Maria.
Nagi yang belum pergi jauh dari ruangan itu mendengar percakapan Maria dan Hayate. Tanpa alasan yang jelas ia segera membuka pintu itu dengan keras, ...*brak*... “Kita akan pergi liburan!” seru Nagi mengejutkan Semua orang di ruangan itu.
“Kali ini kau mau kemana, Nona?” tanya Hayate spontan.
Nagi yang belum sempat memikirkan hal itu melirik kesana kemari mencari ‘inspirasi’. “Kita akan pergi ke Cina!” serunya lagi begitu matanya berpapasan dengan koran yang ia gunakan tadi.
“Cina?” Tanya Maria meragukan keputusan Nagi.
“Ya, aku ingin pergi ke tembok besar Cina yang terkenal itu!” ujar Nagi. “Malam ini...”
“Malam ini? Apa kau yakin? Tapi...” Ujar Hayate terpotong.
“et, et, et... Tidak ada tapi-tapian kita bertiga akan pergi”. Tegas Nagi.
“Bagaimana dengan Klaus dan Tama mereka kan...” tanya Maria yang juga terpotong.
“mereka berdua lebih suka bersantai disini, aku tahu itu” jawab Nagi sebelum Maria menyelesaikan pertanyaannya. “Kita akan ke sana dengan menggunakan kapal!”.
“Kapal?” sekali lagi Maria meragukan keputusan Nagi, Hayate juga berpikiran sama, bukankah Nagi tidak suka berpergian?.
“Kau bisa belajar Kungfu disana” ujar Nagi kepada Hayate.
“Kungfu?” Tanya Hayate. Sekarang ia dan Maria bertambah curiga, kenapa Nagi tiba-tiba berbicara soal seni bela diri?.
Tatapan curiga Hayate dan Maria membuat Nagi Jengkel, “Aku tidak akan ‘bermanja-manja’ disana, tidak menggunakan kekayaanku sembarangan, tidak ada manga atau yang lainnya, mulai dari kita berangkat. Aku juga akan belajar untuk mandiri!” tekad Nagi. “Bagaimana?” Pancing Nagi.
“Hm... Baiklah aku setuju” jawab Hayate segera,
Meskipun mencurigakan, akan tetapi Hayate dan Maria setuju, ‘Kesempatan untuk merubah sikap pemalas nona Nagi, kesempatan ini tidak boleh di sia-siakan’ batin Hayate.
Kini Nagi kembali meninggalkan ruangan itu dengan perasaan puas, ‘Hehehe rencana Hayate sudah batal, jadi sekarang aku selangkah lebih maju daripada si hamster dan yang lainnya, hihihi’ batin Nagi.
Setelah Nagi benar-benar meninggalkan ruangan itu Maria kembali bertanya kepada Hayate. “Jadi bagaimana dengan Janji-janjimu itu?”.
“Em, sebenarnya aku baru berjanji kepada Hinagiku dan Ayumu. Tapi aku yakin mereka akan mengerti.” Kata Hayate, meskipun dalam dirinya ia juga menyesal bahwa ia akan membatalkan kedua janjinya itu.
“Sebaiknya kau telepon mereka sekarang, biar aku saja yang menyelesaikan beres-beres disini” Ujar Maria.
“Iya, Tolong ya Maria. Maaf, tapi aku akan segera kembali...” kata Hayate sambil pergi meninggalkan ruangan itu.
‘Hm... dia sangat baik hati dan seorang pekerja keras, serahusnya ia dapat lebih bersantai sedikit.’ Batin Maria sambil memandangi punggung pemuda itu berjalan menuju kamarnya yang berada di loteng.
***
“Baiklah pertama aku akan menelepon Hinagiku dulu...” gumam Hayate, lalu menekan tombol nomor telepon Hinagiku..
“Halo? Disini dengan keluarga Katsura, ada yang bisa dibantu?”
“Hai Hinagiku, ini aku Hayate”
“Oh, Hayate. Ada apa?”
“Ada yang ingin kukatakan mengenai latihan kita besok”
“Iya?Ada apa?”
“em... Begini... Aku tak bisa latihan besok, aku minta maaf”
“Lho? Memangnya kenapa?”
“Em... sebenarnya tadi pagi Nagi mengajakku pergi ke Cina, tentu saja bersama Maria”
“Lalu?”
“Nagi juga berkata bahwa ia akan belajar lebih mandiri, memang terdengar konyol akan tetapi ia bersungguh-sungguh dan kau mengerti ‘kan seberapa pentingnya itu bagiku?”
“Kau benar... kesempatan emas bukan?” terdengar nada kekecewaan dari kalimat ini, yang tentu saja membuat Hayate tak nyaman.
“Tapi sebagai gantinya kau harus menceritakan padaku jika kau bertemu dengan pendekar kungfu ya? Dan jangan lupa bawa oleh-oleh untukku!” seru Hinagiku.
“Hei Hinagiku?!” seru Hayate, tapi terlambat Hinagiku sudah memutuskan hubungan telepon mereka.
“lagi-lagi Kungfu” gumam Hayate. “nah, sebaiknya aku menghubungi Ayumu sekarang...” gumamnya lagi sambil menekan tombol nomor telepon Ayumu.
***
Sementara itu, sebuah dari sebuah kereta kuda yang sedang berjalan dengan santainya terdengar seruan 3 orang pemuda yang sedang dalam perjalanan menuju Ibukota Cina. Mereka bertiga adalah Chinmi, Sie Fan, dan Tan Tan. Ketiga pemuda tersebut telah berhasil melaksanakan titah dari Kaisar Cina...
“Hei Cinmi, kenapa kau tidak tenggelam?” tanya Tan Tan begitu menengarkan kisah Chinmi yang diserang oleh hiu dalam perang yang telah mereka lalui itu.
“Dengarkan dulu dong Tan Tan.” Kata Sie Fan.
“Memang saat itu aku sudah lelah karena sudah berenang cukup lama, tapi saat aku diserang Hiu itu, aku bertekad ‘aku tak boleh mati disini’. Yah meskipun aku sempat putus asa juga sih... Tapi aku bersyukur bisa selamat.” Cerita Chinmi.
“Oh ya? tapi bagaimana cara kau bisa kembali ke kapal Komandan kalau begitu?” tanya Sie Fan.
“Saat itu kebetulan bintang sedang bersinar terang, tapi di bagian bawah yang merupakan perbatasan antara Laut dan Langit, aku tidak melihat adanya bintang, dari sanalah aku tahu bahwa disana ada pegunungan yang artinya ada daratan. Jadi aku berenang kesana, tapi ternyata jaraknya tak sedekat dari yang kukira.” Tambah Chinmi.
‘He, hebat sekali...’ pikir Sie Fan dan Tan Tan bersamaan.
“Terus?” tanya Sie Fan penasaran.
“Nguik... Nguik...” sahut Goku, monyet yang merupakan teman dekat Chinmi itu bersemangat, ia juga ikut mendengarkan cerita Chinmi sedari tadi.
“Jujur saja aku senang sekali saat aku sampai di daratan. Terutama saat aku menemukan rumah seorang nelayan, nelayan itu baik sekali. Disana aku sempat makan dan beristirahat sebentar, tapi saat aku ingat rencana Ajudan Kaion aku segera menanyakan letak tanjung Horei dan segera berlari kesana”.
“Memangnya seberapa jauh dari sana ke tanjung?” tanya Tan Tan.
“kata nelayan itu sih, sekitar 50 kilo meter...” jawab Chinmi sambil mengingat-ingat.
“li, lima puluh kilo meter???” seru Sie Fan dan Tan Tan takjub.
“ya, tapi begitu aku berhasil menyusup ke kapal Komandan dan berniat menghancurkan kemudi kapal, aku malah bertemu dengan Gibei. Jadinya aku harus bertarung dengannya, tapi karena aku sudah tak punya banyak tenaga, jadinya aku tertangkap deh...” Kata Chinmi.
‘Ya, terang saja begitu’ batin Tan Tan dan Sie Fan.
“Maaf ya soal itu.” Ujar Chinmi.
“Tak apa, lagipula kalau aku diposisi mu saat itu mungkin aku tak akan bisa berlari dan memilih beristirahat di rumah nelayan itu.” Ujar Tan Tan.
“Kalau aku sih mungkin sudah dimakan Hiu.” Timpal Sie Fan.
“Nguuk... Nguuk... Nguuk...” sahut Goku seolah menambahkan pendapatnya sendiri.
“Tak mungkin seperti itu, kalian kan kuat...” Kata Chinmi.
“Tapi tak sekuat kau” kata Tan Tan jujur.
Sie Fan dan Goku mengangguk menyetujui pernyataan itu.
“Ah, mustahil...” Kata Chinmi malu, karena merasa tersanjung.
Dan pembicaraan ketiga pemuda -dan seekor monyet- itupun terus berlangsung selama perjalanan.
***
 “nona Nagi?” panggil Hayate.
“Ya Hayate?” jawab Nagi.
“Apa kau yakin akan pergi dengan menggunakan kapal pedagang itu? Bukankah biasanya nona memilih menggunakan kapal pribadi?” bisik Hayate.
“Dan bukankah aku sudah berjanji tadi? Apa kau tidak ingat?” jawab Nagi.
“Tapi kan...” ucapan Hayate terpotong oleh tepukan Maria di pundaknya.
“Sudahlah Hayate...” ujar Maria. “Oh ya Nagi, sekarang sudah malam, sebaiknya kita pergi tidur jadi besok pagi kau bisa melihat matahari terbit yang ingin kau lihat itu...” katanya lagi.
“Sebenarnya aku ingin tidur lebih malam lagi, tapi ucapanmu tadi ada benarnya juga.” Kata Nagi. “Kalau begitu selamat malam Hayate...” Ujar Nagi.
“Selamat malam nona...” Jawab Hayate. Ia masih ingin menikmati angin malam di tepi danau hanya dengan ditemani angin malam dan bintang-bintang yang bersinar terang malam itu.
“Malam yang indah...” gumam Hayate, sambil menatap lagit penuh bintang.
Begitu Nagi hendak bersiap untuk tidur, Maria berbisik menanyakan suatu hal kepada Nagi,.“Hei, Nagi. Sebenarnya apa alasanmu memilih pergi ke Cina selama liburan musim panas ini?”.
“Aku tahu kalau kau tak pernah suka dengan perjalanan jauh apalagi dengan seni bela diri, jadi sebenarnya kenapa?” tanyanya lagi.
Pertanyaan seperti ini lah yang sedari tadi dihindari oleh Nagi selama perjalanan itu, tetapi Maria malah sudah menanyakannya meskipun mereka belum berangkat sama sekali. Nagi sempat bingung mau menjawab apa, awalnya dia hanya ingin pergi jauh agar Hayate tidak pergi dari sisinya.
Tapi akhirnya ia menjawab, “a, aku melakukannya untuk Hayate, belakangan ini dia sedang tertarik dengan seni beladiri. Ka, karena itu aku kepikiran untuk kesitu saat dia bilang bisa bahasa Cina”. Alasan Nagi.
Maria sudah tahu kalau itu sebenarnya hanyalah alasan belaka, tapi ia tidak memperpanjang pembicaraan itu, nanti malah Nagi tidak mau tidur. Nagi merasa lega karena mengira Maria percaya dengan alasannya.

***
Keesokan paginya...
“Hoaam... Sudah pagi rupanya.” Gumam Chinmi.
“Apa kereta kuda ini berjalan sepanjang malam?” tanya Tan Tan yang juga baru terbangun.
“Sepertinya begitu, karena saat aku terbangun tadi kita sudah memasuki perbatasan Ibukota, dan sekarang kita sudah berada di Ibukota” jawab Sie Fan yang bangun lebih awal dari kedua temannya itu.
“Benarkah?” kata Chinmi sambil melihat pemandangan di luar, memang sekarang mereka sudah berada di Ibukota.
Tiba-tiba saja kereta kuda itu berhenti, “Hei kenapa berhenti?” tanya Tan Tan.
“kita sudah sampai” jawab Pak Kusir. Mereka bertiga pun turun dari kereta kuda.
“Terima kasih ya, Pak Kusir! Sampai Jumpa!” seru mereka bertiga sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah Kereta kuda yang mulai bergerak menjauhi mereka.
Chinmi segera melihat-lihat tempat-tempat di sekitar mereka. “Hei, kalau tidak salah ini kan rumahnya...” kata-kata Chinmi terpotong dengan seruan seseorang yang mereka kenal.
“Halo Chinmi, Sie Fan, dan Tan Tan, kalian sudah sampai rupanya!” seru orang tersebut.
“Jendral Ourin!” Seru Tan Tan, Sie Fan dan Chinmi bersamaan.
“Kalian pasti lelah selama perjalanan ayo kalian masuk dulu...” Kata Jendral Ourin mempersilahkan mereka masuk ke rumahnya.
“Sebenarnya aku sudah bosan karena terlalu lama di kereta, bukannya lelah...” bisik Tan Tan kepada Sie Fan, Sie Fan hanya terkikik mendengarnya. Sementara Chinmi sudah asik mengobrol dengan Renka.
“Hahaha, aku juga sama...” lanjut Chinmi.
“Hai, Chinmi, Goku!” seru seorang gadis yang tampak melompat keluar dari gerbang masuk, seolah hendak mengejutkan mereka.
“Renka?” gumam Chinmi.
Tan Tan dan Sie Fan tampak heran mencari sosok yang dibicarakan oleh Chinmi, namun mereka tidak menemukan Renka dimana pun. Dengan wajah kebingungan mereka pun saling pandang. “Hei Chinmi, kenapa kau memanggil Renka? Memangnya dia ada di sini?” tanya Tan Tan dengan berbisik.
“Hah? Kamu ngomong apa sih? Sudah jelas dia ada di...” perkataan Chinmi terhenti megitu ia tak melihat lagi sosok gadis itu di dekat gerbang.
“Aneh... tadi dia disana...” ujar Chinmi sambil menunjuk ke sebelah kanan gerbang.
“Kurasa kau lah yang aneh, sedari tadi tidak ada orang disana lho...!” kata Tan Tan.
“Mungkin kau kelelahan?” jawab Sie Fan nada agak cemas.
“Benarkah?” Chinmi malah balik tanya.
 “Ehm...” dehem Jendral Ourin mengejutkan Chinmi, Sie Fan dan Tan Tan yang tadi sempat berhenti berjalan sesaat.
“Ah, iya... ayo cepat!” seru Chinmi menyadari panggilan tersebut.
***
Di Rumah Jendral Ourin ketiga pahlawan Cina itu beristirahat, dan sarapan dengan makanan yang telah disiapkan oleh Istri Jendral Ourin.
“Nanti siang kalian akan bertemu dengan Kaisar di istana kerajaan, lho!” Kata Bu Keihai, istri Jendral Ourin setelah mereka selesai sarapan.
“Benarkah itu, Jendral?” Tanya Chinmi untuk memastikan.
“benar, Kaisar sendiri yang memerintahkannya” Jawab Jendral Ourin.
“Wuih, bertemu kaisar...” ujar Tan Tan yang kini mengingat masa lalu mereka saat kejuaraan bela diri dulu.
“Kalau begitu nanti saat kami pergi ke istana kerajaan, kau tetap disini dulu ya Goku...” perintah Chinmi.
“Nguik... Nguik... Nguik....” seru Goku setuju. Karena di sini ia mendapatkan banyak buah-buahan yang lezat.
***
“Ayo kita berangkat!!!” seru Nagi bersemangat. Mereka menuju pelabuhan pada pagi buta, Tetapi begitu kapal baru saja mulai berlayar Nagi kembali tertidur di sebuah ruangan di dalam kapal, tentu saja ia sudah izin kepada para pedagang itu sebelumnya.
 “Hoooaaaam!” erang Nagi, semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena ia sudah tidak sabar untuk segera berangkat pagi ini. Ia berjalan menuju geladak kapal ternyata Maria dan Hayate sudah berada disana mereka sedang mengobrolkan sesuatu. Nagi yang penasaran pun menguping pembicaraan mereka.
“Jadi Hayate, apa kata mereka berdua?” tanya Maria.
“Maksudmu Hinagiku dan Ayumu? Em... mereka bilang tak apa, mereka mengerti ketika ku katakan alasannya. Yah, walaupun begitu aku menangkap adanya kekecewaan dalam kata-kata mereka.” Cerita Hayate sambil menatap kosong ke arah laut.
“Benarkah?” kata Maria lagi.
“Ya, kurasa aku juga agak menyesal telah membuat janji dengan mereka, dengan begitu maka mereka pun tak perlu kecewa... Tapi demi nona apapun akan ku lakukan” tekad Hayate kini memandang mantap ke langit.
“Meskipun rencana ini gagal dan Nagi tak menepati janjinya seperti yang ia bilang?” tes Maria.
“Meskipun itu yang terjadi, tapi aku yakin sekali nona bisa melakukannya. Kau juga sebaiknya mendukungnya dengan sepenuh hati Maria...” kata Hayate.
“Ya, tentu saja” ujar Maria sambil tersenyum.
Mereka pun mengganti topik pembicaraan mereka dengan senda gurau, sementara itu Nagi yang mendengar pembicaraan mereka berdua terharu. ‘aku harus bisa menepati janjiku’ tekad Nagi.
***
Matahari sudah meninggi, Jendral Ourin pun mengantarkan Chinmi, Hayate, dan Tan Tan menuju istana kerajaan tempat kaisar telah menunggu mereka.
Meskipun Chinmi sudah pernah ke istana kerajaan, ia masih saja merasa takjub dengan kemewahan istana kerajaan. Itu dapat terlihat jelas dari raut wajahnya yang memandang pemandangan sekitar dengan wajah bersemangat.
“Sepertinya kamu senang sekali Chinmi...” kata Sie Fan tentu saja dengan berbisik.
“Tentu saja, kita akan menghadap kaisar. Meskipun aku... eh, maksudku kita semua pernah bertemu dengannya tetap saja aku sangat bersemangat” jawab Chinmi.
“Seperti biasanya” tambah Tan Tan.
Mereka bertiga pun akhirnya sampai di ruang singgasana Kaisar. Selain mereka para penjaga menunggu di luar ruangan. Mereka pun berlutut menunggu kedatangan kaisar.
Tak lama kemudian sang kaisar pun tiba di ruangan tersebut. “Chinmi, Sie Fan, dan Tan Tan aku sangat puas dengan hasil kerja kalian.” Ucap Kaisar.
“Terima kasih yang mulia...” jawab mereka bertiga.
“Aku secara pribadi sangat berterima kasih karena kalian telah menyelamatkan guruku dan juga menyelamatkan angkatan laut dari pemberontakan.” Tutur Kaisar. “Maaf karena kami tidak menyiapkan sambutan yang pantas untuk kalian...”
“Oh, Itu tidak perlu yang mulia. Mendapatkan titah dari anda sudah merupakan suatu kebanggan terdalam bagi kami”, sekali lagi kata-kata Chinmi yang jujur dan tulus telah mengesankan Kaisar.
“Setidaknya biarkan kami memberikan ini kepada kalian atas kerja keras dan perjuangan kalian...” Ujar Kaisar sambil berjalan ke arah mereka bertiga dengan diikuti oleh Jendral Ourin yang membawa sebuah nampan dengan tiga buah mendali di atasnya.
“Ketiga mendali ini memiliki makna yang sangat tinggi bagi kerajaan kita.” Terang Kaisar.
“Sie Fan si Bangau... Tan Tan si Macan... dan Chinmi si Naga langit” ujar Kaisar sambil mengalungkan mendali itu kepada Sie Fan Tan Tan dan Chinmi secara bergiliran.
Mereka bertiga memandang mendali masing-masing dengan takjub, “Tentunya kalian sudah tahu sejarah ketiga mitologi tersebut... Sekali lagi saya ucapkan selamat dan terima kasih kepada kalian bertiga...” Ujar Kaisar, lalu ia keluar dari ruangan tersebut.
“Wuaaah... i, ini sangat keren sekali!!” sahut Tan Tan gembira begitu kaisar telah meninggalkan ruangan tersebut bersama dengan Jendral Ourin.
“Kau benar, terlebih lagi aku sangat senang mendengar ucapan terima kasih dari Kaisar...” tambah Sie Fan.
Chinmi masih terdiam dan memandangi mendalinya itu dengan mata berbinar-binar.
“Chinmi, Ada apa?” tanya Sie Fan.
“Tidak ada, hanya saja seandainya kita tidak sedang berada di istana, entah apa yang sudah aku lakukan saat ini saking senangnya...” Jawab Chinmi dengan wajah berseri-seri.
“Wah kalau begitu sebaiknya kita keluar sebelum kau meledak Chinmi” goda Tan Tan.
Lalu mereka bertiga meminta izin meninggalkan istana kepada Jendral Ourin, ia mengatakan bahwa ia tak bisa menemani mereka karena ada tugas. Jadi mereka bertiga pun keluar dari istana dan berkeliling ibukota. Dan seperti yang telah Chinmi katakan, begitu keluar dari istana kerajaan ia langsung melompat-lompat kegirangan.
Sie Fan, Tan Tan, dan Chinmi memutuskan untuk berjalan-jalan di ibukota sebelum kembali ke rumah Jendral Ourin.
“Chinmi, Sie Fan, tidakkah kalian merasa bosan?” tanya Tan Tan setelah berjalan selama 15 menit.
Chinmi dan Sie Fan saling berpandangan, “Sebenarnya aku mulai bosan, aku juga sudah rindu dengan orang-orang dan suasana di kuil dairin.” Sahut Chinmi.
“Aku juga, aku menghawatirkan keadaan Guru Shoshu selama aku pergi” ungkap Sie Fan.
“Wah ternyata kita sama... hehehe” kata Tan Tan.
“Hei, ayo kita mampir ke warung mie itu!” seru Chinmi.
“aku pernah makan disini, kue apel mereka sangat lezat. Lagipula apa kalian tidak sadar? ini sudah siang lho!” Ujar Chinmi bersemangat.
“terserah kau saja lah...” Jawab Tan Tan. Sementara itu Sie Fan hanya tersenyum, lalu mereka bertiga pun makan di warung tersebut.
***
Pada siang harinya, Hayate, Nagi dan Maria akhirnya sampai di pelabuhan Cina.
“Hore! Akhirnya kita sampai juga!” seru Nagi.
“Nah sekarang kita mau kemana dulu nona?” tanya Hayate.
“ ah, iya juga ya? aku belum merencanakan rutenya...” kata Nagi.
“He??” gumam Hayate terkejut. ‘lalu kita harus kemana dong?’ pikirnya.
“ya sudah kita langsung ke tujuan utama kita saja” usul Maria.
“Ke Tembok Besar Cina, maksudmu?” tanya Hayate. Maria mengangguk membenarkan.
“Ya sudah kalau begitu, bagaimana cara kita kesana?” tanya Nagi. Maria segera memberhentikan sebuah taksi sebagai jawaban atas pertanyaan Nagi.
“Duì zhōngguó de chángchéng!” Kata Maria, yang artinya ‘menuju tembok besar Cina!’.
“Xíng” jawab pak sopir, yang artinya ‘OK’.
‘Wuih keren sekali...’ batin Hayate yang terkagum-kagum dengan Maria yang tadi menggunakan bahasa Cina dengan lancar.
Lalu akhirnya ketiga orang tersebutpun menuju Tembok Besar Cina. Taksi berwarna hijau dan kuning itu pun melaju selama 1 jam menuju tempat dimana salah satu dari ‘7 keajaiban dunia’ tersebut berada.
“Xièxiè” kata Maria sambil membayar Taksi tersebut. Pak Sopir pun mengangguk sambil tersenyum lalu berlalu.
“Nah sekarang sudah sore nih kalau kita bisa ke atas tepat pada waktunya mungkin saja kita bisa melihat matahari terbenam”. Kata Hayate.
“Eh?? Benarkah?” tanya Nagi.
“hem...” jawab Hayate sambil mengangguk-angguk.
“Sugoi...” gumam Nagi, lagi-lagi imajinasinya kembali menggila. Ia memikirkan sedang melihat matahari terbenam hanya berdua dengan Hayate. ‘Romantisnya...’ batin Nagi. Ia lupa bahwa Maria juga ikut dengan mereka.
“Kalau begitu ayo...” ajak Maria. Lalu mereka bertiga naik ke atas tembok Cina dengan seorang pemandu wisata. Ia menceritakan beberapa sejarah Cina.
Saat sedang berjalan menyusuri tembok besar Cina tersebut, mereka bertemu dengan seorang anak perempuan yang sedang berlatih keseimbangan di pinggiran tembok, umurnya mungkin sekitar 9 tahunan.
“wah anak itu...” gumam Hayate. “dia adalah anakku.” Ujar Pak Ten, orang yang memandu mereka.
“Dia sedang apa?” tanya Maria. “Oh, dia sedang berlatih kungfu.” Jawab Pak Ten.
“Apa tidak berbahaya jika berlatih seperti itu?” tanya Hayate.
“Tidak apa-apa, dia sudah biasa kok, berlatih seperti itu...” jawab Pak Ten.
“Lěngjìng!” seru Hayate, yang artinya ‘keren!’.
‘Ah begitu saja sih aku juga bisa...’ pikir Nagi kesal. Lalu ia pun mencoba melakukan hal yang sama, dia mulai dengan berdiri di pinggiran tembok Cina.
Hayate yang melihatnya segera berseru. “Nona! Sedang apa disitu? Cepat turun... bahaya!” serunya khawatir.
“Tenang saja, kalau Cuma begitu saja aku juga bisa kok.” Jawab Nagi santai.
Tapi tiba-tiba saja angin bertiup kencang dan Nagi mulai tidak seimbang. “Kyaa!!” jerit Nagi. Untung saja Hayate dengan sigap naik ke tempat tersebut dan berhasil menangkapnya. “te, terima kasih...” ujar Nagi dengan perasaan malu.
“Tuh kan, makanya jangan melakukan hal yang aneh-aneh deh” omel Maria, sebenarnya dia sangat khawatir jika sampai ada sesuatu yang terjadi pada Nagi.
“Benar kata Maria, sebaiknya anda lebih berhati-hati nona.” Nasihat Hayate.
“be, benar...” kata Nagi. Lalu Hayate pun menurunkan Nagi. Tapi belum sempat ia turun angin kembali bertiup kencang bahkan lebih kencang dari pada sebelumnya, ditambah lagi Hayate juga terpeleset dengan kerikil di tempat yang ia pijak. Jadi sekarang dia, hm bisa ditebak, kan?.
“Huaaaah!!!” Hayate terjatuh dari tembok besar Cina tersebut! Dia terjatuh dan mengantam pepohonan sampai akhirnya ia terjatuh kembali hingga ke tanah.
...*brak*...
***
“Huaaaah!!!” jerit Hayate pada tengah malam di kabin kapal. “hh... hh... hh... a,apakah itu tadi mimpi?” tanya Hayate. “Tapi, auch, tubuhku sakit semua...” katanya lagi saat menyentuh tubuhnya yang tiba-tiba saja terasa sakit tanpa sebab.
“Hm... ternyata masih di atas kapal ya?” gumamnya sendiri. ‘kalau begitu sebaiknya aku beristirahat dulu sepertinya perjalanannya masih sangat panjang’ pikirnya, lalu ia kembali terlelap.
Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang akhirnya Hayate, Nagi, dan Maria pun sampai di pelabuhan ibukota Cina pada keesokan harinya.
“Wah, ramai juga ya...” kata Nagi.
“Tentu saja, ini kan Tokyo nya Cina” Canda Hayate, Nagi tertawa mendengarnya.
“Nah, kemana tujuan kita selanjutnya Nagi?” tanya Maria.
“Sebaiknya kita pergi ke perguruan kungfu atau kuil” Ujar Nagi.
“Perguruan Kungfu? Kuil?” Tanya Hayate dan Maria bersamaan.
“bukannya kita mau ke Tembok Cina yang terkenal itu?” Tanya Hayate.
Nagi menatap Hayate dengan tatapan heran, “Tembok Cina? Bukankah kita sudah kesana?” ujarnya. Maria juga menatapnya dengan pandangan heran.
“eh? Benarkah?” Hayate gelagapan, karena tiba-tiba saja ia lupa dengan apa yang baru saja ia katakan. Lagipula sebenarnya ia juga tak tahu banyak soal Negara ini. Dan semakin ia berusaha mengingat perkataannya tadi, semakin ia melupakannya, “Sudahlah lupakan saja…” katanya menyerah.
“Kenapa kita tidak ke Shonen saja?” tanya Maria.
“benar, bukannya disana banyak terdapat pendekar kungfu?” tambah Hayate. ‘tunggu, sejak kapan aku mengetahui hal ini?’ pikir Hayate.
“Kalau begitu kita akan ke Kuil saja” kata Nagi. “Ayo berangkat!” serunya bersemangat.
“Tunggu Nagi sebelum kita melanjutkan perjalanan aku mau bertanya dulu. Kenapa kau memilih untuk pergi ke kuil, dulu? Dan kuil yang mana?” Tanya Maria.
Yah karena itulah kita akan mencari tahu terlebih dahulu. Lagipula aku dengar kuil-kuil di sini mengajarkan berbagai macam kungfu, itu kan tujuan utama kita?” jawab Nagi mantap dan bergaya selayaknya seorang pendekar kungfu tapi akibatnya ia malah kehilangan keseimbangan, untungnya Hayate sempat menangkapnya sebelum ia terjatuh.
“terima kasih Hayate.” Kata Nagi.
“Kapan saja kau membutuhkanku nona, dan sebaiknya kau lebih berhati-hati disini”. Nasihat Hayate.
“be, benar” jawab Nagi.
Kereka pun berjalan-jalan untuk mencari informasi dari penduduk sekitar.
Setelah satu jam bertanya pada penduduk setempat, Maria, Hayate, dan Nagi pun membicarakan kembali informasi yang telah mereka peroleh.
“Jadi, kebanyakan dari penduduk yang kita tanyai menjelaskan mengenai pertandingan kejuaraan kerajaan tahun ini. Tapi tak sedikit pula yang membicarakan kejuaraan kungfu kerajaan tahun lalu. Siba, Bumei, Tan Tan, Sie Fan, serta Chinmi, nama-nama inilah yang sering dibicarakan penduduk setempat.” Kata Hayate. ‘oh ya, sedari tadi aku tidak ada masalah soal komunikasi, apa aku sudah sepandai itukah dalam berbahasa Cina?’ batin Hayate heran.
“Terutama Chinmi dari kuil dairin dan kungfunya yang terkenal, tapi Chinmi yang memenangkan kejuaraan kungfu kerajaan tahun lalu juga banyak membuat kejutan tak terduga yang cukup mengejutkan penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut.” Tambah Maria.
“ya, katanya ia adalah pemenang kejuaraan termuda selama ini.” Ujar Nagi. “Aku jadi ingin tahu bagaimana kalau ia bertanding dengan Hayate.” Katanya lagi sambil melirik ke arah Hayate.
“Jangan begitu dong...” kata Hayate merendahkan diri.  “Sepertinya orang yang bernama Chinmi itu sangat hebat, aku jadi ingin bertemu dengannya” kata Hayate.
Nagi yang mendengar itu pun berkata “Kalau begitu tujuan kita adalah kuil dairin!” seru Nagi.
“Kuil Dairin? Kau yakin nona? Aku juga sempat bertanya dan kata orang-orang jaraknya sangat jauh butuh 2 sampai 3 hari untuk sampai kesana dengan berjalan kaki.” Ujar Hayate yang bertugas membawa satu tas besar milik Nagi dan Maria, serta satu tas kecil miliknya.
“Lalu? Liburan musim panas ‘kan masih lama” sanggah Nagi.
“benar juga sih...” kata Hayate mengalah.
...*kryuuuuk*... terdengar suara dari perut Hayate, tentu saja karena hanya ia sendiri yang belum sempat makan sebelum mereka berangkat dari pelabuhan Jepang.
“Wah, sepertinya kau sudah lapar Hayate...” Ujar Nagi.
“Eh, i, iya” jawab Hayate dengan muka memerah karena malu.
“Oh, iya ini kan sudah siang, sebaiknya kita beristirahat dulu di warung mie itu.” Ajak Maria.
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk makan di warung tersebut. Warung yang sama dengan tempat Chinmi, Sie Fan dan Tan Tan yang sedang asyik menyantap kue apel pesanan mereka.
***
Belum selesai Chinmi dan Sie Fan menyantap kue apel mereka, para preman memasuki warung tersebut.
“Hei, siapkan tempat untuk 20 orang, cepat!!!” teriak salah seorang dari mereka.
Dengan perasaan takut karena memang kejadian ini belum pernah terjadi di tempat ini, para penduduk pun mulai berhamburan keluar. Karena memang warung tersebut cukup sempit, dan mungkin hanya bisa berisi 25 pengunjung.
Dari sekian banyak orang tersebut, Hayate, Nagi, dan Maria yang belum sempat mendapatkan pesanan mereka juga ikut diusir.
Setelah para pengunjung keluar para preman tersebut mulai memesan makanan, merayu para pelayan dan mabuk-mabukkan. Sementara itu di meja yang paling ujung masih ada 3 orang tamu yang belum juga keluar, mereka adalah Chinmi, Sie Fan dan Tan Tan.
“Keluar kalian!” Hardik preman itu lagi kepada mereka bertiga.
“Lho kenapa? Bukankah tempat kalian sudah cukup untuk ditempati?” Jawab Tan Tan dengan santainya.
“APA KAU BILANG!!!” seru orang itu sambil menarik baju Tan Tan.
“Hei Chinmi, Sie Fan, apa kalian sudah selesai? Sepertinya ada tugas pengajaran ‘khusus’ untuk orang-orang ini” kata Tan Tan dengan santainya.
“Kurang Ajar!”geram orang itu sambil melancarkan pukulan ke arah kepala Tan Tan, tapi Tan Tan menangkisnya dengan kakinya dengan sangat mudah. Hal ini membuat preman itu gusar, dan beberapa teman preman itu pun mulai mengerumuni mereka bertiga.
“Yup, kami sudah selesai Tan Tan” kata Chinmi seraya berdiri dari tempat duduknya bersamaan dengan Sie Fan.
“Wah apa yang sudah kau lakukan Tan Tan? Kita belum bayar lho... dan kita jadi tak bisa keluar nih” ujar Chinmi ber basa-basi.
“Hehehe, maaf Chinmi, Sie Fan, tapi kita jadi bisa gerak badan sedikit kan? Hitung-hitung balas budi atas makanan yang lezat tadi” kata Tan Tan.
“Ya sudah, apa kau siap Sie Fan?” tanya Chinmi.
aku siap kapan saja” jawab Sie Fan sambil berdiri.
“Sampai sini percakapan kalian... kalian akan tamat” kata preman itu.
“Oh, begitu ya? Kalau begitu ayo coba serang kami” Tantang Chinmi, lalu berdiri tanpa pertahanan seolah menantang para preman tersebut.
“Mati kalian!” seru orang itu, para preman tersebut pun menyerbu Chinmi, Sie Fan dan Tan Tan secara bersamaan, tapi tentu saja mereka dapat mengelak dengan mudah.
Mereka pun mulai bertarung, tapi dengan mudahnya mereka dikalahkan, akhirnya mereka memutuskan untuk kabur, akan tetapi mereka tertangkap oleh tongkat Sie Fan dan kungfu satu jari Chinmi, sementara Tan Tan sedang asik menggoda para preman itu dengan menyengkat kaki mereka sehingga mereka terjatuh berulang-ulang kali.
Tapi ada tiga dari mereka yang berhasil lolos keluar dari warung makan, mereka bermaksud untuk menyandera salah seorang penduduk agar mereka dibiarkan kabur, dan yang mereka sandera adalah Nagi!.
“Hayate!” jerit Nagi.
“Nona!” seru Hayate yang segera mengejar kedua orang tersebut dan meninggalkan Maria dalam kerumunan.
Chinmi yang sempat melihat itu juga segera keluar dari warung dan mengejar mereka.
“Hei Chinmi kau mau kemana?” seru Tan Tan, tapi Chinmi tidak menjawab mungkin karena tidak terdengar sampai luar warung. Sie Fan dan Tan Tan tidak mengikuti Chinmi karena mereka sendiri pun sedang sibuk bertarung dengan beberapa orang preman yang masih belum menyerah juga.
***
Dangan susah payah Hayate mengejar ketiga orang tersebut dan tak jauh dibelakangnya Chinmi juga sudah mulai mendekati mereka.
‘Berani-beraninya mereka menangkap nona Nagi...’ batin Hayate geram. “bertahanlah nona” gumam Hayate.
Pada akhirnya mereka sampai di suatu bukit yang cukup sepi. Sadar akan kehadiran Hayate yang mengikuti mereka, para preman itu pun akhirnya memilih untuk melawan Hayate.
“kembalikan nona Nagi!” seru Hayate dalam bahasa Cina.
hehehe mengembalikannya? Untuk apa? Gadis muda secantik dia pasti laku di pasar gelap”. Kata salah satu preman tersebut sambil mencoba mulai mengikat kedua tangan Nagi dengan tali, menutup mulutnya dengan lakban, dan menutup matanya dengan kain
“Lepaskan aku...” berontak Nagi, akan tetapi ia tak cukup kuat untuk melepaskan diri dari orang yang menahan kedua tangannya.
“Kurang ajar, lepaskan dia!” seru Hayate sampil berlari ke arah mereka untuk menyelamatkan Nagi, tapi tentu saja tak akan semudah itu karena kedua orang itu juga bisa menggunakan kungfu dengan cukup baik.
“Tak semudah itu. Untuk melawan kami, butuh waktu sepuluh tahun lagi untukmu jika melawan kami berdua, benar ‘kan Shoen?” ujar salah satu preman tersebut.
“Tepatnya seabad lagi, Shao” tambah preman yang bernama Shoen itu. Kata-kata mereka berdua membuat Hayate geram.
Dua lawan satu, keadaan yang kurang menguntungkan bagi Hayate, bahkan ia sudah kena serangan mereka sedikit. Untung Chinmi datang tepat pada waktunya.
“Kalau aku bergabung berarti kita seimbang ‘kan?” ujar Chinmi.
“Siapa kamu?” tanya Hayate kepada Chinmi yang tiba-tiba saja bergabung dan membantunya melawan Kungfu pedang naga langit milik Shoen dan Shao itu.
“Jangan takut, aku dipihakmu” jawab Chinmi. Lalu ia membuat kuda-kuda.
“i, itu kan kungfu kuil dairin?” Kata orang yang bertugas menahan Nagi agar tidak kabur, memang diantara mereka bertiga dialah yang paling penakut.
‘kuil dairin?’ batin Hayate.
“Cih, mau kungfu apapun itu dia tetap saja adalah bocah, tak mungkin aku kalah darinya” Kata Shoen sombong. Chinmi ingin memanfaatkan sifat sombong Shoen itu untuk melawannya. Jadi dia membuka kuda-kudannya.
 “Ah, masa sih? Kamu bisa malu lho kalau kamu kalah nanti...” ejek Chinmi sengaja untuk memancing kemarahannya.
“Hei, Shao kau urus saja tikus kecil itu. Yang satu ini biar aku yang urus”. Perintah Shoen.
“Hei, mau apa kau?” bisik Hayate kepada Chinmi.
“Tenang saja, kita sudah memegang kendali” bisik Chinmi.
Shoen segera menyerang Chinmi dengan Kungfu Pedang Naga Langit miliknya, tapi Chinmi selalu berhasil menghindar, tentu saja hal ini membuat Shoen semakin gusar.
‘ce, cepat sekali...’ pikir Hayate saat melihat gerakan Chinmi yang lincah.
“Jangan lupakan aku!” seru Shao sambil menyerang Hayate, tapi Hayate berhasil menghindar.
“Hehehe, jangan salah paham. Tadi aku hampir kalah karena aku sedang lelah, tapi sekarang aku bersemangat” Ujar Hayate, pandangannya seketika berubah menjadi tajam, dan menekan batin Shao.
Tapi yang lebih membuat Shao terkejut, gerakan Hayate jauh lebih cepat dari yang tadi, tak kalah cepat dengan gerakan Chinmi.
Singkat cerita dalam sekejap Shoen dan Shao dikalah oleh Kungfu satu jari milik Chinmi dan Karate dari Hayate. Melihat kedua temannya sudah kalah telak, maka orang yang menahan tangan Nagi pun menyerah dan kabur. Sebenarnya Hayate berniat mengejarnya akan tetapi keadaan Nagi lebih penting baginya.
“Arigatou... em maksudku terima kasih” ujar Hayate.
“Iya, sama-sama. Oh ya, jurus-jurusmu boleh juga. Siapa namamu?”. Tanya Chinmi.
“Namaku Hayate Ayasaki. Terima kasih kau sudah membantuku tadi” ujar Hayate sambil memberi salam dengan cara menunduk. Chinmi yang melihatnya agak kebingungan tapi akhirnya ia ikut menunduk.
“Kau tadi hebat sekali! apa kau juga belajar karate?” tanya Hayate.
 “Karate? Jadi itu ya nama jurusnya... Hm, nama yang cukup aneh. Oh, ya tadi itu bukan Karate tetapi Kungfu kuil dairin” terang Chinmi. “Tapi kamu juga hebat kok!” kata Chinmi kagum dengan gerakan-gerakan Hayate tadi.
“Ah, nggak juga kok” kata Hayate malu.
“Oh ya, kau menggunakan kungfu kuil dairin ‘kan?. Berarti kau juga pernah belajar di kuil dairin ya?” Kata Hayate.
“em... begitulah.” Ujar Chinmi.
“Sughoi...” gumam Hayate.
Chinmi yang tidak tahu artinya hanya terbengong mendengarnya. Tiba-tiba saja ia teringat dengan Sie Fan dan Tan Tan yang tadi ia tinggal di warung. ‘aduh mereka pasti marah’ pikir Chinmi.
“ah maaf, aku harus segera kembali ke teman-temanku sekarang” kata Chinmi. Tepat saat itu juga, dari kejauhan terdengar seruan Maria memanggil nama Nagi dan Hayate.
“Lagipula sudah saatnya kau melepaskan kain dan lakban itu darinya, bukan? Kalau begitu selamat tinggal!” kata Chinmi sambil menunjuk ke kepala Nagi yang mulai mengeluh.  Lalu ia pun meninggalkan Hayate yang masih terpaku menatapnya berlari menjauh.
***
“Hayate! Nagi!” Seru Maria dari kejauhan, dari wajahnya terlihat jelas bahwa ia sangat khawatir.
“Maria!” Seru Nagi setelah Hayate melepaskan ikatan tali dari tangannya, lakban dari mulutnya, dan kain yang sedari tadi menutupi pengelihatanya.
“Syukurlah kalian berdua tak apa” ujar Maria sambil memeluk Nagi erat.
“Tenang saja Maria, ada Hayate yang menjagaku” kata Nagi.
“Tidak juga, tadi juga ada seorang pendekar kungfu yang membantu kami” jawab Hayate dengan jujur.
“Pendekar?” tanya Nagi yang tak melihat kronologis kejadiannya karena panik, dan tentu saja karena matanya di tutupi dengan kain.
“Ya, pendekar dari kuil dairin” jawab Hayate singkat.
“Tempat yang akan kita datangi itu?” kata Maria tak percaya.
“Iya, namanya... em...” jawab Hayate mencoba mengingat-ingat.  “Ya ampun aku tadi lupa menanyai namanya” ujar Hayate sambil menepuk jidatnya.
“Sudahlah, jika benar dia dari kuil dairin, kita akan mengetahui namanya disana tak mungkin orang-orang disana tidak kenal kan?” Jawab Nagi yang sebenarnya agak kesal, karena Hayate tadi bertemu dengan orang itu sehingga ia harus sempat merasa sesak karena kepalanya ditutupi karung.
“Dan bisa saja kita akan bertemu dengannya lagi disana” lanjut Maria.
“Benar juga...” gumam Hayate. “Eh, dimana tas kita?” tanya Hayate panik.
“Tadi masih tertinggal di warung saat kita keluar” jawab Maria sambil mengingat-ingat.
“Kalau begitu sebaiknya kita segera kembali ke sana!” seru Hayate sambil berlari kembali ke arah ibukota.
***
“Tan Tan! Sie Fan!” seru Chinmi sambil melambai-lambaikan tangan kearah kedua temannya yang terlihat celingukan mencarinya.
“Dari mana saja kau?” ujar Tan Tan sambil berkacak pinggang.
“maaf, maaf.. tadi ada anak kecil yang disandera preman yang kabur. Jadi aku segera pergi untuk menyelamatkannya. Hehehe...” Jawab Chinmi.
“hebat juga kamu bisa menyadari hal itu...” kata Sie Fan kagum.
“Ah, bukan apa-apa kok. Lagi pula tadi aku juga bertemu seseorang yang menarik lho!” kata Chinmi.
“Menarik bagaimana?” tanya Tan Tan penasaran.
“Sebaiknya aku ceritakan sambil jalan, sekarang sudah sore, bukankah tadi kita ada janji sore ini di rumah Jendral Ourin?” kata Chinmi.
“Kalau begitu ayo berangkat...” seru Tan Tan.
Sie Fan dan Chinmi pun segera menyusul Tan Tan.
***
“Wah, barang-barang kita ternyata masih ada!” ujar Maria gembira.
“Nah, kalau begitu ayo kita melanjutkan perjalanan kita” kata Hayate sambil kembali membawa tas itu.
“Sebaiknya kita menggunakan kereta kuda” saran Maria.
“Tapi aku mau kita sampai disana dengan jalan kaki” tolak Nagi.
“Tapi nanti kau akan kelelahan kalau terus berjalan selama 2 hari Nagi...” kata Maria.
“Tidak kok aku bisa!” bantah Nagi.
“Ya sudah, begini saja bagaimana kalau kita naik kereta kuda, tapi kita turun di kota terdekat dengan kuil dairin, jadi kita berjalannya tidak terlalu jauh, bagaimana?” usul Hayate.
“setuju” tanggap Nagi, sedangkan Maria hanya mengangguk mengiyakan.
“Kalau begitu ayo sekarang kita cari kereta kuda untuk di sewa” Kata Maria. Mereka pun melihat kesana kemari untuk mencari kereta kuda yang bisa mereka sewa. Akhirnya mereka pun menyewa sebuah kereta kuda yang dikemudikan oleh seorang kakek tua bernama Yuin.
“baiklah” jawab Nagi, sebenarnya ia juga sudah lelah karena kejadian tadi. Maklum saja biasanya kan dia hanya berada di dalam mansionnya yang nyaman.
Jadi mereka pun segera melanjutkan perjalanan panjang mereka dengan menggunakan kereta kuda tersebut.
***
Chinmi menceritakan pengalamannya tadi saat bertemu dengan Hayate kepada Sie Fan, dan Tan Tan selama perjalanan mereka kembali ke rumah Jendral Ourin.
“Hayate? nama yang aneh...” komentar Tan Tan.
“Aku juga berpikiran begitu” kata Chinmi.
“Mungkin dia dari daerah lain?” tanya Sie Fan.
“Mungkin saja, soalnya pakaian mereka juga tak biasa, aneh kalau menurutku. Dilihat dari sikap mereka juga sudah terlihat jelas kalau mereka juga belum lama di Ibukota.” Ujar Chinmi.
“ya, jika benar mereka dari daerah atau kerajaan lain maka hal itu masuk akal” ujar Tan Tan. Chinmi dan Sie Fan mengangguk setuju.
Setelah lama membicarakan tetang kejadian di warung tadi, akhirnya mereka sampai di rumah Jendral Ourin dan disambut oleh Renka dan Goku yang tak sabar mendengar cerita mereka di istana kerajaan, mereka bertiga pun bercerita kepada mereka berdua mengenai kejadian seharian ini.
Awalnya Chinmi, Sie Fan, dan Tan Tan berniat untuk segera kembali ke daerah masing-masing begitu mereka sudah melapor kepada kaisar. Akan tetapi Jendral Ourin menyarankan agar mereka menginap dulu dirumahnya malam ini dan jika ingin kembali sebaiknya keesokan harinya saja.
Selesai makan malam, Bu Keihai menunjukkan kamar tempat Chinmi, Sie Fan, dan Tan Tan bermalam malam ini. Mereka bertiga tidur didalam satu kamar tempat Chinmi dulu menginap saat kejuaraan bela diri. Karena perutnya sudah kenyang Tan Tan memilih untuk segera tidur, begitu pula dengan Sie Fan. Semenara itu, Chinmi masih berada di jendela dan memandangi bintang-bintang yang bersinar terang malam itu, bersama dengan Goku.
“Hei, Goku. Bagaimana kalau besok kita mengunjungi kakak dan Kak Eikan, sebelum kembali ke kuil dairin?” tanya Chinmi setengah berbisik kebada Goku.
“Nguik!!...” Goku berseru, ia menyukai ide Chinmi.
“Shttt..... Aku tahu kau bersemangat tetapi jangan berisik, nanti mereka bisa bangun” kata Chinmi. Goku hanya mengangguk-angguk.
“Tidak terasa ya... kita sudah 3 bulan di angkatan laut, bagaimana kabar di kuil ya?” gumam Chinmi. Kini ia terbawa dengan suasana malam yang tenang.
***
Kini Nagi, dan Maria sudah terlelap di dalam kereta kuda karena kelelahan. Sementara itu Hayate masih terjaga dan memandang langit senja yang indah. Ia juga sempat mengobrol dengan Kakek Yuin.
“Hei nak, sepertinya kalian bukan dari Cina ya?” kata Kakek Yuin memulai pembicaraan mereka.
“memang benar kami sebenarnya berasal dari negara lain.” Jawab Hayate.
“Kalau begitu, cukup jauh juga, ya.” komentar Kakek Yuin.
“Tapi, kakek tahu darimana kalau kami bukan berasal dari sini?” Tanya Hayate.
“Hehehe, sebenar nya tadi saya sempat mendengar pembicaraan kalian, selama ini saya pernah mendengar logat ataupun bahasa seperti itu biasanya hanya dari para pedagang di Ibukota, tapi tentu saja saya tak mengerti artinya.” Terang Kakek Yuin. “Oh ya, kalian ada urusan apa kemari?” Tanyanya.
“Sebenarnya kami sedang ada liburan sekolah yang cukup lama. Dan nona Nagi, majikanku sedang tertarik dengan Cina, terutama karena adanya kungfu disini”. Kata Hayate.
“Kalau kalian tertarik dengan kungfu, sebaiknya kalian pergi ke kuil dairin...” Tawar Kakek Yuin.
“sebenarnya kami juga mau menuju kesana.” Ujar Hayate.
“Wah benarkah? Saya kenal seorang pendekar kuil dairin yang cukup berbakat, lho!” Ujar Kakek Yuin.
“Benarkah?” kata Hayate.
“Ya, apa kau tahu anak yang bernama Chinmi?” tanya Kakek Yuin.
“Chinmi? Chinmi yang memenangkan kejuaraan kungfu kerajaan itu?” pekik Hayate tak percaya.
“Ya, dulu dia tinggal bersama kakaknya, Mei Lin di desa yang sama dengan tempat tinggal anakku sekarang”. Ujar Kakek Yuin.
“wuaaah benarkah itu?” kata Hayate.
“Ya, sebelum pergi berguru di Kuil dairin dia pernah menolong cucu-cucuku saat ada penjahat yang menyandera mereka. Hebat sekali, padahal waktu itu dia masih anak-anak.” Cerita Kakek Yuin.
“hebat...” gumam Hayate.
“desa itu sudah dekat tak lama lagi kita tiba disana kita akan berhenti di desa itu untuk beristirahat maklumlah saya sudah tua, dan  juga sebenarnya saya mau mengunjungi cucu-cucuku sebentar, hehehe”. Kata Kakek Yuin.
 “Kurasa nona tidak akan keberatan...” ujar Hayate perlahan sambil memperhatikan wajah Nagi sebentar.
“Kurasa, malam ini bintang-bintang akan bersinar terang bukan?” gumam Kakek Yuin.
“Ya, sepertinya begitu...” jawab Hayate.
Jadi sepanjang sisa perjalanan itu, Hayate selalu memandang keadaan sekitar dengan takjub, tentu saja itu karena ia tak pernah jalan-jalan keluar negeri sebelumnya. Mirip seperti saat Chinmi pertama kali sampai di Ibukota. Kini Hayate tengah berkhayal bertemu dengan Chinmi.
***
“Wah, sudah pagi nih... Saatnya pulang!” seru Tan Tan bersemangat.
“kau bersemangat sekali Tan Tan” ujar Jendral Ourin yang sudah berada di depan pintu kamar mereka.
“Tentu saja, aku sudah ingin menceritakan semuanya kepada kakek aku ingin tahu bagaimana tampangnya nanti saat aku menunjukkan mendali ini”. Jawab Tan Tan.
“Tapi, dibandingkan denganmu, sepertinya Chinmi yang paling besemangat. Lihat saja, dia sudah dari tadi berlatih di halaman depan dengan Goku.” Kata Jendral Ourin lagi.
“Ya memang seperti itulah Chinmi dari dulu... selalu bersemangat” kata Sie Fan.
Sie Fan dan Tan Tan berniat untuk berlatih bersama Chinmi, akan tetapi mereka sudah dipanggil oleh Bu Keihai untuk sarapan.
Selesai menyantap sarapannya Chinmi berkomentar, “Wah, seperti biasa, masakan Bu Keihai sangat lezat”.
“Aku setuju!” kata Tan Tan.
“Saya juga” kata Sie Fan.
“Wah, senangnya” seru Bu Keihai nampak senang.
“Oh ya, ngomong-ngomong aku tak melihat Renka dimanapun... apa dia sedang pergi?” tanya Chinmi.
Bu Keihai tersenyum, sementara itu Jenderal Ourin menjawab, “iya, dia sedang pergi ke kota sebelah...” jawabnya singkat.
“Begitukah?” sahut Chinmi dengan agak kecewa.
“Oh, ya Chinmi. Kapan kalian berencana untuk berangkat?” tanya Jendral Ourin.
“Em... sebenarnya kami berencana setelah sarapan, kami akan berangkat.” Kata Chinmi berterus terang.
“Lho, kenapa tidak nanti siang saja?” saran Jendral Ourin.
Namun Bu Keihai segera menyela perkataan suaminya, “sebaiknya biarkan saja mereka pergi. Aku yakin mereka pasti sudah rindu dengan daerah mereka dan teman-teman mereka disana” katanya.
“Berarti kalian akan berangkat sekarang ya?” Tanya Jendral Ourin memastikan.
“ya begitulah...” jawab Sie Fan.
Jendral Ourin tersenyum simpul, “Baiklah, kurasa tak ada alasan lagi bagiku untuk menahan kalian lebih lama...” katanya.
Chinmi, Sie Fan dan Tan Tan pun segera pamit kepada Jendral Ourin dan Istrinya, lalu mereka segera menuju ke perbatasan ibukota.
Sebelum Chinmi berangkat, ia sempat menitipkan pesan untuk Renka, pesan itu berbunyi:
Renka,aku, Sie Fan, Tan Tan, dan Goku telah berkunjung kerumah mu sebelum kami melapor kepada kaisar, tapi kau sedang tak berada dirumah bukan? Ya... tapi tak mengapa, aku yakin kita akan bertemu lagi suatu saat... Aku tak sabar menunggu peremuan kita selanjutnya... Sampai Jumpa!
Tertanda...
Chinmi & Goku
***
Saat ini sudah pagi. Setelah melakukan perjalanan yang cukup lama, Kereta kuda yang dinaiki Hayate, Nagi, dan Maria berhenti di sebuah desa. Disana kuda dan pengemudi kereta kudanya yang sudah cukup tua beristirahat sebentar.
 “Nah sekarang kita sudah sampai...” kata Kakek Yuin. Hayate pun kemudian membangunkan Maria dan Nagi.
“Lho, kenapa kita berhenti?” tanya Nagi yang masih setengah sadar karena baru bangun.
“Sebaiknya kita beristirahat dulu di desa ini, lagi pula tadi berdasarkan informasi dari Kakek Yuin, tempat tinggal orang yang bernama Chinmi itu ada di sini.” Terang Hayate.
“Huaaah! Benarkah?” tanya Nagi tak percaya.
“apa kau mau kesana dulu, Nagi?” tanya Maria.
“Ayoo!” seru Nagi bersemangat, ia pun segera turun dari kereta kuda tersebut.
“Ta, tapi nona...!” seru Hayate, tapi Nagi tak menghiraukannya. “aku kan belum tahu dimana tempat itu berada...” lanjutnya
Maria juga segera turun, ia tidak menemukan sosok Kakek Yuin dimanapun. “Lho dimana kakek Yuin?” tanyanya kepada Hayate.
“Oh, tadi dia sudah pergi duluan sebelum aku membangunkan kalian, ia ingin segera bertemu dengan cucunya katanya, lagi pula tempat yang tadi kuceritakan itu tidak jauh dari sini.” Jawab Hayate. Maria termangut-mangut mendengarnya.
Nagi, Hayate, dan Maria pun turun untuk berkeliling kota, sementara barang-barang mereka ditinggal di dalam kereta kecuali sebuah tas kecil yang berisikan uang mereka.
“Nah, jadi sekarang kita mau kemana?” tanya Maria.
“Bagaimana kalau berkeliling dulu?” ajak Hayate.
“Tidak ah, aku mau segera ketempat yang kau bilang tadi, Hayate. Ayo”. Seru Nagi.
“Tapi nona, seperti yang tadi ku bilang aku belum tahu dimana tempat itu sebenarnya.” Ujar Hayate.
Nagi pun berhenti melangkah, lalu berbalik menghadap ke arah Hayate. “Haaaah? Kenapa kau tak bilang dari tadi?” keluhnya.
“maaf...” gumam Hayate.
“Sudah, sudah, kita kan bisa bertanya kepada orang-orang di sekitar sini ini kan masih pagi, lagi pula kita masih punya banyak waktu” ujar Maria.
Tapi entah karena nasib sial yang terkutuk di kalung yang dikenakan Hayate atau karena memang bukan hari keberuntungan mereka. Lagi-lagi masalah kembali terjadi. Belum lama mereka berkeliling desa tersebut tiba-tiba saja ada sebuah kereta kuda yang melaju kencang melewati mereka, diteruskan oleh suara teriakan seorang kakek tua yang tak lain adalah Kakek Yuin, pengemudi kereta kuda yang tadi mengantar mereka ke desa itu.
“PENCURI!!! PENCURI!!! ORANG ITU MENCURI  KERETA KUDAKU!” seru kakek itu sekuat tenaga. Mendengar suara yang ia kenal Hayate dan Nagi segera keluar restoran, lalu diikuti oleh Maria yang baru saja selesai membayar makanan mereka.
Hayate berniat untuk mengejar kereta itu namun kereta kuda itu terlalu cepat untuk dikejar dan sudah terlanjur jauh jaraknya. Jadi ia segera menghampiri kakek itu yang saat ini terduduk karena kelelahan saat berusaha mengejar kereta kudanya.
“Kakek Yuin, anda tak apa?” tanya Nagi.
Sambil membersihkan bajunya dari tanah saat ia terjatuh tadi ia berkata, “aku tidak apa-apa, tapi barang-barang kalian...” ujar kakek itu.
“Sudahlah, tak usah pikirkan itu. Yang penting kakek selamat” kata Maria sambil membantu kakek itu berdiri.
“Rumah Kakek dimana? Masih jauh kah?” tanya Hayate.
“Tidak apa-apa aku bisa ke rumah anakku nanti, saya minta maaf ya soal barang-barang kalian”. Jawab kakek Yuin.
“Syukurlah, kakek tidak apa-apa itu lebih penting bagi kami...” ujar Maria.
“Tapi, sekarang bagaimana cara kalian menuju kota tujuan kalian? Aku tahu saat ini kuda-kuda sedang berada di padang rumput, akan memakan waktu yang cukup lama jika menunggu mereka kembali.” Kata Kakek Yuin.
“Hm... kami masih kuat kok berjalan kaki. Kira-kira jaraknya masih berapa lagi kek?” Tanya Nagi.
“Pokoknya kalau kalian berjalan kaki, kira-kira kalian akan sampai pada sore hari. Tapi kalau kalian kembali lagi ke Ibukota kalian baru akan sampai saat malam hari” Terang kakek Yuin.
Nagi menelan ludah ‘ma, masih sejauh itu kah?’ pikirnya.
“Bagaimana Nagi, apa kau masih mau meneruskan perjalanan?” tanya Hayate.
“tentu saja!” seru Nagi mantap.
“Kalau begitu, bagaimana kalau kalian sarapan dulu dirumah anakku. Kalian harus sarapan dulu sebelum meneruskan perjalanan kalian bukan?” ujar Kakek Yuin.
“Terima kasih atas tawarannya tapi tidak usah, kami akan sarapan nanti saja. Kami kuat kok”. Kata Nagi.
“Begitu ya?” kata Kakek Yuin lagi. “kalau begitu bagaimana kalu ku beritahukan saja letak  rumah makan Eikan dan Mei Lin yang pernah kuceritakan itu.” Tanya Kakek Yuin. “Kalian mau kesana ‘kan?”
Nagi, Maria, dan Hayate saling bertatapan lalu mengangguk mengiyakan. “Kalau begitu... Karena kalian sekarang ada disini maka tempat itu ada di sisi lain desa ini tapi tidak terlalu jauh kok, desa ini cukup kecil.” katanya lagi.
“Terima kasih atas informasinya,  kami pergi dulu kek!” pamit Nagi lalu segera berlalu. Maria dan Hayate menatap Nagi yang sangat bersemangat dengan tatapan heran. Namun sedetik kemudian mereka tertawa.
“Kami berangkat kek!” Ujar Maria lalu menundukkan kepala bersamaan dengan Hayate untuk memberikan salam. Lalu segera menyusul Nagi.
“sungguh anak-anak yang bersemangat” gumam kakek itu sambil tersenyum melihat kepergian ketiga penumpangnya itu. Ia pun segera pergi kerumah anaknya.
***
Setelah lama berjalan, akhirnya Sie Fan, Chinmi, dan Tan Tan harus berpisah, karena Chinmi mengambil arah yang berbeda karena ingin mengunjungi kakaknya terlebih dahulu.
“Nah, akhirnya... tiba juga saat untuk kita berpisah” kata Chinmi.
“Aaah, tak usah mendramatisir begitu Chinmi. Aku yakin kita pasti akan cepat bertemu kembali.” Kata Tan Tan.
“benar kata Tan Tan.” Lanjut Sie Fan.
“Yah, mungkin kapan-kapan aku akan berkunjung. Saat itu terjadi, kau jangan terlalu sibuk ya pak guru...” kata Tan Tan.
“Tentu saja. Aku akan menunggumu Tan Tan, dan Sie Fan kapan-kapan kau berkunjung lagi dong ke kuil dairin...” ujar Chinmi.
“Ya, kapan-kapan aku berkunjung lagi kesana. Tapi kau sendiri kapan akan berkunjung ke tempat ku?” tanya Sie Fan.
“Yah, kapan-kapan hehehe” jawab Chinmi. “Ya sudah aku berangkat ya! aku titip salam untuk Guru Shosu dan kakek mu Tan Tan!” Seru Chinmi saat mereka berpisah.
***
Setelah cukup lama berjalan karena berputar-putar tak tahu arah, Nagi, Maria dan Hayate memutuskan untuk beristirahat dulu untuk mencari sarapan. Akan tetapi entah mengapa mereka malah tersesat menuju sebuah padang rumput.
“Nagi, apa kau yakin mau melanjutkan mencari tempat itu tanpa bertanya seperti ini?” tanya Hayate yang mulai kebingungan mencari arah.
“Saat ini, aku lebih memilih mencari rumah makan. aku lapar”. Ucap Nagi, ...*kryuuuuuk*... tepat pada saat itu perutnya berbunyi, mukanya pun memerah menahan malu.
“Kalau begitu sekarang kita cari makanan dulu.” Kata Hayate.
“Oh Baiklah... tapi aku ingin beristirahat dulu disini, kakiku lelah.” Kata Nagi. Tanpa mereka sadari mereka telah di mata-matai oleh 6 orang. Dua dari keenam orang itu adalah Shoen dan Shao.
“Ah ternyata kalian berdua memang benar, gadis kecil itu memang cantik, tepat seperti selera kakak... Dan juga ada seorang lagi.” kata salah seorang dari mereka yang memiliki badan paling kekar.
“Hehehe tentu saja kami tahu kalau kakak, pasti akan menyukainnya.” Jawab Shoen.
“Tapi fakta bahwa kalian bisa kalah dari bocah itu sangat memalukan. hahaha”. Kata seorang yang berbadan lebih kecil jika dibandingkan dengan Shoen dan Shao.
“i, itu...” Shao hanya tergagap malu.
“Ya sudah, kita segera tangkap saja kedua gadis itu...” ujar orang yang tubuhnya paling besar.
“So Han, Zingai, Shao, dan Shoen, kalian saja yang mengurus mereka!”. Kata yang lainnya.
“Shao, kau pimpin mereka!” perintah yang badannya paling besar.
“Siap, kak!” jawab orang yang diberi tanggung jawab.
“Cih, kenapa tidak aku saja yang memimpin...” keluh orang yang berbadan kecil. “Karena kau tampak seperti seorang bocah, dasar bocah.” Jawab So Han.
“APA KATAMU?! KAU MAU MELAWANKU SEKARANG?!” seru orang itu, akan tetapi, Maria, Hayate, dan Nagi tidak mendengar suara mereka karena masih terpaku melepas lelah sambil ditemani indahnya pemandangan padang rumput tersebut dan juga hembusan angin sepoi-sepoi.
“tidak, tidak, nanti saja kalau tugas dari kakak sudah selesai. Aku tak mau membuat kakak marah... kenapa sih kau ini, marah-marah terus, Zingai...” jawab So Han santai.
“Huh, kuharap kau sudah siap kukalahkan nanti...” ujar Zingai sambil mengeluarkan benang-benangnya sementara So Han mengeluarkan pedang kembarnya.
Sementara itu di pihak Hayate, Nagi, dan Maria...
“Ah rasanya aku sudah cukup beristirahat, ayo kita lanjutkan perjalan kita!” seru Nagi sembari berdiri dari duduknya.
“Benarkah?” tanya Hayate yang masih agak kelelahan karena dia yang tadi sempat menggendong Nagi pada saat mereka berputar-putar tak tentu arah.
“Yup, aku sangat yakin dengan keadaan ku sekarang!” ujar Nagi bersemangat.
“Ya, ya, asal nanti kau tak sampai harus digendong Hayate lagi...” ujar Maria, ia sengaja menyindir Nagi tanpa melihat ke arahnya sama sekali.
“I, iya kok, aku tak akan seperti itu lagi...” ujar Nagi dengan perasaan menahan malu, sementara itu Hayate hanya tersenyum dan berkata, “tenang saja, bahkan jika kau memintaku untuk menggendongmu sambil keliling dunia pun tetap akan kulakukan...”. Akan tetapi setelah berkata demikian ... *kryuuuuuk*... perutnya berbunyi, mukanya pun memerah karena malu.
“hihihi...” Maria terkikik pelan. “Baiklah, baiklah... ayo kita cari makan dulu...” ujarnya.
“Ide yang bagus!” sorak Nagi. “Ayo!!!”.
Mereka bertiga pun hendak pergi kembali ke arah desa, ketika tiba-tiba saja mereka dihadang oleh Shoen, Shao, Zingai, dan So Han.
Hayate tampak terkejut sekaligus kesal, “Ka, kalian...” gumam Hayate agak tergagap. “nona Nagi, Maria, cepat menjauh dari sini!” perintah Hayate, yang tentu saja mengejutkan Maria dan Nagi.
“ada apa Hayate?” tanya Maria heran.
Tanpa menananyakan keadaan, Nagi menarik tangan Maria dan berlari ke arah hutan. “Maria, kau percaya pada Hayate bukan? Jadi kalau ia bilang kita harus lari, maka itulah yang harus kita lakukan...” ujar Nagi.
“Hei Shao, Shoen, kalau kalian masih ingin berguna bagi kakak, tangkaplah mereka!” perintah So Han.
“Baik...” jawab Shao dan Shoen dengan kompak.
“tak akan kubiarkan!” kata Hayate sambil hendak menghentikan Shao dan Shoen, akan tetapi kaki dan tangannya telah terjerat oleh benang-benang senjata milik Zingai.
“Ukh...” gumamnya kesakitan, saat benang-benang itu ditarik dengan sangat cepat dan mengakibatkan jas yang selalu ia pakai itu robek, dan membuatnya terluka meskipun hanya sedikit.
“Kami lah yang tak akan membiarkanmu...” ujar Zingai.
So Han dan Zingai pun menggunakan jurus kombinasi mereka. Pertama, Zingai menjerat anggota gerak Hayate kemudian So Han menghunuskan pedang kembarnya yang tak ia lepaskan tempat / sarung pedangnya itu ke arah perut dan dada Hayate, yang menyebabkan Hayate merasa kesakitan hingga ia tak bisa bergerak.
“Akh!!!” jerit Hayate.
“Hei, kenapa tak sekalian saja kau cincang dia?” omel Zingai.
“Aku tak mau mengotori pedangku dengan darahnya...” jawab So Han santai. “Lagipula, coba kau lihat itu... Misi kita telah selesai.” Katanya lagi.
“Kak So Han, apa yang harus kami lakukan dengan gadis-gadis yang diinginkan Kak Kwon Liun ini?” tanya Shao yang sedang menggendong Nagi yang tangan, mulut, kaki, dan matanya telah diikat..
‘Kw, Kwon Liun??’ batin Hayate yang mendengar percakapan mereka.
“Bawa saja kepada kakak.” Jawab So Han.
“Lalu bagaimana dengan bocah ini? Apa harus kita tinggalkan dia disini? Bos So Han...” kata Zingai dengan nada ejekan.
“Ya, mengurusnya hanya membuang waktu”. Ujar So Han. “ayo pergi...”. merkapun pergi meninggalkan Hayate yang masih meringkuk kesakitan itu sendiri.
Setelah hari mulai memasuki waktu sore, barulah Hayate bisa berjalan kembali walaupun dengan susah payah. Ia pun hendak ke desa dan menanyakan apakah penduduk desa melihat kemana orang-orang itu membawa Nagi dan Maria.
Begitu ia melewati sebuah rumah makan perutnya kembali berbunyi, ditambah lagi dengan adanya bau masakan yang berasal dari sana. “Wah, bau ini harum sekali...” gumamnya setelah mencium bau masakan tersebut. ‘tidak, tidak, tidak, aku harus mencari mereka berdua...’ batin Hayate sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia pun terus berjalan sambil memegangi perutnya yang mulai meraung kelaparan, meskipun ia bilang ia dapat menahan lapar tapi tubuhnya tak dapat menahan lelah. Ia pun terjatuh dengan keadaan hampir tak sadarkan diri.
Kebetulan tepat pada saat itu Mei Lin, sang pemilik rumah makan yang juga merupakan kakak dari Chinmi sedang keluar hendak mengambil air di gentong air. Ia melihat Hayate yang tak sadarkan diri di jalanan yang sepi.
“Astaga!” serunya, ia pun membawa Hayate ke rumahnya dengan menggendongnya sendiri. Kebetulan pada saat itu rumah makannya memang sudah sepi pengunjung karena hari sudah sore.
***
“Nguuk, Nguik...” sahut Goku.
“Iya, iya, aku tahu kamu lapar, tapi sabar dulu dong, rumah kakak sudah dekat nih” jawab Chinmi. “Oh ya, terakhir kali kita kesana ‘kan kita tak berhasil mengejutkan kakak, bagaimana kalau kali ini kita mengejutkannya lagi?” Usul Chinmi jahil.
“kikikik...” Goku terkikik mendengarnya. Dia juga ingin mengejutkan Mei Lin.
“Nah, itu rumah kakak, ayo Goku kita sembunyi di pepohonan” kata Chinmi jahil.
“Ngaak, Nguuk...” sahut Goku. Jadi sekarang Chinmi dan Goku mengendap-endap di atas pohon seperti yang biasa mereka lakukan dulu.
“hihihi itu kakak, sekarang dia masuk ke dapur. Ayo Goku kita turun” bisik Chinmi.
Tiba-tiba saja ada seseorang yang berteriak dan mengejutkan mereka. “HEI SIAPA ITU!”.
Chinmi terkejut mendengarnya sehingga ia kehilangan keseimbangannya dan hampir terjatuh, untung saja kakinya secara reflek segera mengait ke cabang pohon yang tadi ia pijak. “Wuaaaah, hampir saja” gumam Chinmi. Goku sampai menahan nafas melihatnya.
“Chinmi? Kau kah itu?” kata orang itu sambil melepaskan topinya yang lebar.
“Hm?”. Chinmi yang merasa namanya dipanggil pun menoleh, senyum Chinmi mengembang, “Kak Eikan?!” serunya sambil meloncat untuk turun dari pohon itu.
“Waaaah, Chinmi, sudah lama sekali kau tak berkunjung! Tampaknya kau baik-baik saja ya...” kata Kak Eikan senang.
“Iya, bagaimana kabarmu, Kak Eikan?” tanya Chinmi.
“Aku juga baik-baik saja, baru saja aku turun dari gunung, untuk mencari ini.” Jawab Kak Eikan sambil menunjukkan sekeranjang penuh jamur yang telah ia kumpulkan tadi.
“Wuaaah jamurnya banyak sekali!” ujar Chinmi. Tak lama kemudian Goku juga ikut turun dari pohon.
“Nguik?” tanya Goku, ia mengira bahwa Kak Eikan melupakannya.
“Eh, ada Goku juga rupanya.” Ujar Kak Eikan, Goku pun bersahut-sahutan senang. “Kalau begitu ayo kita temui kakak mu” Ajak Kak Eikan.
“wah, gagal lagi deh rencana kita”. Bisik Chinmi kepada Goku yang berada dipundaknya. Lalu ia berpikir sejenak. Kemudian mengaduk-aduk isi tas nya. “Ah!” serunya.
“Ada apa?” tanya Kak Eikan.
“Eh? Tidak ada apa-apa. Kak Eikan kau pergi duluan saja em... aku mau mengambil barang ku dulu nih. Kayaknya jatuh saat aku tergantung di pohon tadi deh, hehehe”. Kata Chinmi.
“Ya sudah, kalau begitu aku duluan ya!”. Jawab Kak Eikan lalu segera pergi dan masuk ke dalam rumah yang jaraknya tinggal beberapa langkah lagi darinya.
“Nguuk?” tanya Goku.
“Perubahan rencana, kita tak bisa mengejutkan kakak dengan kedatangan kita. Bagaimana kalau kakak kita kagetkan saja? Kak Eikan pasti memberitahu kakak soal kedatangan kita, begitu ia keluar kita bisa ‘mengagetkannya’. Bagaimana?” tanya Chinmi meminta persetujuan Goku. Goku mengangguk setuju. Jadi merekapun bersembunyi di balik gentong besar di dekat pintu belakang.
***
“Wah aku kenyang!” ujar Hayate setelah ia memakan masakan Mei Lin. “Masakanmu sungguh lezat sekali” puji Hayate.
“Terima Kasih...” jawab Mei Lin.
“terima kasih kau sudah menyelamatkan ku...” kata Hayate. “tak masalah, sekarang kau harus istirahat dulu...” ujar Mei Lin.
“Tapi...” Hayate hendak mengelak akan tetapi tepat pada saat itu, Eikan datang dan segera menghampiri Mei Lin.
“Mei Lin!” seru Eikan.
“Lho ada apa?” tanya Mei Lin heran dengan kedatangan suaminya itu yang saat ini tampak senang sekali.
“Adikmu sudah kembali!” ujar Eikan gembira, ia belum menyadari keberadaan Hayate.
“Chinmi? Chinmi sudah kembali? Dimana dia?” tanya Mei Lin, sambil menggenggam erat kedua tangan Eikan karena gembira.
 ‘Chinmi?’ Batin Hayate agak terkejut. ‘jadi inikah tempatnya?’ pikirnya.
 “dia ada di luar, katanya tadi mau mengambil barangnya yang jatuh saat kami bertemu tadi. Sebaiknya kau segera menemuinya” kata Eikan.
“Kalau begitu aku pergi dulu, ya! tolong kau jaga dia sebentar...” seru Mei Lin sambil melepaskan genggamannya. Lalu segera menuju pintu belakang. Eikan dengan heran memandangi Hayate.
“Maafkan kalau saya kurang sopan. tapi anda siapa ya? dan ada keperluan apa?” tanya Eikan dengan ramah. Tapi Hayate malah balik bertanya, “Hei, Apa Chinmi yang kau maksud tadi adalah Chinmi yang belajar kungfu kuil dairin itu?” tanyanya.
“be, benar. Tapi memangnya kenapa?” tanya Eikan.
Eikan pun menjelaskan situasinya kepada Eikan, tentang ia yang berasal dari Jepang dan mengapa ia ada di tempat ini.
“Oooh begitu, jadi kau mau bertemu dengannya, bukan?”  Tanya Eikan.
“Ya, begitulah...”. ujarnya sambil berusaha bangkit dari ranjang tempat tidur.
“Tu- tunggu dulu, kurasa sebaiknya Chinmi saja yang ku suruh kemari saja...” usul Eikan.
“Begitukah? Kalau begitu terima kasih, dan juga maaf telah merepotkan kalian...” kata Hayate dengan sopan. Eikan mengangguk dan segera menyusul Mei Lin.
***
Sementara itu, Mei Lin celingukan mencari-cari sosok Chinmi, adik kesayangannya itu.
Tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh Chinmi yang sedari tadi sudah menunggu kedatangannya dari balik gentong besar.
“Waaaaaaaaaa!” seru Chinmi.
“Hiiiiiii!!!” Jerit Mei Lin terkejut. “Chinmi? Goku?”.
“Hehehehe. Halo kakak, maaf mengejutkanmu” kata Chinmi dengan senyum jahil yang menghias di wajahnya.
“Uuuuh, kau tak berubah ya, meskipun telah menjadi pengajar di kuil dairin” ujar Mei Lin sambil memeluk mereka berdua.
“Meskipun jadi pengajar, aku kan tetap adalah adik satu-satunya kakak.” Jawab Chinmi. “bagaimana kabar kakak?” tanyanya.
“Aku baik-baik saja seperti biasa.” Kata Mei Lin. Ditengah acara peluk-pelukan ini perut Chinmi berbunyi cukup keras.
“Sepertinya kau lapar. Ayo kita masuk, kakak akan masak makanan kesukaan mu” katanya lagi sambil melepaskan pelukannya.
“Hehehe terima kasih kak” ujar Chinmi. Merekapun segera masuk kedalam rumah dan bertemu dengan Eikan yang sudah menunggu mereka berdua untuk menyampaikan ‘sesuatu’.
***
Baru saja Chinmi dan Mei Lin hendak menemui Eikan, tapi Eikan malah telah menemui mereka terlebih dahulu. Ia menceritakan kepada Chinmi mengenai Hayate, meskipun ia tak menyebutkan nama Hayate.
Tak butuh waktu yang lama bagi Hayate untuk menunggu Chinmi karena tak lama kemudian kain serambu yang merupakan ‘pintu kedua’ dari kamar  itu mulai terbuka dan Chinmi, sosok yang ia cari-cari itu akhirnya muncul.
“Ka, kamu???”
***
Kembali ke 5 menit yang lalu...
“Ternyata yang kau maksud ‘benda ketinggalan’ itu, ini ya...” kata Eikan, yang ia bicarakan adalah tingkah Chinmi yang mengagetkan Mei Lin tadi.
“Hehehe” Chinmi dan Goku hanya cekikikan.
“Oh, ya Chinmi, ada tamu yang mau menemuimu tuh...” ujar Kak Eikan.
“Tamu? Siapa?” Tanya Mei Lin yang baru saja mau mulai memasak.
“Entahlah aku lupa karena namanya sulit diingat, tapi yang aku tahu tadi ia bilang dia berasal dari Jepang” kata Eikan.
“Jepang???” seru Mei Lin dan Chinmi bersamaan, Goku juga ikut menjerit tak percaya.
“Jauh sekali, apa kau tak salah Kak Eikan?” Tanya Chinmi masih tak percaya.
“Entahlah, tapi dari cara bicaranya sudah jelas dia bukan berasal dari sini” kata Kak Eikan. “Jadi kau mau menemui dia, Chinmi?” katanya lagi.
“Tentu saja, dia sudah datang jauh-jauh dari Jepang, mungkin saja ia butuh bantuan, benar kan?” jawab Chinmi. Jadi Chinmi segera pergi ke kamar tempat tamu itu menunggunya.
Begitu serambu yang jadi pembatas ruangan itu ia buka ia bertatapan muka dengan orang yang tak asing baginya. “Ka, Kamu?” seru Chinmi dan Hayate bersamaan.
Eikan, dan Mei Lin memandang mereka berdua dengan tatapan heran.
“Ada apa Chinmi?” tanya kakaknya.
 “Kau kenal dia Chinmi?” tanya Kak Eikan. “Nguuik?” sahut Goku yang juga tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
“Ya, kami pernah bertemu saat aku masih di ibukota, kemarin.” Jawab Chinmi.
“tak heran gerakanmu sangat mengagumkan waktu itu” puji Hayate.
“ah tidak juga kok, kamu juga hebat” ujar Chinmi.
 “Ah, jadi namamu adalah Hayate ya?” tanya Mei Lin.
“Benar, sekali lagi terima kasih karena telah menyelamatkanku Kak Mei Lin.” Ujar Hayate.
“sudahlah...” jawab Mei Lin. “Nah, sepertinya perbincangan ini akan jadi lebih baik jika ditemani dengan kue bulan, aku akan membuatnya dulu.” Kata Mei Lin sambil kembali ke dalam dapur di temani dengan Eikan yang membanyunya memasak.
Sementara itu Chinmi, dan Hayate telah terlibat perbincangan yang seru. Tentu saja Hayate juga menceritakan mengenai peristiwa yang tadi ia alami.
***
Karena perjalanan menuju kuil dairin masih cukup jauh, maka Mei Lin menyuruh Chinmi untuk menginap disini dulu. Dan begitu juga dengan Hayate yang memiliki tempat tujuan yang sama dengan Chinmi. Jadi mereka melewati malam yang damai itu dengan menginap di rumah Eikan dan Mei Lin.
Pada pagi buta, Chinmi terbangun dan segera pergi keluar. Hayate yang sempat melihatnya segera mengikutinya dari belakang karena penasaran.
“Nguik!” sahut Goku menyadari kepergian Chinmi.
“shhhhttt, jangan berisik Goku. Nanti yang lainnya bisa terbangun” bisik Chinmi.
“nguuuk?”
“ya, ya kau boleh ikut denganku tapi jangan berisik ya!” Chinmi memperingatkan. Goku mengangguk-angguk setuju.
‘dia mau kemana sih?’ pikir Hayate.
Ternyata Chinmi berjalan menuju sebuah sungai. Chinmi melepaskan baju atasannya dan menitipkannya ke Goku, lalu berjalan ke tengah sungai yang airnya setinggi dadanya, ia membungkuk sehingga seluruh tubuhnya kini masuk kedalam air, lalu tak lama kemudian kepalanya keluar dari permukaan air lalu ia berpindah tempat dan mengulangi kelakuannya tadi. Hayate mengamatinya dari kejauhan.
“Berlatih tengah malam begini?” gumam Hayate. kepala Chinmi sudah beberapa kali masuk dan keluar air.
...*krusak... krusak...*...
“Grrrrrr...” Tiba-tiba saja Goku menggeram.
“Uwaaaaah!” seru Hayate kaget.
“Siapa itu?” seru Chinmi sambil menatap tajam kearahnya.
Hayate segera keluar dari semak-semak, tempat persembunyiannya agar Chinmi tidak salah paham. “Ini aku, Hayate”. Ujar Hayate.
“Lho Hayate?” ujar Chinmi.
 “Nguik?” Goku terkejut karena Chinmi mengenalnya.
“Oh, tenang saja Goku dia teman kita” terang Chinmi.
‘Dia bicara dengan monyet? Sepertinya tak jauh beda dengan aku yang berbicara dengan Tama kalau begitu...’ pikir Hayate.
Oh iya, sedang apa kau disini?” Tanya Chinmi. “apa kau mengikutiku?”
 “I, iya sih, aku pensaran kau mau kemana di pagi buta begini” alasan Hayate.
“Oh begitu…” kata Chinmi.
“memangnya kau sedang apa sih?” Tanya Hayate.
“aku sedang mencari tanaman di sungai ini, jika sudah kutemukan aku akan membuat obat untuk luka Kak Eikan. Dan juga untukmu.”
“Hah? Kak Eikan juga terluka? Darimana kau tahu? Aku tak melihat kalau dia terluka” ujar Hayate.
“Aku tahu karena gerakannya dari tadi tidak seimbang.” Alasan Chinmi.
“Hanya begitu saja?” Tanya Hayate tak percaya bahwa Chinmi dapat menyimpulkan hanya dengan seperti itu.
“Mungkin karena aku sudah sering terluka?” kata Chinmi lalu terkekeh.
“kikiki...” Goku ikut-ikutan terkikik.
“Oh begitu, ya sudah aku bantu ya?” Hayate menawarkan bantuan.
“Tidak usah, nanti lukamu mungkin akan bertambah parah Airnya cukup deras lho!” kata Chinmi lalu ia kembali membungkuk. Tapi kali ini ia berhasil mendapatkan yang ia cari. “Nah, sudah ketemu!” seru Chinmi lalu kembali menuju daratan tempat dimana Hayate menunggunya.
“Oh tanaman ini ya? Aku tahu cara pembuatan obatnya, nanti kubantu ya?” usul Hayate.
“Benarkah? Kalau begitu terima kasih” kata Chinmi, lalu mereka berdua pun kembali ke rumah tempat yang lainnya berada.
***
“Hoaam...” Mei Lin terbangun saat cahaya mentari pagi bersinar menyilaukan matanya.
“sebaiknya aku segera memasak sarapan untuk Chinmi, Eikan, dan Hayate.” bisiknya kepada dirinya sendiri. Ia pun segera beranjak dari tempat tidurnya dan menuju ke dapur.
namun alangkah terkejutnya mereka begitu melihat Chinmi dan Hayate telah sibuk disana dengan berbagai macam makanan lezat yang telah tersajikan.
“Oh, kakak sudah bangun ya?” kata Chinmi sambil berhenti mencuci penggorengan bekas memasak bersama Hayate tadi. “Wah, Kak Eikan juga sudah bangun” kata Hayate.
“ke, kenapa kalian ada di sini?” tanya Mei Lin.
“Kami membuat sarapan...” jawab Hayate.
“Oh ya, Maaf  kak, kami lupa meminta izin menggunakan dapur” ucap Chinmi.
“semua makanan ini kalian yang membuatnya?” tanya Eikan.
“Ya...” jawab Chinmi dan Hayate bersamaan.
“Nah, karena semuanya sudah bangun, mari kita makan!” seru Chinmi.
***
“Waah, ternyata masakan kalian enak juga!” komentar Eikan setelah menghabiskan sarapannya.
“benar... masakan kalian lezat sekali” ujar Mei Lin.
“Tapi aku yakin masakan kami masih kalah dari masakan kakak” tanggap Chinmi.
“Ya, benar sekali” tambah Hayate. Sementara itu Mei Lin hanya tersenyum karena dipuji.
“masakan itu yang penting adalah gizinya bukan?” kata Mei Lin.
“ya, memang benar” ujar Eikan setuju.
Begitu Mei Lin membicarakan soal gizi, Chinmi segera teringat dengan obat yang telah mereka buat untuk Eikan. “Oh, ya ini kak Eikan... ini obat untuk lukamu.” Ujar Chinmi sambil memberikan sebuah kendi kecil berisi obat dari tanaman yang Hayate dan ia buat tadi pagi.
“Hm? Apa ini?” tanya Eikan. “I, ini kan... dari mana kau tahu?” tanyanya lagi.
“gerakanmu aneh, aku juga secara tak sengaja melihatnya kemarin ketika aku mendarat ketanah dari atas pohon” terang Chinmi.
“Benarkah?” ujar Eikan seolah tak percaya bahwa Chinmi mengetahuinya hanya dengan waktu yang singkat.
“Maaf mengganggu tapi boleh aku tahu apa yang kalian maksud?” tanya Mei Lin penasaran.
“Eh?” gumam Eikan. “Sebenanya, ketika aku dalam perjalana pulang dari hutan kemarin, aku sempat terkilir karena jatuh, tapi tidak aku pedulikan karena hanya sakit sedikit.” Terang Eikan.
“Lho, Kenapa tidak memberitahuku?” sahut Mei Lin cemas.
“Tidak terlalu sakit kok. Lagipula Chinmi telah memberikan ku obat ini.” Ujar Eikan. “Oh, ya Chinmi, terimakasih...” katanya lagi.
“Sama-sama, tapi itu juga berkat Hayate yang telah membantuku saat membuat obat itu.” Kata Chinmi.
“Benarkah itu?” tanya Mei Lin.
“I, iya sih, tapi aku tak berbuat banyak hanya membantu sedikit.” Jawab Hayate.
“tetap saja kau sudah membantu, jadi terima kasih” ucap Eikan tulus. Hayate tersipu malu.
“Oh ya, kapan rencana kalian melanjutkan perjalanan kalian ke kuil dairin?” tanya Eikan.
“bagaimana Chinmi?” ujar Hayate melempar pertanyaan tersebut ke Chinmi.
“hm... nanti siang saja!” Ujar Chinmi bersemangat. Dan begitulah mereka berempat mengakhiri sarapan pagi mereka dengan berbincang dan canda tawa...
***
“Nah, apa kau sudah siap, Hayate?” tanya Chinmi.
“Tentu saja...” jawab Hayate.
“kalau begitu ayo berangkat!” kata Chinmi.
“Hati-hati selama diperjalanan!” nasihat Mei Lin.
“Iya!” jawab mereka berdua kompak.
Lalu mereka berdua pun berangkat untuk meneruskan perjalanan hingga Chinmi menyadari sesuatu “Tunggu dulu, dimana Goku?” tanya Chinmi, lalu ia celingukan mencari salah satu ‘sahabatnya’ itu.
“Nguik...Nguik...!!!” seru Goku dari atas pohon.
 “wah ternyata kau sudah menunggu kami ya?” ujar Chinmi.
“Ternyata ka juga ikut, ya? Kalau begitu mohon kerja samanya!” kata Hayate.
“Ngiiik!” seru Goku bersemangat dan menjabat tangan Hayate.
“Nah, kalau begitu ayo kita berangkat.” Ujar Chinmi. Goku pun naik ke pundak Chinmi lalu mereka melanjutkan perjalanan mereka ke kuil dairin.
***
Setelah seharian berjalan akhirnya mereka berlima sampai di kota yang dekat dengan tempat tujuan mereka, kuil dairin.
“Nah sekarang sudah hampir sore sebaiknya kita beristirahat dulu sebentar disini. Kalau kalian mau kita bisa melanjutkan perjalanan tidak lama lagi.” Ujar Chinmi.
“Tidak, kita lanjutkan perjalanannya saja.” Kata Hayate.
“Tapi tampaknya kau sudah kelelahan.” Kata Chinmi.
“tidak kok!” Bantah Hayate.
“Ehm... kalau begitu bagaimana kalau kita beristirahat dirumah Yan saja? Aku ingin mengunjunginya sebenar.” Usul Chinmi.
“Yan? Siapa itu?” tanya Nagi.
“Nguik, Nguik!” sahut Goku seolah ingin menjelaskan mengenai Yan.
“dia salah satu temanku” kata Chinmi.
“Oh begitu...” ujar Hayate. “Tapi apa kami tidak akan mengganggunya kalau begitu?”.
“Tidak, aku yakin ia mau membiarkan kita beristirahat sebentar, lagipula dia pasti senang jika kita berkunjung” jawab Chinmi.
“Baiklah kalau begitu...” ujar Hayate.
Lalu mereka berdua -dan seekor monyet-, segera melanjutkan perjalanan mereka menuju rumah Yan.
***
Setelah berjalan selama setengah jam, Chinmi, Hayate, dan Goku akhirnya sampai di rumah Yan dan kakeknya.
“Chinmi, apa itu kau?” ujar seseorang saat Chinmi hendak mengetuk pintu. Ternyata dia adalah Yan.
“Oh, hai Yan!” sapa Chinmi.
“Uuuk!” sahut Goku
“Waaah senang sekali bertemu dengan kalian lagi.” Ujar Yan gembira. Lalu ia mempersilahkan mereka bertiga masuk kedalam rumah.
“Paman dimana?” tanya Chinmi.
“Dia sedang ke sungai, katanya ia ingin memancing malam ini” Jawab Yan.
“Em... Chinmi, apa dia adalah temanmu?” tanya Yan dengan berbisik sambil melirik ke arah Hayate yang tampak merasa canggung dengan keaadaan tersebut.
“Oh iya, maaf aku lupa bilang. Ini Hayate, diateman baruku.” Ujar Chinmi mengenalkan.
“Senang bisa bertemu denganmu...” kata Yan dengan sopan.
“saya juga senang bertemu dengan anda” ujar Hayate.
“ia ingin berkunjung ke kuil dairin.” Terang Chinmi.
“Benar kah? Aku baru saja kembali dari kuil dairin. Chinmi murid-muridmu sudah menunggu kepulanganmu lho!” kata Yan.
“Murid?” tanya Hayate heran.
“Iya, murid...” kata Yan disambut tatapan heran dari Hayate. “Jangan-jangan kau tidak bercerita kepada mereka kalau kau adalah salah satu pengajar di Kuil dairin, ya Chinmi...” ujar Yan.
“Pengajar?!” seru Hayate terkejut.
“Oh i, iya, sepertinya aku lupa bilang, hehehe.” Ujar Chinmi.

‘Uaaah semuda itu sudah jadi pengajar? Ku kira pengajar kungfu itu berumur lebih tua’ pikir Hayate. “pantas saja kau kuat sekali.” katanya.
“Enggak juga kok” ujar Chinmi merendahkan diri.
“Nah kalau begitu sebaiknya kau segera kembali ke kuil, Chinmi. Mereka sudah menunggumu, lain kali saja kau ceritakan kisahmu, ya...” Kata Yan lalu tersenyum.
“Kalau begitu, sampai jumpa lagi, Yan!” Pamit Chinmi.
“Sampai jumpa lagi!!” seru Yan.
***
Matahari sudah hampir terbenam saat ini, namun akhirnya mereka bertiga akhirnya sampai di gerbang pertama Kuil Dairin. Untuk sampai ke atas sana mereka harus menaiki anak tangga yang cukup banyak jumlahnya.
“Nah sekarang hanya tinggal menaiki anak tangga ini, lalu kita sampai di kuil dairin.” Kata Chinmi.
 “Kalau begitu...” gumam Hayate sambil mulai menaiki anak-anak tangga tersebut.

Jadi begitulah mereka berdua mulai menaiki anak tangga tersebut menuju kuil Dairin (Disini Goku tidak dihitung karena dia sudah keatas duluan lewat pepohonan).
Tanpa mereka sadari, mereka sudah sampai di tempat tujuan mereka. Ternyata orang-orang kuil dairin sudah menunggu kedatangan mereka.

“Selamat datang kembali, Pak Guru Chinmi!” seru murid-murid Chinmi yaitu Gunte, Kuppa, Namlu, Yokke, Sancu, Koko, dan Yonfa. Rupanya mereka sudah menunggu kedatangan Chinmi. Mereka tahu bahwa Chinmi, guru mereka akan tiba sebentar lagi setelah diberitahu oleh Goku.
“Hai semua!” seru Chinmi yang juga sangat senang karena sudah lama mereka tak berjumpa kembali.

“Pak Chinmi, ceritakan dong tentang perjalanan pak guru!” sahut Namlu.
“Iya, iya, tapi sebelumnya aku harus mengenalkan temanku ini ke Kepala Biksu dan Pak Tua dulu ya?” ujar Chinmi.

“Oh, maksudnya orang itu ya?” tanya Gunte.
“Iya, namanya Hayate.” Kata Chinmi mengenalkan Hayate.
“Salam kenal!” seru murid-murid Chinmi.
Saat Hayate sedang berkenalan dengan murid-murid Chinmi tiba-tiba seseorang menyahut, “Hoi Chinmi! Kamu ini ya pulang kok tidak mengabari kami!” ujar Jin Tan sambil meninju kepala Chinmi.

“dasar, bikin kami cemas terus nih kerjaanmu...” tambah Bikei.
“Maaf, maaf. Aku lupa memberi kabar...” kata Chinmi.
“Lho, dia siapa?” tanya Jin Tan.
“Oh dia teman seperjalananku Hayate.” Ujar Chinmi.
“Wah, kenapa bukan cewek cantik aja sih?” bisik Jintan. “Jangan deh... nanti Yan bisa marah lho!” tambah Bikei. Mereka berdua sengaja menggoda Chinmi.

“apa-apaan sih kalian” kata Chinmi tanpa terpancing godaan kedua temannya itu.
“Hahaha ternyata kau tak berubah juga ya!” kata Bikei.
“ya begitulah, oh ya dimana Ryukai? Aku tak melihatnya...” tanya Chinmi.
“Oh dia dan Riki sedang ada tugas dari Kepala Biksu.” Jawab Jin Tan.
“Gitu ya? ya sudah aku mau melapor dulu kepada Kepala Biksu, ya” kata Chinmi.
“Ya...” Jawab Jin Tan, Bikei, dan murid-murid Chinmi bersamaan.
“Nah, ayo. Kau harus bertemu dengan seseorang...” kata Chinmi Hayate. “baik...” Jawab Hayate. Lalu mereka pun masuk kedalam kuil dimana para biksu sudah menunggu kedatangan mereka.
***

“Wah Chinmi ternyata kau sudah kembali...” sambut Biksu rhoi atau yang biasa Chinmi panggil ‘Pak Tua’.
“Cukup lama juga ya?” kata Kepala Biksu.
“Yah begitulah...” Jawab Chinmi.
Lalu Chinmi pun menceritakan mengenai kisahnya di angkatan laut, dan juga mengenai kedatangan Hayate.

“Hm... anak muda, namamu Hayate, bukan?” tanya Kepala Biksu. “Kemarilah sebentar...”. Dengan perasaan heran, Hayate pun mendekat beberapa langkah ke arah Kepala Biksu. Setelah memperhatikan dengan seksama, iapun berkata, “Tampaknya kau bukan berasal dari sini... benar kan?” tanyanya.

“um... ya, seperti yang tadi dikatakan oleh Chinmi, saya berasal dari Jepang...”  Jawab Hayate.
“Tidak, bukan itu maksudku...” ujar Kepala Biksu. Hayate dan Chinmi saling memandang satu sama lain dengan heran. ‘maksudnya?’ pikir Hayate bingung.
“Lupakan saja... Nah, tadi kau bilang kau mau belajar kungfu, bukan?” tanya Kepala Biksu kepada Hayate.
“Ya...” jawab Hayate.

“Kalau begitu kau akan di tes terlebih dahulu. Tapi harus kuperingatkan sebelumnya, jika kau gagal maka kau harus segera pergi dari sini.” Tantang Kepala Biksu.
“Baiklah saya setuju” Ujar Hayate.
“Kalau begitu, tugasmu adalah mengerjakan semua tugas ‘rumah tangga’ yang ada di kuil ini sampai aku bilang berhenti. Bagaimana?” kata Kepala Biksu, jika sedang diperhatikan baik-baik saat ini dia sedang tersenyum jahil.
‘Ini serius? Apa tidak terlalu mudah? Tapi bisa makan waktu lama juga sih kalau begitu’ pikir Chinmi.
“Baiklah, akan saya lakukan...” jawab Hayate dengan semangat membara.
“Tunggu dulu ada satu lagi.” Ujar Kepala Biksu. “kau harus menemukan ‘dasar bela diri’...” ujarnya.

“Nah, kalau begitu sekarang pergilah istirahat, aku mengharapkan masakan yang lezat besok pagi.” kata Kepala Biksu dengan santai.
Lalu mereka berdua pun dipersilahkan untuk keluar dari kuil.
Setelah Chinmi dan Hayate pergi, Biksu Rhoi bertanya mengenai ucaan kepala biksu tadi, Kepala Biksu menjawab sambil terkekeh. “Bocah menarik itu... dia tidak berasal dari sini.” Ujarnya kemudian berlalu.

***
“Nah, jadi bagaimana Pak Chinmi, apa temanmu itu diizinkan tinggal disini?” tanya Koko.
“ya begitulah.” Jawab Chinmi.
“tapi aku mendapatkan tugas...” tambah Hayate.
“Oh, begitukah?” komentar Gunte. “Oh ya, kalian bertemu di perjalanan kan?” tanyanya lagi.
“Benar...” jawab Hayate.
“Apa ada hal yang menarik?” tanya Gunte.
Hayate tampak heran sementara itu Chinmi sudah memisahkan diri dari mereka dan menghampiri Jin Tan dan Bikei yang sudah menunggu mereka. “Menarik apanya?” tanya Hayate.
“Yah, ketika Pak Guru Chinmi sedang diberi tugas biasanya sih akan terjadi sesuatu yang menarik untuk diceritakan.” Terang Yokke.

“Benarkah? Misalnya?” tanya Hayate.
“yah, misalnya saja saat Ia dapat tugas ke kerajaan, dia menyelamatkan Kaisar dari serangan musuh.” Cerita Sancu.
“benar, sebelumnya dia juga pernah menyelamatkan Kan’an dari raja yang kejam.” Tambah Yonfa.
“Kali ini juga ia baru kembali dari tugas yang diberikan oleh kaisar...” kata Gunte dengan penuh takjub.
“Eh, benarkah....?! pantas saja waktu itu, dengan mudahnya...” Hayate bergumam sendiri ketika mengingat kejadian sebelumnya di Ibukota.

“Jadi, ada sesuatu yang terjadi?!” tanya murid-murid Chinmi dengan penuh semangat.
 “ada kejadian menarik yang sebenarnya sudah terjadi...” Ungkap Hayate agak bangga. “sebenarnya, sejak awal saat aku bertemu dengannya di Ibukota saat ia menyelamatkan temanku, Nagi. Aku sudah mengaguminya sejak saat itu.” Kata Hayate memulai ceritanya.

“Dan juga ketika ada kerusuhan dirumah makan saat aku dan teman-temanku ada di Ibukota. Pemiliknya bilang Chinmi dan kedua temannya lah yang menangkap mereka. Juga sebenarnya saat kita di kedai makan kakaknya Chinmi, ia bisa mengetahui keberadaanku meskipun dari jauh, juga mengetahui luka kakaknya tanpa melihatnya dari dekat. Menurutku itu menakjubkan.” Cerita Hayate.
“Yah memang seperti itulah Pak Guru, ternyata bahkan orang yang baru mengenalnya sampai mengaguminya juga, hehe.” Kata Kuppa.
‘Hmp... sebenarnya sih yang paling kukagumi adalah sikapnya yang tidak berubah padahal menurutku dia sangatlah hebat, tapi sifat kekanak-kanakannya tetap ada.’ Batin Hayate.
“Sudah, sudah jangan membicarakan Chinmi terus, sana kembali kekamar masing-masing dan tidur!” seru Pak rhoi yang tiba-tiba saja datang.
“baik...” jawab murid-murid Chinmi.

“Oh ya, kau juga sebaiknya tidur. Kau bisa tidur sekamar dengan Chinmi, Jin Tan, dan Bikei di sebelah sana.” Kata Pak Rhoi dengan ramah.
“Terima Kasih...” ujar Hayate, lalu iapun menuju kamar yang sudah disediakan.
Begitu masuk kedalam kamar, Hayate melihat bahwa Chinmi sudah tertidur lelap. ‘dia pasti kelelahan sepanjang perjalanan tadi. Hm, siapa sangka orang sebayaku ini sangatlah kuat.’ Batin Hayate lalu iapun tidur di tempat yang sudah disediakan.

***
Keesokan paginya...
“huff... sepertinya tugas pagi ini sudah selesai.” Gumam Hayate puas.
“uuk, nguik...” sahut Goku yang tiba-tiba saja sudah berada di dekatnya.

“Uwaaaah” hampir saja Hayate berteriak karena kaget. “Ah, ternyata itu kau Goku, jangan mengagetkanku begitu dong” ujarnya.
“Kikikik” Goku malah terkikik karenanya.
“Hei, kau sudah lama kenal tempat ini bukan?” tanya Hayate. Goku mengangguk mengiyakan. “Kalau begitu temani aku berkeliling, ya!” kata Hayate.

“Nguik!” sahut Goku penuh semangat.
‘rasanya agak aneh berbicara dengan seekor monyet. Tapi, biarlah...’ Pikir Hayate. Ia pun berjalan-jalan keluar mengelilingi kuil dairin dengan ditemani Goku. Hingga akhirnya ia berhenti di tempat dimana Chinmi sedang mengajar murid-muridnya. Hari ini mereka sedang berlatih tanding.

“Nah sekarang giliran Gunte dan Kuppa.” Ujar Chinmi.
“Baik!” jawab mereka berdua, sementara Koko dan Namlu segera menyingkir dari ‘arena’.
Baru saja bertanding sebentar tiba-tiba Chinmi menghentikan latihan tanding mereka, “Berhenti!” seru Chinmi.

“Hm? ada apa Pak Guru?” tanya Gunte.
“Kuppa ada apa dengan tanganmu?” tanya Chinmi.
“Eh, tidak kenapa-kenapa kok.” Elak Kuppa.
“Sudahlah jangan disembunyikan, tanganmu sedang cedera benar kan?” Chinmi berwajah cemas namun cukup serius. Kuppa pun dengan malu-malu mengangguk-angguk dengan pelan.

“kalau begitu sebaiknya kau istirahat dulu. Nah,  Sancu gantikan Kuppa...” perintah Chinmi.
“Baik!” sahut Sancu, lalu Sancu dan Gunte pun melanjutkan latihan tanding.
“Hei, coba kulihat tanganmu.” Kata Chinmi. Lalu Kuppa pun memperlihatkan tangannya dan menggulung lengan bajunya. Ternyata tangannya telah diperban, padahal jika lengan bajunya tidak digulung maka luka tersebut tidak akan ketahuan.
‘Hei ada apa itu?’. Pikir Hayate, ia tak bisa mendengar apa yang terjadi karena ia hanya melihat dari jauh.
“Lukamu ini... luka cakar?” kata Chinmi dengan nada agak khawatir. “maukah kau menceritakannya padaku?”.

Kuppa sempat terdiam sejenak hingga akhirnya ia memutuskan untuk memberitahukan gurunya itu, “em, sebenarnya pagi kemarin, ketika giliranku dan Namlu mencari tanaman untuk dimakan dihutan, aku di serang oleh seekor serigala. Tapi aku berhasil kabur.” Terang Kuppa.

“Serigala?!” seru yang lainnya, bahkan Gunte dan Sancu menghentikan latihan tanding mereka.
“iya, tapi tenang saja lukaku sudah diobati oleh Biksu Rhoi” kata Kuppa.
“Hm, begitu ya. Baguslah...” ujar Chinmi lega. “Oh ya, ini adalah peringatan juga bagi kalian. Kalian harus meningkatkan kewaspadaan kalian, jangan lengah! Jadikan hal yang sudah berlalu menjadi pelajaran bagi kalian. mengerti?!”

“Kami mengerti Pak Chinmi!” seru murid-murid Chinmi dengan penuh semangat.
“Nah, sekarang kalian boleh istirahat.” Ujar Chinmi. Goku pun segera menghampiri Chinmi.
“Uwaaah Goku, apa kau sudah menunggu ku? Tunggu ya, nanti kita akan bermain setelah aku sarapan.” Kata Chinmi.

“Chinmi!” seru Hayate.
“Oh hai, Hayate!” sapa Chinmi.
“Ternyata latihannya seperti itu, ya?” ujar Hayate.
“Ya, begitulah...” jawab Chinmi.
“Wah keren sekali!.” seru Hayate. “Eh, tapi sebenarnya tadi ada apa sih? Kok sepertinya serius sekali?” .
“Em... itu, em... tidak ada apa-apa kok. Aku cuma bilang bahwa kita harus waspada dimanapun kita berada.” Alasan Chinmi.
“Oh begitukah?” kata Hayate masih curiga. “Kalau begitu ayo kita sarapan!” ujarnya lagi, lalu Hayate pun mendahului Chinmi menuju tempat makan.

“Nguuk?” bisik Goku kepada Chinmi.
“Sht... aku tahu kita sebenarnya tidak boleh berbohong. Tapi kita tak boleh membuatnya khawatir Goku.” Jawab Chinmi. Goku mengangguk mengerti, lalu mereka berduapun menuju ruang makan tempat dimana semuanya sudah menunggu.

***
Setelah selesai makan Hayate menghampiri Chinmi. “Hei bagaimana rasa masakan buatanku?” tanya Hayate.

“Lezat!” jawab Chinmi. “kurasa kau sudah terbiasa melakukan ini bukan?” tambahnya.
“yah sebenarnya hal seperti ini adalah bagian dari keseharianku. Jadi tes ini bukanlah masalah bagiku.” Kata Hayate. “Tapi aku ingin cepat berlatih bersamamu, kapan ya aku akan diperbolehkan?” gumamnya.

“Tenang saja, ku yakin tak akan lama lagi. Lagipula...” kata-kata Chinmi berubah menjadi bisikan. “jika kau masih belum diperbolehkan berlatih ‘fisik’ sebaiknya kau melatih ‘kedamaian batin’ mu”.
‘Kedamaian batin? Apa ini yang dimaksud oleh Kepala Biksu? Tapi apa itu kedamaian batin?’ pikir Hayate.

“Hal itu, harus kau cari tahu sendiri.” Ujar Chinmi seolah bisa membaca pikiran Hayate.
Tak lama setelah Chinmi meninggalkannya ia bergumam sendiri, “Nona Nagi... Maria... apa mereka baik-baik saja ya?” wajahnya tampak sangat cemas terutama karena tak ada kabar dari keduanya meskipun setiap malam ia selalu diam-diam keluar kuil untuk mencari informasi.

Bersamaan dengan angin sepoi-sepoi yang menghembuskan rambutnya yang tergolong panjang itu dengan lembut, hayate tersenyum, ‘Mereka akan baik-baik saja... aku harus percaya pada mereka! baiklah, aku akan mencoba fokus untuk mencari ‘kedamaian batin’ ku...’ tekad Hayate. ‘tapi mulai dari mana?’ pikirnya.

Setelah lama berpikir, Hayate masih tidak dapat memikirkan solusinya. Jadi sekarang ia hanya duduk bersandar pada sebuah pohon dan berharap jawabannya akan muncul begitu saja. Lama kelamaan tanpa sadar ia mulai tertidur.
“Hayate! Bangunlah!” suara Nagi yang sedang menangis bergema didalam kepala Hayate.
“Cepat kita harus membawanya ke rumah sakit!” kali ini terdengar suara Maria yang tengah panik.

‘Hei, sebenarnya apa yang sedang terjadi?’ pikir Hayate. Ia tak bisa melihat apapun, terlalu gelap. ‘Nona?! Maria?! Kalian ada disini!’ Hayate berusaha mengatakannya akan tetapi mulutnya tak dapat berbicara, ia juga tak bisa menggerakkan tubuhnya. ‘tu, tubuhku tak bisa digerakkan. Ada apa ini?’ batinnya. Hayate mulai membuka matanya ia hanya dapat mengintip sedikit, ia melihat darah. ‘darah siapa ini?’ tanyanya dalam hati. ‘Nona?! Maria?!’ pandangan Hayate kembali memudar hingga akhirnya hitam total.
“Nona Nagi! Maria!” seru Hayate. “Oi Sadarlah!” akhirnya seruan seseorang membangunkan Hayate. “Hah, apa?” sentak Hayate terkejut. “Ya ampun, kau ini. Jangan tertidur di sini dong...” kata Gunte, orang yang membangunkan Hayate.

“Oh kalian... sedang apa disini?” tanya Hayate.
“seharusnya aku yang bertanya. Kenapa kau bisa tertidur di luar gerbang seperti ini?” tanya Koko. “Dan juga, kau mimpi apa sampai panik seperti itu?” tambah Gunte.

‘hah? Kupikir tadi aku sedang berada dibawah pohon...’ pikir Hayate heran.
“Hehehe maaf aku ketiduran tadi” ujar Hayate. “Oh ya, Gunte, Koko ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu...” Hayate tidak menghiraukan pertanyaan gunte tadi.
“Apa itu?”
“Em, apa kalian tahu yang dimaksud dengan ‘kedamaian batin’?” tanyanya.
“aku tahu, tapi itu agak sulit untuk dijelaskan, ‘kedamaian batin’ itu... em, bisa dibilang seperti mengosongkan pikiran?” ujar Koko mengingat-ingat. “sepertinya bukan itu... Em, gimana ya bilangnya...” Gunte jadi bingung sendiri.
“sudahlah lupakan saja”. Kata Hayate.
“Maaf, sebenarnya Guru Chinmi dan Guru Ryukai pernah mengatakan tentang hal ini, Kepala Biksu bilang aku belum mencapainya, hehehe.” Kata Gunte.

“Begitukah?” ujar Hayate. “Hehehe berarti memang tidak mudah ya...” gumamnya.
“Ya sudah ayo kita kembali kedalam!” ajak Hayate.
Lalu Hayate, Koko dan Gunte pun kembali kedalam dan mengobrol lagi. ‘aku tak akan menyerah...’ tekad Hayate.

***
Sudah 3 hari semenjak Hayate mendapatkan ‘tugas’ itu dari Kepala Biksu, tetapi dia masih belum bisa mengerti arti ‘kedamaian batin’. Jadi malam ini, Hayate berniat untuk mencari tahu meskipun ini mungkin akan memakan waktu semalaman.

“Hayate!” ujar Chinmi sambil menepuk bahu Hayate yang tengah melamun.
“Oh ternyata kau, Chinmi. Bikin kaget saja...” gerutu Hayate.
“Hehehe, maaf, maaf. Lagian salah sendiri sih dari tadi melamun saja. Lagi mikirin apa sih?” tanya Chinmi.
“Lagi mikirin ‘kedamaian batin’ yang pernah kau katakan itu. Aku masih bingung sebenarnya ‘kedamaian batin’ itu apa sih?” kata Hayate.

“santai saja, kalau soal itu kau tak perlu memikirkannya, pikirkan saja hal-hal yang dapat membuatmu tenang...” ujar Chinmi.
“ah begitukah?” Hayate tersenyum simpul.
“Ya, begitulah. Ya sudah aku pergi dulu. Beritahu aku kalau kau sudah mengerti.” Ujar Chinmi lalu meninggalkan Hayate sendiri untuk mencerna kata-katanya tadi.

‘Ketenangan ya?...’ batin Hayate. Lalu ia pun menutup mata dan mulai membayangkan beberapa kenangan indahnya baik ketika bersama nona Nagi, Maria, maupun bersama dengan teman-temannya yang lain. Hal-hal yang membuatnya tenang.
Lama kelamaan Hayate mulai merasa rileks, dan tanpa ia sadari ia telah menemukan apa yang ia cari. ‘ciip... ciip... ciip’ terdengar suara burung berterbangan. ‘bzt.. bzt..’ begitu pula dengan suara serangga yang lalu lalang. Hayate tersenyum.

“hehehe, jadi kau sudah berhasil rupanya.” Ujar seseorang.
Hayate kaget, tapi ia berusaha untuk tidak merusak ketenangan yang telah ia dapatkan saat ini. “ya begitulah...” jawab Hayate tanpa membuka matanya dan menoleh ke arah suara.
Tiba-tiba saja orang itu menyerangnya dengan pukulan, tapi Hayate dapat merasakannya dan secara refleks menghindar. Lalu sontak Hayate pun menoleh. “Kepala Biksu?” seru Hayate.

“Kau lulus, mulai besok kau boleh berlatih. Kau akan dilatih oleh Chinmi.” Ujar Kepala Biksu.
“terima kasih...” ujar Hayate senang.
“Berlatihlah dengan giat!” pesan Kepala Biksu, lalu ia pun kembali kedalam kuil.
Hayate sangat senang sekali, “Yosh...!” serunya gembira.
Lalu Chinmi pun datang dari balik tembok, sepertinya ia sudah memperhatikan Hayate sedari tadi. “Jadi kau sudah lulus tes... Selamat ya!” kata Chinmi.

Hayate tersenyum, “ini semua berkat petunjukmu, terima kasih ya!” ujar Hayate.
“Hehehe tenang saja, sesama teman memang harus saling membantu bukan? Nah, sebaiknya kau segera istirahat, besok pagi-pagi buta kita sudah akan berlatih.” Kata Chinmi.
“Baik Pak Guru!” ujar Hayate.
“Sudah jangan memanggilku begitu ah...” ujar Chinmi malu.
“hehehe...” mereka berdua pun tertawa.
***

Semalam Hayate kembali mengalami mimpi yang sama, Nagi yang menangis hingga tertidur di pangkuannya, Maria yang menatapnya dengan khawatir, infus yang yang menggantung, dan bau rumah sakit. ‘Hei ada apa lagi sih? Kenapa belakangan ini aku bermimpi seperti ini?’ pikir Hayate. Lalu tak lama kemudian ia terbangun.
“Hm? Wah sudah saatnya berlatih nih!” gumam Hayate, lalu ia pun segera terbangun dan menuju tempat yang Chinmi beritahukan kemarin.
Tapi begitu ia tiba disana ternyata mereka semua telah berada di sana dan menunggunya. “kau terlambat!” seru Chinmi.

“Maaf...” ujar Hayate, ia tak menyangka akan datang terlambat di hari pertamanya.
“semuanya berbaris!” perintah Chinmi. “nah mulai sekarang Hayate akan berlatih bersama kita...” kata Chinmi.
“mohon kerja samanya!” ujar Hayate. Lalu Hayate pun ikut membentuk barisan seperti yang lainnya.
“Baiklah ayo kita mulai...” ujar Chinmi, lalu ia pun mulai ‘mengajar’ seperti biasanya.

***
Sudah seminggu sejak Hayate mulai ikut berlatih kungfu bersama Chinmi dan yang lainnya. Dan semakin hari ia semakin kuat dalam 2 arti yang berbeda, baik secara fisik maupun emosional.

“Hehehe kau cepat berkembang ya?” ujar Chinmi. Hayate tersenyum, “terima kasih” jawabnya singkat.
“Nah sekarang aku akan menunjukkan cara pengontrolan gerakan...” kata Chinmi.
“Mengontrol gerakan?” tanya Yukke.
“Yup, aku akan mendemonstrasikannya terlebih dahulu. Sekarang kalian serang aku...” perintah Chinmi.

“Ha? Kau serius, Guru?” tanya Gunte. Chinmi malah menutup mata.
“Kalau begitu ayo teman-teman!” seru Kuppa. Chinmi tersenyum simpul.
Lalu mereka pun menyerang Chinmi. Semuanya kecuali Hayate yang terpaku takjub saat melihat tak ada satu pukulan ataupun tendangan yang mengenai Chinmi. “Sughoi...” gumam Hayate.
Setelah kelelahan mereka pun satu per satu mulai berhenti menyerang. “nah sekarang giliranmu Hayate...” ujar Chinmi tanpa membuka matanya.

“hehe, tahu darimana kalau aku tidak menyerang?” tanya Hayate.
“Aura... aku tahu kau tidak bergerak sedari tadi. Apa lagi yang kau tunggu?” kata Chinmi.
“Baiklah, kurasa sudah saatnya aku bergerak kalau begitu”. Ujar Hayate sambil berlari ke arah Chinmi untuk menyerangnya, tapi sama seperti yang lainnya semua pukulan dan tendangan Hayate dapat ditangkis dengan mudah.
Akhirnya Hayate pun kelelahan meskipun ia telah menyerang lebih lama dibandingkan yang lainnya. “hh... hh... baiklah... aku menyerah... hehe...” ujar Hayate sambil mengatur nafas.
Chinmi pun membuka matanya. “Kurasa gerakan kalian semua semakin cepat dan kuat, akan tetapi semua itu akan sia-sia jika kalian tidak bisa mengontrol tenaga yang digunakan.” Ujar Chinmi.

“Yak sampai disini dulu latihan kita hari ini...” ujarnya lagi.
“Terima kasih Pak Guru Chinmi!” setu semuanya. Lalu mereka pun mulai bubar.
Belum jauh Hayate meninggalkan tempat itu Chinmi memanggilnya kembali, “Hei Hayate!”. Hayate menoleh, “ada apa?” tanyanya.
“ayo ikuti aku. Ada yang ingin kutunjukkan padamu...” Ujar Chinmi.
Dengan perasaan heran dan penasaran yang saling bercampur aduk, Hayate mengikuti Chinmi. “hei ada apa?” tanyanya.
“Sht... jangan berisik, kita akan menyelinap.” Bisik Chinmi. ‘menyelinap kemana?’ pikir Hayate.

Tiba-tiba saja Chinmi melompat ke luar tembok lalu melompat melalui cabang-cabang pohon. Untung saja Hayate dapat mengikutinya. “Hei Chinmi kita mau kemana sih?” tanyanya.
“Sht... sudah kubilang kan, ikuti saja dulu...” ujar Chinmi.
“baiklah...” Hayate tampak heran. ‘tapi kenapa harus lewat pepohonan?.’ Batin Hayate.
Setelah sekitar lima menit Chinmi dan Hayate melompat dari satu cabang pohon ke cabang pohon lainnya, akhirnya mereka kembali turun ke atas tanah.
“Nah Chinmi, sekarang bisa kau beritahu kemana kita akan pergi?” tanya Hayate.
“Oh ya, aku belum bilang kepadamu ya....” Chinmi tiba-tiba berhenti berjalan. “kita akan menuju gua tempat pengujian diadakan.”

“Ujian apa maksudmu?” tanya Hayate.
“Ujian di hutan. Tempat itu adalah tempat berlatih untuk orang-orang yang lulus ujian. Ujiannya masih sangat lama, dan aku yakin kau tak akan sempat melihatnya jika tak kutunjukkan sekarang.” Terang Chinmi.
“apa berarti aku akan diuji sekarang?” tanya Hayate.
“Maaf tapi aku tak bisa mengujimu, hanya Kepala Biksu yang dapat membuka pintu yang terkunci itu.” Kata Chinmi.
“Lalu kenapa kau membawaku kalau begitu...” ujar Hayate agak kesal.
“Karena kita akan melalui air terjun yang sangat indah sebelum kita sampai kesana.” Kata Chinmi. “Lagipula apa kau tidak penasaran dengan gua itu?”

“Setelah kau bilang begitu... Baiklah, kalau tempat itu benar-benar bagus maka aku tak jadi kesal padamu.” Canda Hayate.
“hehehe tenang saja...” ujar Chinmi. “kau tak akan menyesal.”

Tak lama kemudian merekapun sampai di air terjun tersebut. “bagaimana pendapatmu?” ujar Chinmi. “i, indah sekali...” jawab Hayate. “aku sering ke tempat ini... tempat ini sangat bagus untuk melatih kedamaian batin” ujar Chinmi.
“ya, aku setuju akan hal itu, meskipun tempat ini terpenuhi oleh suara air terjun, bahkan kita harus berbicara lebih keras. Tapi tempat ini sangat alami.” Komentar Hayate.

“Huaah aku jadi ingin tidur siang.” Ujar Chinmi sambil berbaring di atas tanah.
“Hm, kau benar. Aku juga...” kata Hayate ia pun ikut berbaring di sebelah Chinmi.
Keheningan tersebut pun membawa Hayate ke alam mimpi.
Hayate mulai membuka matanya, ‘hei dimana ini?’ ini di rumah sakit? Siapa yang sakit?... lho, kenapa lagi-lagi tubuhku tak mau digerakkan?’ batin Hayate. Lalu ia kembali terlelap.

“hei bangunlah!” ujar Chinmi.
“hah apa?!” Hayate terbangun.
“jangan tertidur disini. Aku tahu kalau disini nyaman tapi jika kita tak segera kembali maka akan kena masalah.” Kata Chinmi.

“Benarkah?” Hayate langsung berdiri karena panik.
“enggak juga sih, cuma bercanda. Tenang saja aku sudah mendapat izin kok!” kata Chinmi.
“Uh kukira beneran, lagian kenapa tadi kita keluarnya tidak lewat gerbang saja sih?” tanya Hayate.

“yah, supaya murid-muridku tidak mengikuti kita, hehehe.” Jawab Chinmi. “karena seperti yang kubilang tadi, jika aku tak mendapatkan izin dari Kepala Biksu, kita juga tak akan bisa menuju gua itu.” Ujar Chinmi.

‘oh ya tadi kita kan menuju gua.’ pikir Hayate.
“Apa sebaiknya kita pulang saja?” tawar Chinmi iseng.
“jangan bercanda, aku sudah sangat penasaran nih!” seru Hayate bersemangat.
“baguslah kau bersemangat! Karena kita harus berjalan melalui hutan lagi.” Ujar Chinmi.
“haaah? Benarkah... apa kita harus lewat atas pohon lagi?” tanya Hayate.
“tidak usah, lagipula saat kita melewati pepohonan pun aku tak punya maksud tertentu. Hanya karena aku suka saja. Hehehe.” Ungkap Chinmi.
“ah kau ini...” ujar Hayate sambil meninju pundak Chinmi, “aku capek tahu karena harus mengikutimu seperti itu.” Katanya lagi.
“hahaha, ya sudah ayo kita ke gua itu!” ajak Chinmi, lalu mereka berdua pun melanjutkan perjalanan singkat mereka menuju Gua tersebut.

‘kuharap para serigala itu tidak menemukan kami...’ pikir Chinmi.
Setelah melalui hutan akhirnya mereka sampai di Gua tersebut.
“Inikah tempat yang kau maksud?” tanya Hayate. “Ya, tapi kau tidak boleh masuk kedalamnya.” Ujar Chinmi.

“memangnya kenapa?.”
“Tempat ini khusus bagi orang yang benar-benar telah terlatih, aku pernah melaluinya. Memang ujian didalamnya cukup berat. Kau masih belum diperbolehkan untuk masuk kedalam.” Kata Chinmi.

“yah... padahal aku sudah penasaran apa yang akan terjadi didalam...” ujar Hayate. “tapi tak kusangka gua yang kau maksud itu ternyata ada di atas gunung seperti ini.” Tambahnya sambil nyengir.

“Pemandangannya cukup bagus bukan?” tanya Chinmi. “Ya, tidak mengecewakan lah...” jawab Hayate. Kemudian mereka pun menghabiskan waktu sebentar disana untuk beristirahat sambil melihat pemandangan disana.

Tiba-tiba saja perut Chinmi berbunyi, begitu juga dengan Hayate. Mereka sudah lapar rupanya.
“Sepertinya kita sudah mulai lapar rupanya.” Kata Hayate. “Bagaimana kalau kita memancing saja?” usul Chinmi.
Hayate tersenyum simpul kemudian berkata, “Ah, tidak usah... sebaiknya kita kembali saja. Apa jangan-jangan kau tak bisa tahan lapar, Pak Guru?” ledek Hayate sambil menaik turunkan alisnya.
“Hahaha, bukankah itu pertanyaanku? Baiklah kalau begitu kita kembali ke kuil dairin sekarang.” Ujar Chinmi.

Merekapun kembali menelusuri Hutan namun di tengah jalan hujan turun dengan cukup deras. “Hei Hayate aku tahu ada jalan pintas disekitar sini. Ayo ikuti aku!” perintah Chinmi. Hayate yang tak tahu jalan pun hanya mengikutinya.
Akhirnya mereka sampai di tebing jurang. “He, hei... jangan bilang kalau kita harus melompati jurang itu untuk menyebrang.” Kata Hayate. “Tenang saja, luas jurang ini sama lebarnya dengan luas sungai yang tadi kau lompati” kata Chinmi.

‘bukan itu masalahnya. Kalau sungai yang tadi sih kalau kita jatuh, hanya baju yang akan basah. Lain hal nya kalau jatuh di sini...’ pikir Hayate. Tanpa ia sadari Chinmi sudah meloncat terlebih dahulu melewati jurang tersebut.

“lho, lho...? dia sudah lompat duluan...” gumam Hayate.
“Ayolah Hayate! Kau pasti bisa!” seru Chinmi dari seberang jurang menyemangati Hayate.
‘baiklah, kalau Chinmi bisa, aku juga pasti bisa!’ tekad Hayate. Lalu ia pun mengambil jarak beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang sebelum melompat.

Kemudian Hayate berlari secepat yang ia bisa, lalu melompati jurang tersebut. ...*grusrak*...
“aku berhasil...” gumam Hayate, ia berhasil meskipun ia mendarat tepat di tepi jurang.
“baguslah, ayo cepat kita harus pergi”, ujar Chinmi ia pun membalikkan badan.
“Baiklah” jawab Hayate. Namun ketika ia baru saja akan bangkit, tanah yang ia pijak longsor, Hayate pun terjatuh. “WAAAAA!!!”

Mendengar jeritan Hayate, Chinmi segera membalikkan badan, “HAYATE!” serunya. Lalu tanpa berpikir panjang ia pun melompat ke dalam jurang untuk menyelamatkan Hayate. “tenanglah, aku akan segera kesana!” seru Chinmi.
Akhirnya Chinmi sampai di tempat Hayate berada, tapi mereka masih terus terjatuh. ‘apa yang harus aku lakukan, ini lebih sulit dibandingkan saat aku jatuh di Kan’an.’ Panik Chinmi.

“Chinmi, apa dasar jurang ini berbatu-batu?” tanya Hayate.
“Tidak, tapi tetap saja tekanan airnya....” jawab Chinmi.
‘kalau begitu mungkin cara itu akan berhasil...’ pikir Hayate. “Chinmi, ikuti gerakanku sekarang!.”. Hayate menyilangkan tangannya di dada dan menluruskan ujung jari kakinya membentuk satu titik.
‘Ah aku mengerti, jika kita menitik pusatkan tenaga di ujung kaki ada kemungkinan kita dapat membelah air dan masuk ke dalam arus.’ Pikir Chinmi. Lalu ia pun mengikuti perintah Hayate.

...*BYAAAR!*... suara jatuh mereka cukup terdengar keras.
Setelah mereka masuk ke dalam aliran sungai yang sangat lah deras itu, mereka terus terbawa arus. “Guah! Akhirnya udara, hei dimana Hayate?” gumam Chinmi. “Hayate!” seru Chinmi. “gawat!”, lalu ia menyelam untuk mencari Hayate.

Hayate masih terbawa arus, pakaiannya itu membuatnya berat. Untung Chinmi berhasil menangkapnya yang mulai kehilangan kesadarannya karena kekurangan udara. “Bwah!” mereka berdua mengambil nafas sedalam-dalamnya. Chinmi segera menarik Hayate ke pinggiran tebing, dan menangkap dahan pohon sebagai pegangan.
“Hayate, lepaskan pakaianmu itu...” perintah Chinmi.
“aku tahu...” jawab Hayate, lalu ia melepaskan jas yang selalu ia pakai. Setidaknya, akhirnya ia dapat sedikit lebih bisa mengendalikan tubuhnya.
Lalu Hayate segera mencari bongkaran batu sebagai pegangan. “Chinmi, tak ada apapun yang bisa kupegang...” Ujar Hayate.

“Terus cari dan cepatlah, sangat sulit untuk bertahan dengan satu tangan saja...!” seru Chinmi. Hayate pun terus mencari tapi memang pinggiran tebing itu sangatlah licin dan hampir tanpa celah.
Tanpa sengaja pegangan Chinmi dengan Hayate terlepas, sehingga Hayate kembali terseret arus. ‘gawat...’ batin Chinmi. Lalu Dia pun menyelam untuk mencari Hayate.
Sementara itu, karena terlalu lama didalam air tanpa sempat mengambil nafas, Hayate pun tak sadarkan diri...
***

Aku mulai membuka mataku, tapi... dimana ini? Lagi-lagi rumah sakit... apa ini juga mimpi?
“Hei Maria, Hayate sudah sadar!” Seru nona Nagi terdengar bahagia.
“Benarkah?” jawab Maria dari arah luar ruangan.
“Hm? Nona Nagi?...” gumamku.
“Yokatta...” ujar Maria sambil berlinang air mata, begitu pula dengan nona Nagi.
“hei ada apa?” kataku setengah sadar. ‘Tunggu bukannya tadi aku sedang terbawa arus sungai bersama Chinmi?’ batinku.
“ada apa Hayate?” tanya nona Nagi, ia terlihat cemas. Aku tak menjawab dengan kata-kata hanya menggeleng-gelengkan kepala.

“sebaiknya aku panggil dokter terlebih dahulu!” kata Maria.
“ah, aku tak suka dengan dokter itu, dia tampak seperti seorang badut dibandingkan dokter...” gumam nona Nagi setelah Maria pergi.

“Hehe...” aku hanya dapat tertawa pelan karena nafasku sesak.
“syukurlah kau sudah bisa tertawa” ujar nona Nagi.
Tak lama kemudian, Maria kembali keruangan ini bersama dengan seorang dokter yang cukup gemuk dengan hidung yang tampak memerah, persis seperti gambaran nona Nagi, seperti badut.

“wah kau sudah sadar!” seru dokter tersebut. Ia pun memanggil suster untuk membantunya memeriksaku, sayangnya suster yang ia panggil adalah ‘pekerja baru’. Ia tampak gugup dan kikuk. Dan akhirnya nasib sial kembali menimpaku, tiba-tiba saja suster baru tersebut terpeleset hingga terjatuh dan menekan badanku. ‘Ukh sesak!’ seandainya saja aku bisa meneriakkan itu. Tapi karena nafasku terlalu sesak aku pun kembali pingsan.

***
“Uhuk-uhuk...!” Hayate terbatuk-batuk, ia mulai sadar dari pingsannya.
“Syukurlah kau sudah sadar Hayate, keadaan kita sedang gawat, kalau kau tak segera sadar bisa bahaya!” terang orang itu. Hayate yang belum tersadar sepenuhnya mulai mendapatkan kembali pengelihatannya yang sempat kabur.
“Chinmi?!” pekik Hayate. Ia melihat ke sekelilingnya. Sungai... ya, ia kembali ke sungai. Mereka sedang berpijak pada sebuah batu yang cukup besar untuk menahan mereka jika mereka tetap menegakkan badan ke arah yang berlawanan, tapi itu pastinya akan menguras banyak tenaga.

‘lho? Aku berada di sungai yang deras ini lagi? Bukankah tadi aku dirumah sakit?’ pikiran Hayate penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Sementara itu hujannya semakin deras dan anginnya juga bertiup kencang.
“Bwah... Hayate, sekarang tak ada pilihan lagi... kita harus mengikuti arus sungai ini.” Ujar Chinmi setelah sebuah gelombang besar menerpa mereka.
“aku, uhuk...uhuk... aku mengerti, tapi kemana arus ini akan membawa kita?” tanya Hayate yang tadi sempat menelan air gelombang yang menerpa mereka tadi.
“Air terjun. Arus ini akan membawa kita ke air terjun yang tadi kita lihat...” jawab Chinmi.

Hayate terkejut, “Kalau begitu kita bisa mati jika terkena tekanan air setelah melewati air terjun itu!” sahut Hayate.
“Tidak, ada satu cara.” Ujar Chinmi tegang. “apa kau percaya padaku?” katanya lagi dengan lebih lembut. Hayate yang sempat meragukan Chinmi akhirnya percaya dengan kata-katanya.
“Kalau begitu pegang tanganku, lalu kita akan melepaskan pijakan kaki kita di batu ini. Ingat! Jangan sampai kita terpisah!” tegas Chinmi. Hayate mengangguk mengerti.

“kalau begitu, mulai!” aba-aba Chinmi. Lalu mereka berdua pun melepaskan pijakan mereka dan mulai terbawa arus. Mereka terbawa arus dengan berusaha agar kepala tetap diatas, dan jika ada batu yang akan mereka tabrak Chinmi segera menendangnya agar mereka menjauh dari sana.
“Chinmi, air terjunnya sudah di depan. Lalu apa?” tanya Hayate yang mulai panik.
“Kau lihat batu disana? Kita akan melompati air terjun dengan berpijak disana.” Perintah Chinmi.
“apa kau sudah gila?!” pekik Hayate spontan.
Chinmi tak dapat menjawab keterkejutan Hayate. “Maaf, maksudku apa kau yakin?” tanya Hayate.
“tentu saja, percaya padaku ini akan berhasil!” kali ini Chinmi menjawab dengan penuh percaya diri.

‘baiklah Chinmi, aku mempercayaimu...’ batin Hayate.
Batu tersebut mulai mendekat.... Mulai Mendekat!... “Lompat!” seru Chinmi. Mereka berdua pun melompat dengan sekuat tenaga.
Namun pada detik-detik terakhir sebelum mereka menyentuh permukaan air, Chinmi menyadari sesuatu dan mendorong Hayate menjauh darinya.
...*Byar!!*... kali ini suara jatuhnya mereka tenggelam dalam deruan suara hujan.
‘Aku harus ke permukaan, lalu mencari Chinmi’ pikir Hayate. Lalu ia pun berenang ke atas permukaan. Sepertinya ia sedang beruntung karena dapat ke permukaan dengan mudahnya. Tapi lain halnya dengan Chinmi yang tengah merasakan kesakitan di kaki kirinya, meskipun Chinmi sudah sampai di permukaan terlebih dahulu dibandingkan Hayate.
“He, hei Chinmi, ada apa?” tanya Hayate.
“Sebaiknya kita ke tepian terlebih dahulu...” jawab Chinmi. Hayate pun membantu Chinmi menuju ke tepian.

Begitu sampai, Hayate kembali menanyakan pertanyaannya tadi. “ada apa?” tanyanya.
“Kurasa kakiku membentur batu saat kita terjun.” Jawab Chinmi sambil menggulung celananya untuk melihat kakinya. Ada luka memar yang tampak terlihat jelas di asal sumber sakit. ‘akh, kurasa tulangku tak sampai retak ataupun patah, syukurlah’ batin Chinmi.
“Batu? Tapi aku tak melihat ada satupun batu, saat kita terjun tadi...” sahut Hayate.
“memang tak kelihatan, aku bahkan baru merasakannya saat kita hampir mencapai permukaan air.” Kata Chinmi.
“kau merasakannya?” gumam Hayate, tapi Chinmi tidak menjawab. ‘jadi tadi saat ia mendorongku, dia menyelamatkanku? Ah, kalau aku yang terkena batu itu mungkin kakiku sudah patah...’ pikir Hayate.

“Chinmi, sebaiknya kakimu itu segera kita obati di kuil dairin, lagi pula hujannya sudah mulai mereda.” Saran Hayate.
“ya, aku juga berpikiran sama, kita akan beristirahat begitu sampai di kuil...” kata Chinmi sambil tersenyum seolah tak terjadi apapun.
“Apa kau masih bisa berjalan Chinmi?” tanya Hayate.
“Tenang saja, luka seperti ini bukanlah masalah bagiku.” Jawab Chinmi santai.
“hahaha begitu ya?” kata Hayate, lalu merekapun meninggalkan tempat itu dan kembali ke kuil dairin, melalui Hutan lebat yang tadi juga mereka lalui.
***
belum jauh mereka berdua berjalan kembali dari tepi sungai, Chinmi tiba-tiba berhenti melangkah.

“Ada apa?” tanya Hayate.
 “sepertinya kita tak bisa pulang secepat itu...” ujar Chinmi. “kita kedatangan tamu, Hayate”
“Hm?” gumam Hayate, dan benar seperti yang Chinmi bilang mereka kedatangan ‘tamu’ yaitu delapan ekor serigala lapar yang sekarang telah mengepung mereka.
 “se, serigala?” kata Hayate terkejut. ‘apa Serigala-serigala ini yang menyerang Kuppa beberapa hari yang lalu?’ batin Chinmi.

‘huh padahal saat berangkat tadi aku sengaja memilih lewat pepohonan agar tidak bertemu mereka. Tapi sekarang...’batin Chinmi geram. Dengan spontan mereka berdua membentuk formasi saling melindungi punggung satu sama lain.

 “Apa kau ada rencana, Chinmi?” tanya Hayate yang tengah kebingungan. Namun melihat dari ekspresi Chinmi, Hayate dapat menyimpulkan satu hal, “Kita tak bisa lari... Jika kita tidak mengalahkan mereka disini, bisa saja orang lain akan diserang seperti ini. Benar kan?” Ujarnya lagi dengan sedikit lebih percaya diri.

Chinmi mengangguk membenarkan, “kita harus melawan mereka, Hayate. Lagipula kita telah bertarung bersama saat di Ibukota. Jadi kuyakin kita pasti bisa mengalahkan mereka dengan mudah...” ujar Chinmi tanpa terpancarkan sedikitpun rasa takut diwajahnya.
Kata-kata Chinmi tersebut membuat Hayate bersemangat. “kau benar, kita tak boleh menyerah”. Kata Hayate dengan semangat membara.

Baru saja Hayate selesai berkata-kata, para serigala tersebut mulai menyerang mereka, baik Chinmi maupun Hayate sulit untuk bertahan karena mereka hanya bertangan kosong terutama Chinmi dengan cedera di kaki kirinya.
Meskipun mereka berdua tidak terkena gigitan para serigala tersebut, mereka berdua mendapat banyak luka goresan akibat dari cakaran mereka. Sekarang mereka berdua sedang dalam keadaan terdesak.

‘Cih, mereka kuat sekali aku harus menggunakan kungfu peremuk tulang’ pikir Chinmi. Ia pun menggunakan salah satu jurus pamungkasnya yaitu kungfu peremuk tulang yang dulu dia pelajari dari guru Yosen. Jurusnya itu mengenai seekor serigala dan dua ekor lainnya yang terkena efeknya secara tidak langsung. Salah satu serigala tersebut mati, dan dia adalah serigala yang terbesar jika dibanding-kan yang lainnya.
Melihat salah satu anggota kelompoknya mati, Para serigala tersebut segera menyerang Chinmi secara bersamaan, termasuk serigala yang tadinya menyerang Hayate.

“Chinmi!” seru Hayate, Chinmi di serbu oleh kelima serigala yang tersisa. Chinmi benar-benar dalam keadaan bahaya, dia tidak dapat menghindar dari keseluruhan serangan liar para serigala itu. Meskipun telah berjuang mati-matian dan tentu saja Hayate juga membantunya, Chinmi sempat lengah sehingga kakinya digigit oleh salah seekor serigala.

“AAAARGH!” pekik Chinmi. Spontan ia memukul serigala tersebut tepat di kepalanya hingga serigala itu pingsan. Hayate tadi sempat mengambil sebuah batang kayu ketika ada kesempatan, sehingga ia dapat memukul mundur keenam serigala lainnya dengan menggunakan teknik kendo yang pernah ia pelajari.
Hayate segera menghampiri Chinmi yang. “Chinmi, sebaiknya kita segera obati kakimu itu” kata Hayate setelah memeriksa luka Chinmi, kali ini kaki kanannya yang terluka.

“I, ini sih bukan masalah. Aku masih bisa berjalan kok. Untungnya kakiku tidak sampai terkoyak”. Jawab Chinmi sambil menyembunyikan rasa sakit luar biasa di kaki kanannya yang terluka oleh gigitan serigala tadi. Hayate segera merobek kain bajunya untuk mengikat kaki Chinmi agar pendarahannya terhenti.
“Nah, setidaknya kau tak akan kehilangan banyak darah...” ujar Hayate. “sekarang sebaiknya kita lebih bergegas kembali ke kuil.” Katanya lagi.
“ya, kau benar.” Jawab Chinmi sambil berusaha berdiri.
“Sini, kubantu...” Hayate mengulurkan tangannya.
“terima kasih.” Jawab Chinmi menerima bantuan Hayate. Lalu mereka berduapun kembali meneruskan perjalanan mereka.

***
   Setelah berjalan cukup lama akhirnya Chinmi dan Hayate sampai di tempat mereka keluar kuil tadi, “nah sekarang kita tinggal memutar...” ujar Chinmi.

“Ayo semangat, Hayate! Kita sudah hampir sampai!” seru Chinmi menyemangati Hayate.
“sebenarnya aku lebih menghawatirkan lukamu dibandingkan kondisiku yang sedang prima ini...” jawab Hayate dengan nada ceria. “Hahaha begitu ya? tak usah khawatir, lukaku ini akan lekas sembuh begitu sudah diobati di kuil dairin...” elak Chinmi.

Hayate tersenyum simpul, “Hehe, seperti yang kuharapkan dari seorang pengajar di kuil dairin.” Kata Hayate. “Lagipula, sebenarnya aku penasaran bagaimana reaksi murid-muridmu jika ia melihatmu terluka seperti ini.” Candanya. “mungkin mereka pikir kita habis berkelahi...” timpal Chinmi.
“Hahahaha...” mereka berdua pun tertawa. Namun tawa mereka segera terhenti begitu melihat keadaan di dalam kuil. Semua orang pingsan!
Mereka berdua pun syok. “a, apa yang telah terjadi disini...” gumam Hayate.
Dengan sama terkejutnya Chinmi berkata, “entahlah.” Jawab Chinmi apa adanya.
Saat mereka berdua sedang mencoba membangunkan mereka serta menolong mereka yang terluka, seseorang menggumam dibelakang Hayate. “ke, kepala biks... su” gumamnya lemah. Hayate pun menengok.
“Gunte!” seru Hayate. Chinmi pun segera menghampiri mereka berdua.

Gunte mulai tersadar, begitu ia melihat gurunya telah berada disampingnya ia berkata, “p, pak guru?... selamatkan... selamatkan Biksu Rhoi d, dan Kepala Biksu...” bisiknya.
“Sudah jangan bicara lagi, aku akan mencari pertolongan untuk kalian semua.” Ujar Chinmi. Namun ketika ia hendak berdiri, tangan Gunte menahan tangannya.
“Ja, jangan pergi... Tolong mereka... Pak guru... ka, kaulah yang mereka cari.” Kata Gunte, sambil berusaha berdiri.
“Baiklah, aku tak akan ke desa, tapi kau jangan bergerak. Apa kau tahu dimana mereka?” tanya Chinmi lembut. Gunte mengangguk lalu menunjuk ke arah kuil.
“Hayate, kau tunggulah disini, kalau bisa carilah bantuan dari penduduk sekitar. Aku akan menyelamatkan Pak Tua dan Kepala Biksu.” Perintah Chinmi, kemudian ia berlari ke arah kuil.
“baik!” jawab Hayate. Tapi sama seperti Chinmi, tangannya juga ditahan oleh Gunte ketika ia akan berdiri. “Hayate, kau... pergilah dengan Guru, Gerombolan Mogui... mereka sangat kuat... a, aku tak yakin kalau Pak Guru dapat melawan mereka sendirian dengan luka seperti itu...” kata Gunte.
“Tapi kan...” Hayate hendak mengelak.
“Kumohon, lakukanlah...” ujar Gunte. “Kami tak akan kenapa-kenapa meskipun tak ada yang menolong...” katanya lagi.
“Lagipula mereka... uh... bos mereka bernama Kwon Liun... Kau mengenalinya bukan?...” ujar Gunte lagi.

“apa?!” pekik Hayate.
 “maaf aku lupa memberitahu...” kata Gunte, lalu ia tak sadarkan diri.
“he, hei bangun...” panik Hayate. Tapi kemudian terdengar suara mendengkur. ‘ah kurasa dia hanya kelelahan. Dasar bikin orang panik saja’ batin Hayate.
 “Kalau begitu...” Hayate bingung antara menolong mereka seperti perintah Chinmi, atau pergi bersama Chinmi seperti kata Gunte.

“Baiklah, aku akan mengikuti kata-katamu, Gunte...” jawab Hayate mantap.
Hayate pun menidurkan Gunte di atas tanah dan berdiri, “Hayate!” panggil Chinmi yang baru saja keluar dari kuil. Chinmi berlari ke arah luar. “ayo kita harus segera menyelamatkan Kepala Biksu dan teman-temanmu.” Ujarnya.
Hayate mengangguk, lalu mereka pun menuju suatu tempat. Tempat yang memang ditujukan untuk mereka.

***
Kembali ke 10 menit yang lalu...
‘Aku tak percaya dengan yang baru saja ku lihat...’ batin Chinmi gusar.
“Pak Tua! Kepala Biksu! Dimana kalian!” seru Chinmi keras-keras.

“uuh...” seseorang menggumam. Itu Biksu Rhoi! Dan disebelahnya juga terbaring Goku.
“Pak Tua! Goku!” seru Chinmi sambil mendekat ke arah mereka berdua.
“Chinmi? Kau kah itu?” ujar Biksu Rhoi. Ia berusaha untuk bangkit, setidaknya duduk. Nampaknya ia tidak terluka berat, tidak seperti yang lainnya. Ternyata ia hanya dilumpuhkan persendiannya, Chinmi yang tak bisa berbuat apa-apa hanya mendekatinya.
“Chinmi, apa yang terjadi dengan mu?” tanya Biksu Rhoi yang melihat kedua kaki Chinmi. “Ini bukan apa-apa... Pak Tua, apa yang terjadi?” Chinmi malah balik bertanya.

“Tadi, ada seseorang yang mencarimu, namanya Kwon Liun. Namun kau tak dapat ditemukan dimanapun. Ia tampak kesal saat Kepala Biksu bilang kau sedang pergi ke suatu tempat, ia pun menyuruh anak buahnya untuk menculik Kepala Biksu, aku dan yang lainnya tak bisa menahan mereka. Kepala Biksu tidak melawan sama sekali karena jika ia melawan mereka maka mereka akan membunuh semua yang ada disini, serta beberapa penduduk desa yang sudah menjadi sandera sebelum mereka sampai ke sini.” Cerita Biksu Rhoi.

“seorang anak buah Kwon Liun melumpuhkanku dengan menyerang persendianku sehingga tak dapat bergerak banyak. Begitu ia tahu bahwa Hayate juga ada disini mereka bilang akan menyandera Kepala Biksu dan juga kedua gadis Jepang yang merupakan teman dari Hayate, sampai kau kembali. Dia menyuruhmu untuk pergi di tempat dimana Ryukai dan Won pertama kali bertemu, Lembah Kyokuho.” Terangnya.

“Kalau begitu aku akan ke sana!” ujar Chinmi.
“Baiklah, tapi kuperingatkan...! Gerombolan Mogui, mereka itu tidak hanya berjumlah banyak, tenaga mereka juga  sangatlah kuat terutama Kwon Liun, pemimpin mereka.” Kata Biksu Rhoi.

Chinmi terdiam sejenak. “tenang saja Kepala Biksu pasti akan kubawa kembali kemari dengan selamat” ujar Chinmi. Lalu ia pun berdiri dengan niat segera pergi ke lembah yang dimaksud, namun ia teringat sesuatu. “oh ya, apa tak apa-apa jika aku pergi sekarang? Bagaimana dengan kalian semua” katanya lagi. Sekarang Chinmi bingung antara menolong teman-temannya terlebih dahulu atau pergi menyelamatkan Kepala Biksu, Maria, dan Nagi.
“Sudah pergi saja!” seru Biksu Rhoi.
Chinmi mengangguk mengerti dan segera pergi.

***
“Hei Chinmi, apa kau tahu ke mana kita harus pergi?” tanya Hayate.
“Ya, aku tahu...” jawab Chinmi sambi terus menuruni tangga dengan cepat. Belum sampai mereka di gerbang bawah, mereka berpas-pasan dengan 2 orang yang tak asing lagi bagi Chinmi. “Ryukai! Riki!” seru Chinmi.
 “Eh, Chinmi. Mau kemana kau? Sepertinya terburu-buru sekali?” tanya Ryukai yang sebenarnya juga tampak terburu-buru menuju kuil dairin.
 “Ah, kita mendapat masalah di kuil dairin...” ujar Chinmi. “Kalian juga tampaknya terburu-buru, ada apa?”.

“Di desa telah terjadi kekacauan akibat serangan dari Gerombolan Mogui.” Terang Riki. “Ketika kami dalam perjalan kembali ke sini, desa tersebut telah dalam keadaan yang buruk, menurut penduduk desa mereka diserang oleh segerombolan orang sekitar 3 jam yang lalu, karena itulah kami hendak meminta bantuan ke kuil dairin.”

“Tapi kurasa itu tak akan terjadi...” komentar Hayate.
“hm? Dan kau siapa?” tanya Ryukai.
“Ah maaf, aku lupa mengenalkan diri, namaku Hayate Ayasaki. Mohon maaf tapi kami berdua harus bergegas”. Kata Hayate.

Ryukai tampak heran, “Apa maksudmu dengan ‘tidak akan terjadi’?” tanyanya.
“sesuatu yang buruk juga telah terjadi di kuil dairin.” Jawab Chinmi.
“sesuatu yang buruk?” tanya Riki.
“benar....” Jawab Chinmi. Ia pun menceritakan sedikit mengenai situasi di atas.
“Jadi kalian akan pergi untuk melawan Kwon Liun? Hanya kalian berdua?” tanya Ryukai.
“Benar...” jawab Hayate mantap.
“Ryukai, Riki, tolong kalian bantu teman-teman kita yang terluka. Mengenai Kwon Liun, serahkan saja dia pada kami. Kami mengandalkan kalian!.” seru Chinmi tanpa menoleh lagi ke atas.
Ryukai dan Riki tak dapat berkomentar lagi. Mereka pun bertindak seperti usulan Chinmi. Jadi mereka berdua pun meneruskan perjalanan mereka ke kuil dairin untuk melihat keadaan dan situasi.

***
“Chinmi, sebenarnya orang-orang yang tadi siapa?” tanya Hayate, sambil terus berlari.
“mereka adalah guru sekaligus teman ku.” Jawab Chinmi.
“Hm... begitukah? Lalu kenapa kau tak ajak mereka untuk membantu kita?” ujar Hayate.
Chinmi menggeleng sedikit, “kurasa hanya dengan kita berdua saja sudah cukup, lagipula orang-orang di kuil lebih memerlukan bantuan mereka berdua.” Jawabnya. Hayate pun diam, ia setuju dengan Chinmi.

Akhirnya mereka berdua pun sampai di tempat tujuan mereka, Lembah Kyohuko.
“kita sudah sampai? Tapi dimana mereka?” tanya Hayate sambil celingukan mencari orang yang menantang Chinmi. “seharusnya mereka disini.” Ujar Chinmi yang juga kebingungan, karena baik Kwon Liun maupun anak buahnya tidak terlihat sama sekali.
“Hm... berani juga kau untuk muncul, Chinmi...” ujar seseorang dari arah belakang Hayate dan Chinmi. Chinmi dan Hayate pun membalikkan badan. ...*traaang*... Tanpa mereka sadari mereka telah dikepung oleh prajurit-prajurit dari Gerombolan Mogui. Mereka mengepung Chinmi dan Hayate dengan pedang, sesuai dengan komando Reiken, orang yang merupakan tangan kanan Kwon Liun.
“ay ya ya, ternyata yang harus kita lawan hanyalah bocah?.” Ujar Zingai.
“berarti Shao, dan Shoen memang keterlaluan. Bisa-bisanya mereka kalah dari bocah-bocah ini” kata So Han.

“Hei, So Han, tampaknya bocah yang waktu itu juga ada disini...” ujar Zingai.
“Tak kusangka kalau kau akan membawa teman, Chinmi. Apa kau takut melawan kami sendirian?” ledek Jinwon.
“Tidak, tidak, aku mengajaknya kemari karena kedua temannya telah kau culik.” Ujar Chinmi dengan tenang.
“Hm yang mana ya? Maaf kami tak ingat siapa saja yang telah kami jual ataupun kami bunuh” kata So Han.

Hayate mulai naik darah, “katakan dimana mereka!” serunya.
“wah, wah, wah, jangan marah begitu tikus kecil.” Ledek Zingai.
“cih... tikus katamu...” gumam Hayate kesal.
“hei tenanglah, Hayate” bisik Chinmi mengingatkan.
“tanganku sudah gatal nih...” ujar Zingai.

“Kami yang akan menjadi lawanmu...” ujar So Han. Yang saat ini akan menghadapi Chinmi dan Hayate adalah Zingai dan So Han sementara Shoen dan Shao memimpin prajurit Gerombolan Mogui yang lainnya.

“Oh begitu kah?” ujar Chinmi sambil memasang kuda-kuda.
“kalau begitu, sebaiknya cepat kita selesaikan, aku ingin segera bergabung dengan pesta di markas utama kita...” Ujar So Han santai.
“Apa katamu!!!” seru Hayate kesal, iapun menyerang So Han. Akan tetapi serangannya itu dapat ditepis oleh So Han dengan mudah, bahkan Hayate malah terpental darinya.

“hahaha bodoh sekali, asal kau tahu kau bahkan bukan tandingan kami, apalagi Kakak.” Kata Zingai sombong.
“sudah kau diam saja!” seru Hayate sambil bangkit dan kembali menyerang, tapi kali ini ia mengincar Zingai. Tapi serangannya juga ditangkisnya.
 “Kalau begini sih... Kak Reiken dan Kak Jinwon, serahkan saja ini padaku” ujar So Han yang berusaha terdengar sopan, padahal kelakuannya itu tidak cocok dengan perangainya.

“Jangan pelit begitu, So Han, setidaknya bagi aku satu...” timpal Zingai.
“Terserah kalian saja deh, ayo Jinwon” ujar orang yang bernama Reiken.
“Cih, bahkan tanpa kau beritahu aku juga akan pergi, tugasku kali ini hanya melaporkan ke Kak Kwon Liun saja. Yah kalau begitu sampai jumpa!” jawab orang yang bernama Jinwon.

“Kalian pikir kalian mau kemana?” seru Chinmi sambil menyerang Reiken. Tapi tangannya tertangkap jaring-jaring tipis dari benang.
“hehehe kaulah yang tak bisa kemana-mana.” jawab Zingai, ternyata benang yang mengikat tangan Chinmi adalah senjatanya.
“Ya sudah, kalian bersenang-senang lah!” seru Reiken.
So Han mengeluarkan pedang kembar kebanggaannya, “Nah saatnya bersenang-senang!”.

***
Sementara itu, kembali di kuil dairin...
“A, apa yang terjadi disini?” tanya Ryukai begitu ia dan Riki sampai di kuil dairin.
“Berarti benar apa yang Chinmi katakan tadi. Ryukai, sebaiknya kau cari bantuan dari para penduduk. Aku akan mengobati mereka sebisaku terlebih dahulu.” Ujar Riki.
Lalu mereka berdua pun melakukan apa yang telah mereka setujui itu.
‘Chinmi, sebenarnya apa yang telah terjadi?’ batin Ryukai.

***
“OK, saatnya berpesta...” ujar So Han.
“Kau jangan mencuri mangsaku ya...” peringat Zingai. “Hah tenang saja, meskipun aku telah selesai dengannya pun, aku tak sudi untuk membantumu.” Jawab So Han. Seperti biasa mereka berdua memang tak bisa akur. Akan tetapi jika sudah mendapat perintah dari Kwon Liun hal apapun akan mereka laksanakan.

*whis... wus... srak...*. So Han mulai menyerang Hayate dengan pedang kembarnya. Dengan sigap Hayate melompat-lompat untuk menghindar, hingga tanpa ia sadari ia telah terpisah dari pertarungan Chinmi dengan Zingai.
“Oi oi, kau tak akan bisa menang jika terus menghindar seperti itu...” kata So Han tanpa menghentikan serangannya.

“Kalau begitu... Hiat...” Hayate berputar lalu melompat cukup tinggi dan bermaksud untuk menendang So Han. ‘meskipun jika dibandingkan dengan murid-murid Chinmi yang lainnya aku adalah yang paling lemah, akan tetapi aku harus melawan orang ini dengan sekuat tenaga...’ batin Hayate.

‘hehehe tendangan lurus seperti itu mana mungkin bisa mengenaiku...’ pikir So Han. Tapi ternyata dia salah perkiraan ternyata Hayate tidak menyerang dengan tendangan lurus melainkan dengan tendangan berputar. Wajah So Han pun kena tendangan Hayate sehingga pipi kanannya terluka sedikit.

So Han menyentuh pipinya yang terluka lalu menjilat darahnya sendiri. “hm... kau lumayan juga...” ujarnya. ‘aih orang ini terlalu banyak bicara...’ pikir Hayate, lalu ia pun kembali menyerang So Han, kali ini ia menggunakan serangan jarak dekat yang tentunya beresiko tinggi jika melawan orang yang menggunakan pedang.

*bak... buk...* berkali-kali tendangan dan pukulan Hayate mengenai tubuh So Han, tetapi So Han tak menunjukkan ekspresi kesakitan maupun lelah bahkan Hayate lah yang merasakan sakit pada tinju dan kakinya. ‘Cih apa yang terjadi... orang ini... orang ini mengeluarkan aura yang berbeda dari sebelumnya’ batin Hayate. ‘sebaiknya aku mundur dulu. Lalu Hayate pun salto ke belakang sebanyak 3 kali untuk mengatur jarak.
“Hehehe... sudah menyerah?” ledek So Han.
“maaf, aku tak mengerti dengan apa yang kau ucapkan” balas Hayate. ‘aku tidak bisa menyerah sekarang, nona Nagi dan Maria pasti butuh pertolongan sekarang’ pikirnya.
“Hahaha dasar bocah yang sombong...” jawab So Han.

***

‘Bagaimana dengan Hayate ya? aku harus segera menyelesaikan pertarungan ini dan segera membantunya...’ batin Chinmi. Ia pun memasang kuda-kuda, dan begitu kesempatan datang, ia pun menyerang, “Terima ini!” Chinmi menendang punggung Zingai dengan tendangan berputar sekuat tenaga. Akibatnya, Zingai yang ukuran tubuhnya sama dengan Chinmi itu pun terpental, kemudian tersungkur di tanah.

“Ukh...” gumam Chinmi, ternyata jurusnya itu juga berdampak kepada luka di kakinya, yang tampaknya sedikit terbuka. ‘Apakah berhasil? Hh... hh...’ pikir Chinmi. Ia menunggu untuk memastikan akan tetapi Zingai tidak bangun-bangun juga.
‘sepertinya, dia benar-benar sudah KO, kalau begitu aku harus segera menolong Hayate...’ batin Chinmi, ia pun membalikkan badan dengan niat hendak menuju pertarungan Hayate vs So Han, akan tetapi ia dihadang oleh Shao, Shoen dan anak buah Kwon Liun lainnya.

“Minggir kalian...” ujar Chinmi dengan nada yang terdengar pelan, tampaknya rasa lelah mulai mempengaruhinya, Akan tetapi kedua kakinya tak bisa ia gunakan untuk berjalan. Mereka terikat benang!.
“Ah, benang-benang ini...” keluh Chinmi. “uhuk... uhuk... Chinmi, urusanku denganmu, uhuk... belum selesai...” ujar Zingai seraya bangkit dan menyeka darah di mulutnya.
“Ternyata kau belum kalah ya?” ujar Chinmi lalu membalikkan badan dengan cara melompat karena kedua kakinya telah terikat.

“itu adakah kata-kataku!” ujar Zingai sambil mengeluarkan sebuah cambuk yang ujungnya hanyalah seutas benang. Namun benang tersebut dapat ia tegakkan, layaknya sebuah pedang tipis. “Jadi kau juga bisa mengatur tenaga dalammu...” kata Chinmi.

Tanpa mengatakan apapun lagi Zingai berlari ke arah Chinmi dan menyerangnya dengan cambuk sekaligus pedangnya. Apabila Chinmi berhasil menghindari hunusan pedang, maka pedang itu akan kembali menjadi cambuk dan menyambit Chinmi. ...*srak srak, buk bak, srak*... pertarungan kembali memanas.
***
Kembali ke pertarungan Hayate dan So Han...

Hayate telah mendapat banyak luka dari pedang kembar milik So Han, ditambah lagi ia juga sudah lelah sejak ia dan Chinmi berhasil selamat dari air terjun tadi. ‘hh... hh... dia kuat, tapi... tapi tak berarti aku tak bisa mengalahkannya hh... hh...’ batin Hayate dengan semangat membara, yang bahkan membakar rasa lelahnya. Hayate menyerang dengan gerakan yang semakin lama semakin bertambah cepat, akan tetapi gerakannya mulai menjadi liar dan tak teratur.

“Hahaha!! Kau pikir kau bisa mengalahkanku hanya dengan gerakanmu yang tidak jelas ini?” ledek So Han. ‘dia benar, aku harus dapat mengendalikan diri terlebih dahulu...’ pikir Hayate, dia pun salto ke belakang sebanyak 3 kali untuk mengambil jarak dengan So Han, ia berniat untuk mengatur nafasnya terlebih dahulu.

‘ketenangan batin... Jangan kau lupakan itu Hayate.’ pikir Hayate kepada dirinya sendiri. “Jangan Harap kau bisa kabur!!!” seru So Han, dia kembali menyerang Hayate. Namun kali ini Hayate dapat menghindarinya dengan sempurna.

 Hayate terus menghindar sampai pada akhirnya sebuah kesempatan muncul. Tanpa berbasa-basi lagi ia pun menyerang So Han dengan menendang pedang kembar milik So Han ...* Trak! Trak!*... kedua pedang tersebutpun terlepas dari genggaman So Han.

“Kurang ajar...” gumam So Han. “Kau pikir aku tak dapat mengalahkanmu tanpa pedang-pedangku?” ujar So Han. Ia berlari maju dan kemudian meninju Hayate tepat di perutnya. ...*buuuk*... suara pukulannya terdengar cukup keras. “Kah...” erang Hayate yang terpental akibat pukulan So Han.
‘Si, sial...’ batin Hayate kesal.
***
...*Bak... Sret... Buk... Srat...* ...

Chinmi berhasil menghindari beberapa serangan dari pedang cambuk milik Zingai. ‘tak ada waktu lagi...’ pikir Chinmi. Meskipun begitu, ia belum melihat adanya peluang baginya untuk menyerang balik Zingai. Sementara itu, tiba-tiba saja terdengar suara pukulan yang cukup keras dari arah tempat Hayate dan So Han bertarung, kemudian diikuti oleh suara rintihan Hayate.

“Oi, Hayate!...” seru Chinmi cemas, ia memang tidak bisa melihat pertarungan Hayate karena anak buah Kwon Liun yang sedari tadi mengepung mereka selayaknya ‘arena’ dengan pagar pedang diselilingnya. ‘aku harus segera menolong Hayate, kedengarannya ia dalam situasi yang berbahaya’ batin Chinmi. Dan tepat pada saat itu, Chinmi melihat adanya kesempatan untuk menyerang, ia pun tak menyia-nyiakannya.
Chinmi pun menggunakan teknik andalannya, “jurus peremuk tulang!”.

Jurusnya itu membuat Zingai akhirnya tumbang. Meskipun serangan terakhirnya sempat mengenai tubuh Chinmi, pedangnya kini menusuk bahu kanannya, pedang itupun kembali menjadi seutas benang biasa setelah Zingai tumbang. Chinmi pun mengambil cambuk itu dan membuangnya agar tak dapat diambil lagi oleh Zingai.

‘tidak mungkin... bos Zingai kalah ?!’ syok Shao yang bertugas memimpin pasukan yang menjadi ‘pagar arena’ pertarungan Chinmi vs Zingai.

“Baiklah, sekarang aku harus membantu Hayate...” ujar Chinmi. “Tak akan ku biarkan kau lewat!” seru Shao kesal. “semuanya! formasi ‘badai gila’!” perintahnya. Para prajurit bawahan Kwon Liun pun membentuk sebuah arena yang lebih kecil, dengan beberapa orang masuk kedalam arena dan mulai berputar-putar kearah Chinmi dengan pedang mereka.

“jangan mengganggu!” ujar Chinmi.
Akan tetapi semua serangan yang ditujukan kepada Chinmi hanya sia-sia saja, karena Chinmi dapat mengatasi mereka semua dengan mudahnya.

“bukankah sudah kukatakan untuk tidak mengganggu?...” gumam Chinmi. Kali ini ia berniat untuk menerobos ‘arena’ disekelilingnya. Jadi ia mengambil posisi untuk melompat tinggi dengan cara berputar terlebih dahulu seperti yang pernah ia lakukan saat melawan ‘kungfu angin puyuh’.

“Hiaaaat!!!....” Chinmi melompat cukup tinggi. Ia sempat  berpijak di kepala dua orang dari anak buah Kwon Liun, sehingga ia dapat keluar dari ‘arena’ nya dan sekaligus masuk ke dalam ‘arena’ Hayate vs So Han. Tepat disaat Hayate dalam keadaan yang sangat berbahaya.

***
 So Han yang sudah tidak memiliki kedua pedangnya itu berniat untuk ‘menghabisi’ Hayate dengan kedua tinjunya yang tak kalah menakutkan dari pedang kembarnya.
“Rasakan ini!” seru So Han sambil melancarkan tinjunya ke arah Hayate yang bahkan tak sempat untuk berdiri kembali.

...*Braaaak!*... sebuah tendangan berhasil menepisnya. Itu Chinmi!
“Chi, Chinmi?” gumam Hayate.
“Hehehe maaf ya, aku mengganggu duel kalian...” ujar Chinmi kepada So Han. “tapi kami harus buru-buru, benar kan Hayate?” katanya lagi. Hayate masih terdiam, ini kedua kalinya ia ditolong oleh Chinmi.
“Cih, meskipun ada seorang lagi ataupun sepuluh orang lagi, tak jadi masalah buatku...” jawab So Han.

“Kalau begitu tak akan jadi masalah jika kau kukalahkan bukan?” Ujar Chinmi sambil menyerang secara beruntun. Semua gerakannya sangat berpengaruh terhadap So Han yang memang juga sudah cukup terluka oleh Hayate. Namun karena ada sebuah pukulan yang berhasil dihindari oleh So Han, ia pun berpeluang untuk memukul Chinmi hingga Chinmi kini tersungkur di atas tanah.
“mengalahkanku katamu? Makan dulu, tinjuku ini!” seru So Han. Akan tetapi ia sudah rubuh akibat terkena tendangan Hayate di kiri kepalanya, sebelum ia sempat menyiapkan pukulannya.
“Fiuh... hampir saja....” kata Chinmi lega. “terima kasih ya!” katanya lagi.

“Justru aku yang harus bilang begitu...” ungkap Hayate, sambil menjulurkan tangannya agar Chinmi dapat berdiri. “Lagipula tanpa aku tolong pun kau sudah siap untuk menjatuhkan nya bukan?”. Ujarnya lagi seolah tahu segalanya.

“Ya...” Chinmi hanya nyengir karena apa yang dikatakan Hayate memang benar.
Yosh... kedua orang itu sudah dikalahkan... tapi...” ujar Hayate. “ Haaaah...Kita masih harus melawan mereka ya?” desahnya.

“Tak Masalah” ujar Chinmi. Keduanya pun membentuk formasi saling melindungi punggung satu sama lain, sementara Shoen memerintahkan semua anak bawahnya untuk menyerang mereka berdua. Tapi seperti yang terjadi sebelumnya, mereka semua dapat dikalahkan oleh mereka berdua dengan mudahnya dalam waktu yang relatif singkat.
Sekarang di padang tersebut pun banyak terdapat orang-oang yang berjatuhan. Namun tak sedikit juga yang melarikan diri.

“haaah... Akhirnya selesai juga...” gumam Hayate.
“tidak, ini belum selesai, kita masih harus menyelamatkan Kepala Biksu dan kedua temanmu...”  ujar Chinmi yang sama lelahnya dengan Hayate. “Ukh...” pekiknya ternyata tanpa ia sadari luka di kakinya yang sempat terbuka tadi telah mengeluarkan banyak darah.

“Hei, Chinmi... Kakimu.” Hayate sangat khawatir dengan keadaan Chinmi. Namun Chinmi tidak menghiraukan rasa sakit di kaki kanannya yang terkena gigitan serigala tadi dan memar di kaki kirinya yang bertambah parah saat menangkis pukulan So Han yang hampir saja mengenai Hayate tadi.. Ia hanya merobek kain bajunya dan mengikat serta menutup luka di kedua kakinya.

“Sebaiknya kau kembali saja, aku yang akan menolong kedua temanmu itu...” ujar Chinmi.
“Oi , bicara apa kau ini? Itu adalah kata-kataku.... apa kau tak sadar, kakimu sudah terluka parah begitu, mana mungkin aku akan memperbolehkanmu pergi kesana!” tegas Hayate.
“Hah, sudah kubilang bukan? luka segini tidak akan membunuhku...” jawab Chinmi.
Setelah berdebat sejenak, pada akhirnya Chinmi dan Hayate pun memutuskan untuk pergi menuju tempat dimana Kwon Liun berada, bersama-sama.
Sementara iitu...

Setelah Chinmi dan Hayate pergi, Shao tersadar dari pingsannya. ‘Cih, bisa-bisanya kami semua dikalahkan oleh dua orang. Tidak... ¾ dari kami dikalahkan oleh orang yang sama... Chinmi... Bocah dengan kekuatan yang mengerikan...’ pikir nya. ‘tapi tenang saja, peskipun dia telah mengalahkan kami semua, tak mungkin Kak Jinwon dan Kak Reiken, dapat mereka kalahkan dengan keadaan seperti itu. Apalagi melawan Kak Kwon Liun? Bah... mustahil.’ Pikirnya sambil merengut kesal, membayangkan kejadian tadi.
***

Sementara itu, di Kuil Dairin telah banyak penduduk yang datang membantu orang-orang kuil dairin yang terluka.
“Ryukai, aku mencemaskan Chinmi dan bocah itu...” ujar Biksu Rhoi.
“Ya, aku juga...” kata Ryukai. “Aku akan menyusulnya, mereka menuju ‘tempat itu’ bukan?” tanyanya.
“Memang benar,...” jawab Biksu Rhoi.
“Tunggu, Ryukai, aku ikut denganmu!” sahut Riki setelah selesai mengobati Gunte dan yang lainnya. “Baiklah, Biksu Rhoi kami pergi dulu!” pamit Ryukai. Tanpa menunggu jawaban apapun dari Biksu Rhoi kedua pengajar itu telah menghilang dari pandangan mata dalam sekejap.

Namun begitu mereka sampai di tempat yang di tuju...
“a, apa-apaan ini?” pekik Ryukai begitu melihat banyaknya orang yang pingsan di padang tersebut.
“Ku rasa Chinmi dan temannya itu sudah tak berada disini...” timpal Riki. “Aku khawatir, apa mereka berdua baik-baik saja ya?”

***
 Setelah berlari menembus hutan, akhirnya Chinmi dan Hayate sampai di sebuah tempat yang nampaknya adalah sebuah markas di tengah hutan.

“hh... Kita sampai...” ujar Hayate sambil mengatur nafasnya begitu pula dengan Chinmi.
“ingat Hayate, kita disini hanya untuk ‘membebaskan’ bukan untuk ‘bertarung’.” Peringat Chinmi. Hayate mengangguk mengerti. “Kau masih cukup kuat untuk lanjut tidak?” tanya Chinmi. “Tenang saja, semangatku mengalahkan rasa lelahku. Lagipula ini bahkan tidak lebih parah dari keseharianku” jawab Hayate. Chinmi hanya mengangguk.
“Tapi Chinmi, kira-kira tenda yang mana tempat mereka di sandera ya?” bisik Hayate. Chinmi segera melihat ke sekeliling mereka. ...*krasak... krasak...*...  ada sebuah suara dari arah semak-semak di belakang mereka. Tentu saja suara itu membuat Hayate dan Chinmi terkejut ditengah ketegangan mereka.

“Nguuuk!” tak lama kemudian muncullah seseorang –tepatnya sesuatu-. Itu Goku!.
“Sedang apa kau disini?” bisik Chinmi dengan nada cemas.
“Ngiiik!” jawab Goku sambil menunjuk ke sebuah tenda yang penjagaannya cukup ketat.
“Kau bilang mereka semua ada disana?” kata Hayate mencoba menebak apa yang Goku bilang. Goku pun mengangguk mengiyakan.

“kerja bagus Goku...” ujar Chinmi. Mereka pun menyusup masuk  ke tenda tersebut ketika sedang pergantian penjaga. Meskipun sedang pergantian penjaga, tetap saja situasinya tak semudah itu.
Ketika Hayate sedang berusaha untuk menyusup, ia tak sengaja menginjak sebuah ranting. ...*krak!*...

“Siapa disana?!” seru salah seorang penjaga. Untungnya Goku juga seang berada disana, jadi ia pun mengalihkan perhatian penjaga tersebut. “Hanya seekor monyet?” gumam penjaga tersebut ia pun tak jadi memberikan aba-aba peringatan.

Begitu masuk kedalam, Chinmi dan Hayate dapat melihat  beberapa sandera, termasuk dengan Kepala Biksu yang juga terikat seperti para sandera yang lainnya. Meskipun begitu, mereka tidak dapat menemukan Nagi dan Maria.

Kedatangan mereka berdua pun agak sedikit menimbulkan kegaduhan dari para sandera yang juga ingin bebas. Tampaknya mereka adalah para penduduk yang tersandera. “Shhht.... kalian tenang dulu, jangan berisik, kami akan mengeluarkan kalian...” bisik Hayate.
Jadi mereka pun membebaskan para sandera itu dan berniat kabur secara diam-diam.

“Ah Kepala Biksu, apa anda menemukan kedua gadis yang pernah saya sebutkan ciri-cirinya itu?” tanya Hayate segera.
“Mereka tak ada di sini” jawab Kepala Biksu dengan pasti, Hayate pun bertambah cemas. “Tapi aku tahu dimana mereka jadi jangan cemas...” katanya.

“Benarkah?!....”  pekik Hayate lega.
“Shttt.... jangan berisik...!” peringat Chinmi.
“Ups...” Hayate pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya secara spontan.
“Jadi Chinmi, bagaimana cara kita keluar dari sini?” tanya salah seorang penduduk yang ternyata telah mengenal Chinmi.
“Kita tidak bisa keluar melalui jalur yang sama lagi...” jawab Chinmi. “Jadi aku akan menyerang mereka agar mereka tidak melapor... tentunya aku mohon kerja samanya agar semuanya dapat kembali dengan selamat.”

“Kita akan melalui celah yang akan aku buat. Dari sana kita akan melewati hutan untuk pergi dari sini. Aku akan membagi kalian dalam 3 kelompok kecil... Kelompok pertama, kalian akan berangkat terlebih dahulu bersamaku untuk berjaga-jaga dan membukakan jalan menuju hutan...”.
 “kemudian yang kedua, lalu yang ketiga... Untuk orang tua, wanita dan anak-anak, kalian akan masuk ke kelompok kedua dan ketiga...”
“aku juga akan meminta salah seorang dari kalian untuk melaporkan hal ini kepada orang-orang di kuil dairin...” Chinmi pun menjelaskan rencananya.
“Baiklah kalau begitu, aku yang akan melaporkan hal ini ke kuil dairin.” Ujar seorang yang lainnya.
“bagus...” ujar Chinmi.

‘Wow, aku sangat kagum dengan caranya memimpin... bahkan aku pun tak akan sempat merencanakan itu semua dalam waktu sesingkat ini. Sekali lagi, kunyatakan kekagumanku terhadapnya’ batin Hayate. Kepala Biksu juga ikut tersenyum bangga dengan perkembangan yang telah terjadi pada diri Chinmi selama ini.
“Baiklah, rencananya sudah terbentuk, kapan kita akan melaksanakan rencana ini?” tanya salah seorang penduduk.
“kita akan melaksanakannya saat ini juga... Oh ya, semua sandera sudah berada disini bukan?” tanya Chinmi untuk memastikan.

Untuk sejenak keadaan agak gaduh sedikit karena semuanya saling memastikan bahwa tidak ada yang akan tertinggal, sebab pada saat pemeriksaan yang terakhir tadi, mata mereka serta mulut mereka ditutup dengan kain karena anak-anak mulai menangis dan yang lainnya saling berteriak meminta bantuan.

“Apa? Yan tidak ada?!” pekik salah seorang wanita dengan wajah yang pucat.
“Ada apa?” Tanya Hayate.
“Chinmi, Yan tidak ada disini...!” jawab wanita tersebut.
“Yan?! Yan juga disandera?!” Chinmi dan Hayate terkejut.
Dengan kepala menunduk dan ekspresi ingin menangis, seorang bocah laki-laki keluar dari kerumunan dan menuju Chinmi. “I, iya... tepat sebelum kalian datang, aku melihat Kak Yan dibawa pergi dari sini, karena saat itu penutup mataku longgar. Tapi aku tak bisa berteriak...” ujar anak itu. Matanya tampak sembab dan mulai berurai air mata. ...* Hiks... Hiks... Hiks...*... anak itu pun mulai menangis.

“Sudahlah, jangan menangis... Aku akan menolong Yan, jadi jangan menangis lagi ya? Kau jaga saja Ibumu supaya kalian dapat kabur dari sini dengan selamat, OK?” ujar Hayate menenangkan bocah itu sebelum ia menangis dengan keras yang pastinya akan mendatangkan penjaga.
“Be, Benarkah?... benarkah kakak akan menolong Kak Yan?” tanya bocah itu sambil menghapus air matanya.

“Tentu saja... Gini-gini aku juga muridnya Chinmi lho! Aku pasti akan menyelamatkan Yan.” hibur Hayate. Chinmi tersenyum.
“Dan aku juga akan menolong Yan, setelah aku selesai membukakan jalan...” ujar Chinmi.
Hayate mengangguk mengerti. “Apakah selain Yan, ada orang lain yang ikut dibawa pergi?” tanya Chinmi dengan ramah kepada bocah itu. Bocah itu menggeleng-geleng.
“Baiklah...” Ujar Chinmi sambil mengelus-elus kepala bocah itu. “Sekarang, ayo kita laksanakan rencana kita...” ujar Chinmi dengan semangat membara.

***

Begitu rencana pelarian telah selesai dibentuk dengan sempurna, akhirnya tibalah saat untuk menjalankan rencana tersebut. Sementara itu selain adanya 8 penjaga, diluar juga ada segerombolan orang yang sedang berpesta karena mereka telah berhasil menaklukkan sebuah desa. Yaitu desa tempat para sandera itu tinggal.
Hayate mengendap-endap keluar tenda dengan dibantu oleh Goku, mereka bertugas untuk mengalihkan perhatian para penjaga dari tenda para sandera.
‘Bagus...’ batin Chinmi.

Hayate pun memisahkan diri sejauh mungkin, kemudian ia mulai membuat keributan di arah yang berlawanan. Meskipun keributan itu tak sebanding dengan suara keramaian dari pesta tersebut, Hayate berhasil menari perhatian dari enam penjaga yang bertugas menjaga tenda para sandera agar tidak kabur.

Saat ini, di luar tenda tempat para sandera berada itu, Tinggal tersisa 2 orang pejaga.
Chinmi memberikan aba-aba untuk para penduduk agar mereka tetap diam di tempat mereka. ...* sreeek...*... dengan perlahan-lahan Chinmi merobek tenda itu dengan sebilah pisau kecil yang sempat terbawa oleh penduduk. Dengan cepat ia menyerang penjaga yang berjaga di arah yang berlawanan dengan tempat terjadinya pesta. Kedua penjaga tersebut pun pingsan. Kemudian ia memberikan aba-aba ‘aman’ ke arah kelompok 1. Rencana pun mulai berjalan dengan baik. Setelah keadaan mulai stabil, Chinmi pun meninggalkan Kepala Biksu dengan para penduduk, kemudian pergi mencari Hayate, yang sudah pergi menyelinap sedari tadi untuk mencari tahu keberadaan Yan.

Sementara itu... Hayate telah memeriksa ketiga tenda yang lainnya, akan tetapi Yan tidak ada disana. ‘Dimana ya, Yan berada?’ pikir Hayate heran.
Tiba-tiba saja Goku turun dari sebuah pohon, dan jatuh tepat dihadapan Hayate.

‘Uwaaaah....’ Hampir saja Hayate berteriak karenanya. Dengan berbisik Hayate mengomel, “ah, kau ini Goku... bikin aku kaget saja”. Bisiknya. Akan tetapi Goku tampak tidak menghiraukan keluhan Hayate dan malah menunjuk ke arah kerumunan Gerombolan Mogui yang sedang berpesta ria.
“Hm...? ada apa sih?” Hayate pun mencoba untuk melihat dengan lebih teliti. Apa yang dimaksud oleh Goku, ya?.

***

Meski sudah 5 menit mencari, Chinmi masih tidak dapat menemukan Hayate. Akan tetapi gerombolan orang yang sedang berpesta itu menjadi hening sesaat, kemudian terdengarlah suara teriakan kesakitan seseorang disusul dengan gelak ketawa yang cukup keras.

‘Apa yang terjadi disebelah sana?’ batin Chinmi. ‘sebaiknya aku memeriksanya...’
Sebelum Chinmi berpindah tempat dari posisinya, Goku datang menghampirinya sama seperti saat ia menemui Hayate sebelumnya, ia juga menunjuk-nunjuk ke Gerombolan Mogui. “Uuk! Uuk! Uuk!” ujar Goku dengan suara pelan.

“Hei, ada apa?” kata Chinmi heran dengan tindakan Goku.
Dengan bahasa isyarat Goku mengatakan bahwa Yan dan Hayate berada disana, dan Hayate sekarang sedang dalam bahaya, ia tertangkap oleh siasat licik Kwon Liun yang ternyata sudah mengetahui hal ini.
“Benarkah itu Goku?” tanya Chinmi untuk memastikan. Goku mengangguk mengiyakan.

“Gawat...” gumam Chinmi. ‘berdasarkan informasi dari anak buah Kwon Liun, masih ada 2 orang lagi yang harus dikalahkan sebelum kami dapat mengalahkan Kwon Liun.’ Pikir Chinmi. ‘dan kekuatan mereka hampir sama kuatnya dengan Gibei. Jika Hayate telah tertangkap oleh keduanya, maka habislah dia...!’

Chinmi pun segera menuju kerumunan tanpa ragu-ragu. Dan menerobos kedalam ‘pesta’ tersebut. Dimana Hayate tengah berusaha melawan orang yang bernama Reiken tadi.
“Wah, wah, wah... tampaknya orang yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya datang juga...” ujar Kwon Liun.

“Fakta bahwa kalian ada disini, artinya Zingai dan So Han telah gagal...” gumam Kwon Liun.
Chinmi memperhatikan Kwon Liun dengan seksama. Berdasarkan ‘pengelihatan’ saja sudah nampak jelas bahwa ia adalah orang yang paling penting, dengan kata lain dialah Kwon Liun.

“jadi kau yang bernama Kwon Liun, bukan?” tanya Chinmi memastikan.
Dengan senyum licik yang menghias wajahnya Kwon Liun menjawab, “Tebakanmu tepat...”
“Kembalikan teman-temanku...” geram Chinmi.
“Yang mana? Pemuda itu, atau gadis ini?” tanya Kwon Liun, sambil menunjuk Hayate yang tengah kewalahan menghadapi Reiken di tempat yang agak berjauhan dari situ, dan menarik Rambut Yan, yang tengah menangis ditempat duduknya yang terletak di samping Kwon Liun. Tubuh Yan diikat dan tampak beberapa sobekan di bajunya, tampaknya ia sempat dicambuki oleh Kwon Liun.
“Kau...!!” ujar Chinmi kesal. Tapi ia tidak boleh bertindak gegabah karena Kwon Liun juga menodongkan sebilah pedang di leher Yan, yang dapat membuat Yan terbunuh setiap saat.
“Ck.. Ck... Ck... sabar dulu, dibandingkan denganku, ada seseorang yang sangat ingin bertemu denganmu”. Kata Kwon Liun santai.
“Akhirnya kau sampai kemari, Chinmi...” Chinmi pun menoleh ke asal suara, pemilik suara itu ternyata adalah seseorang dengan perangai seperti Shoubi yang pernah Chinmi lawan di Kan’an.

“Bagaimana kau bisa tahu namaku?” tanya Chinmi dengan ekspresi serius.
“Tentu saja aku tahu, nama orang yang telah membunuh guru dan mengalahkan anak buahku.” Geramnya.

“???” Chinmi tentu saja kebingungan, jika mengenai ‘anak buah’ ia mengerti. Akan tetapi ia tak membunuh siapapun dalam pertarungannya melawan anak buah Kwon Liun selama ini. Jadi siapakah yang dimaksud orang ini?.

“Akhirnya aku dapat membalaskan dendam guru Sinsai.” Ujar orang itu dengan pandangan tajam dan dingin serta mengeluarkan aura gelap.
‘Sinsai!’ batin Chinmi. Ia mengenal orang itu... Sinsai adalah dalang dibalik percobaan pembunuhan kaisar. Sinsai juga melibatkan Sie Fan, Guru Shosu, dan Renka dalam bahaya. Namun pada akhirnya Sinsai bunuh diri di sel penjara saat ia tertangkap.

‘aku tak pernah menyangka orang itu memiliki seorang murid’ pikir Chinmi.
“Jadi bersiaplah...” ujar orang yang bernama Jinwon itu. Ia memasang kuda-kuda penotokan. ‘sepertinya orang inilah yang membuat Pak Tua tak dapat bergerak’ batin Chinmi, yang tak kalah waspadanya dengan Jinwon.

“Kau pasti mati...!!” geram Jinwon sambil menyerang Chinmi dengan gerakan yang aneh, namun Chinmi dapat menghindari serangan-serangan tersebut meskipun itu juga dengan susah payah karena Chinmi sudah kehilangan banyak stamina.
“Tak kusangka ada yang dapat menghindari kungfu belalang sembah milikku selain, Kak Kwon Liun.” Ungkap Jinwon.
“Ku terima pujianmu itu...” jawab Chinmi.

***

Sementara itu, di pertarungan Hayate vs Reiken...
‘ow, ow, ow.... orang ini cepat... padahal kami berdua sama-sama bertangan kosong, dan badannya lebih besar dariku, bagaimana ia bisa secepat ini?’ pikir Hayate, yang tengah kesusahan mengelak dari serangan beruntun Reiken, apalagi mempersiapkan serangan balik.
“Jadi yang diajarkan kungfu kuil dairin itu hanya lari saja, ya?” ledek Reiken sambil menghentikan serangan beruntunnya sejenak.

“Jangan salah sangka... Aku juga bisa, menyerang!!!” seru Hayate. Ia menyerang Reiken dengan tendangan dan pukulan, namun tidak ada satupun yang mengenai Reiken.
Apalagi Hayate telah terluka dipertarungan sebelumnya kemudian juga karena faktor kelelahan, maka Reiken jauh lebih unggul dibandingkan Hayate.
‘hh... aku terdesak... aku tak akan bisa menang jika terus begini... hh... hh...’ pikir Hayate. ‘aku harus mencari cara agar aku lebih unggul darinya...’ batinnya.
Hayate pun melihat ke sekelilingnya, ia menemukan sebuah ranting yang cukup tebal, meskipun tak terlalu panjang. Ia pun mengambil ranting tersebut.

‘Baiklah, dengan ranting ini, akan kulawan dia dengan teknik kendo ku.’ Pikir Hayate. Ia kini lebih percaya diri, karena ia telah terbiasa dengan teknik-teknik kendo dan karate dibandingkan kungfu, meskipun pada dasarnya tidak terlalu berbeda.
“kau pikir ranting itu dapat menyelamatkanmu dari takdirmu?” Reiken terkekeh.
Hayate tersenyum tipis, “kita lihat saja nanti...”.

***
...*tak Buk bak*...
Berkali-kali Chinmi menyerang Jinwon dengan tendangan dan pukulannya, akan tetapi Jinwon juga tak mau kalah. Pertarungan yang terjadi diantara mereka berdua secara sekilas tampak seimbang. Akan tetapi sebenarnya Chinmi sudah mulai kewalahan karena sisa staminanya sudah mulai menipis.

“hehehe... tampaknya hasil penentuan dari pertarungan kita sudah terlihat jelas, terlihat dari nafasmu yang tak beraturan... Kau sudah kehabisan stamina.” Ujar Jinwon dengan seulas senyum sinis diwajahnya.
‘hh... hh... memang benar... hh... aku kehabisan stamina... tapi bukan berarti aku tak dapat mengalahkan orang ini...” batin Chinmi.

...*siiing*...  “terima ini!” seru Jinwon sambil melemparkan sesuatu kearah Chinmi.
Secara reflek Chinmi menghindar. ‘a, apa itu?’ pikirnya sambil memperhatikan kembali arah lemparan Jinwon. “jarum!” pekik Chinmi.
“Hehehe... tak ada jalan kabur lagi.” Kata Jinwon seraya mengeluarkan beberapa jarum lagi dan menyelipkannya di sela-sela jarinya –seperti sedang memegang suriken-. Kemudian Jinwon melemparkan jarum-jarum tersebut. Salah satunya mengenai lengan kiri Chinmi.
“Uh...” gumam Chinmi.
‘?!... Tanganku... Tanganku mati rasa!’ pikir Chinmi tersentak.
“Hmp...  sekarang kau tak bisa menggunakan tangan kananmu...” ujar Jinwon. “Tenang saja, seluruh tubuhmu akan kubuat sama...!” serunya sambil mengeluarkan beberapa jarum lagi yang ia simpan di kantongnya.

Kali ini Chinmi berhasil menghindari semua jarum yang dilemparkan Jinwon. ‘kedua kakiku terluka, begitu pula dengan tangan kananku yang mati rasa ditambah bahu yang terluka... jadi, untuk menyerang aku hanya dapat mengandalkan tangan kiriku...’ batin Chinmi.
“Baiklah kalau begitu...” gumam Chinmi, ia mendekati Jinwon dengan berlari, “Hiaaat!”. Lagi-lagi Chinmi menggunakan kakinya untuk menendang lawannya itu. Akibatnya luka di kakinya semakin terbuka.
Jinwon terkena tendangan itu tepat di dadanya ia terdorong ke belakang dan menabrak ‘para penonton’ yang merupakan anak bawah Kwon Liun.

“Bos Jinwon!” seru mereka.
Setelah beberapa saat Jinwon bangkit,“Cih, ternyata aku meremehkanmu...” ungkapnya sambil menyeka darah dari mulutnya.
“Kau menunjukkan cakar mu ke orang yang salah Chinmi...” ujar Jinwon. Auranya bertambah besar. Hawa pembunuhnya meningkat pesat.

Yan hanya bisa menangis dan berusaha berteriak dengan mulut yang ditutup oleh kain, sementara Kwon Liun yang mengawasi pertandingan mereka berdua tersenyum sinis.

***
...* brak srak Buk *...
Pertarungan antara Hayate dan Reiken juga tak kalah seru. Saat ini Hayate telah berhasil menyamakan kedudukan. Reiken sempat dibuat kewalahan olehnya.
‘aku tak akan kalah dari bocah ingusan seperti dia’ geram Reiken kesal.
‘meskipun aku sempat membuatnya terdesak, akan tetapi staminaku juga tak tersisa banyak, sebisa mungkin aku harus segera menyelesaikan pertarungan ini.’ Pikir Hayate.
“Aku tak akan bermain-main lagi...” kata Reiken.

‘...?!’ tiba-tiba saja Reiken mengeluarkan pisau-pisau kecil dari dalam kantong celananya. Kemudian pisau-pisau itu dilemparkan kearah Hayate.
Hayate salto kebelakang untuk menghindari pisau-pisau tersebut. Akan tetapi pisau terakhir sempat menggores lengannya. Sehingga Hayate tak dapat menyelesaikan saltonya dan terjatuh.
“Hahaha! Kau seperti seekor monyet...” ledek Reiken, “Tentunya seekor monyet yang putus asa...” tambahnya dengan tatapan dan aura yang mengintimidasi.
‘Uh... sekarang bagaimana?’ batin Hayate bingung.

***

Sementara itu, Riki dan Ryukai sedang dalam perjalanan menuju Hayate dan Chinmi.

“Ku harap mereka berdua baik-baik saja...” ujar Ryukai mengungkapkan kekhawatirannya. “Meskipun itu Chinmi, tetap saja aku cemas...” Riki mengangguk setuju.
Pada saat mereka hampir sampai di markas Kwon Liun, Ryukai dan Riki berpas-pasan dengan para sandera yang berhasil lolos.
“Ka, kalian kan....!” ujar seorang pemuda dari kerumunan para sandera tersebut. “Kalian Ryukai dan Riki dari kuil dairin!” seru orang itu lagi.

“Kalian, para sandera?” tebak Ryukai.
“Benar...” jawab seorang bapak-bapak.
“Syukurlah kalian berhasil bebas...” ujar Riki tulus.
“Ya, Kepala Biksu juga bersama dengan kami...” kata orang itu lagi.
“Berarti Chinmi dan anak yang bernama Hayate itu sudah berhasil bukan?” ujar Riki lega.
Para penduduk saling menatap satu sama lain dengan ekspresi cemas. “Ada apa?” tanya Ryukai heran.
“Mereka berdua tidak ada disini...” ujar Kepala Biksu yang segera menghampiri Ryukai dan Riki.

“Ah... Kepala Biksu! Anda selamat!” seru Ryukai. “Tapi, apa maksud anda mereka tidak ada disini?” tanya Riki, sebenarnya ia memang tidak merasakan hawa keberadaan Chinmi dimanapun. Ryukai juga melihat diantara para penduduk yang berhasil menyelamatkan diri, Chinmi dan Hayate tidak ada diantara mereka.
“Mereka sedang dalam misi penyelamatan Yan...” terang Kepala Biksu.
Sontak Ryukai dan Riki terkejut. “itu berarti, kemungkinan besar saat ini mereka berdua sedang melawan Kwon Liun?” ujar Ryukai. Kepala Biksu mengangguk sependapat.

Ryukai pun tak dapat lagi menahan rasa khawatirnya, begitu pula dengan Riki. Sebab ketika Ryukai dan Riki hendak segera pergi dari lembah yang penuh dengan orang-orang yang terluka itu, mereka sempat mendengar Shao, anak buah Kwon Liun yang telah dikalahkan Chinmi dan Hayate sebelumnya, berkata, “uhuk... uhuk... meskipun ka, kami telah... mereka kalahkan... ka, kalian tak akan bisa menyelamatkan mereka berdua... sejak kedatangan mereka ke markas kami, mereka sudah kuanggap mati. Tak mungkin mereka dapat selamat dari Bos Kwon Liun dengan luka sebanyak itu dengan stamina yang sudah habis... khu...khu...khu... coba aku dapat mendengar jeritan mereka dari sini...”.

“Yang bisa kita lakukan sekarang adalah percaya dengan kekuatan mereka berdua...” Gumam Riki, memecah lamunan Ryukai mengenai perkataan Shao tadi.
“Kepala Biksu, saya akan menyusul Chinmi, maaf tidak dapat mengantarkan anda...” kata-kata Ryukai terpotong.

“Untuk saat ini, kau tak perlu memikirkan orang tua ini, sebaiknya kalian lekas menolong mereka. Aku cemas dengan keadaan disana, kalian pun begitu bukan?” ujar Kepala Biksu dengan senyum diwajahnya yang menghapuskan kegelisahan di hati Ryukai.
“kalau begitu, kami mohon pamit...” kata Riki dan Ryukai bersamaan. Lalu mereka pun meninggalkan rombongan pelarian tersebut menuju markas persembunyian Kwon Liun.
‘Kuharap kau baik-baik saja Chinmi!’

***

Saat ini, baik Hayate maupun Chinmi tengah mengalami keadaan genting. Terutama Hayate yang telah benar-benar kehabisan stamina, tampak jelas dari raut wajahnya dan nafasnya yang tak beraturan.

‘a, aku tak bisa bertahan lebih lama lagi, untuk menyerang juga sudah tidak mungkin, namun jika aku tak segera bertindak aku akan dibunuhnya! Bagaimana ini?!’ panik Hayate.
“Jadi kau sudah kehabisan akal?” ledek Reiken. Hayate tidak menanggapi karena itu memang benar adanya.
“Kuakui kau lebih tangguh dibandingkan yang kukira.” Ujarnya lagi. “Tapi kalau kau sudah tak dapat bergerak lagi, apa gunanya...!” seru Reiken sambil menendang Hayate sekuat tenaga.
“Kah...” meskipun Hayate telah berusaha menangkisnya, akan tetapi serangan Reiken masih tetap mengenai perutnya.

“uhuk-uhuk...” Hayate terbatuk-batuk dan meringis kesakitan. ‘a, aku harus berbuat sesuatu... kalau tidak, habislah aku...!’ batinnya.
Reiken nampaknya tak akan puas sebelum ia membunuh lawannya, meskipun lawannya itu sudah tidak berdaya, “Terima ini!” Ia melancarkan tinjunya ke arah perut Hayate. ‘Aku tak akan bisa menghindar!’ pikir Hayate.

Pukulan keras melayang cepat ke arah Hayate, dan.... ...*BUUUK!*...
Kali ini keberuntungan sedang menyertai Hayate. Serangan Reiken tak sampai mengenai tubuh Hayate, karena ditangkis oleh tongkat Riki yang datang tepat waktunya. Hayate yang sudah benar-benar kehabisan tenaga bergumam, “Syukurlah...” kemudian ia pingsan.

***

Di sisi Chinmi vs Jinwon...
Jinwon terus-terusan menyerang Chinmi dengan jarum-jarumnya dan serangan totokannya yang ia lancarkan secara beruntun. Serangan-serangan itu membuat Chinmi benar-benar kesulitan untuk terus-terusan menghindar.

“Kau tak akan bisa menghindar selamanya, Chinmi!” seru Jinwon yang mulai kesal.
‘Aku juga... aku juga tak berniat lari terus... hh...hh... Aku mulai pusing... mungkinkah penyebabnya pendaran dikakiku ini?... hh...’ batin Chinmi.

Memang benar, di kaki Chinmi nampak jelas bahwa ia telah kehilangan cukup banyak darah, akan tetapi semangat Chinmi lah yang membuatnya sanggup bertahan hingga selama ini. Namun jika ia tak dapat segera membalikkan keadaan maka, pertarungan ini akan berakhir buruk baginya.
“Jinwon! Cepatlah selesaikan!” seru para penonton yang mulai gemas. Mereka melempari Chinmi dengan kerikil dan batu-batu kecil.

Para prajurit itu mulai ramai dan bersorak-sorak, yang tampak terlihat jelas bahwa mereka mengganggu Jinwon. Dengan kesal, ia pun melemparkan salah satu jarum tersebut kearah penonton dan mengenai tepat di titik darah pada leher salah seorang dari mereka. Begitu orang tersebut sadar ia terkena jarum tersebut, tiba-tiba saja ia pingsan.

Dengan garang Jinwon berteriak, “Jika kalian menggangguku lagi, aku akan membunuh kalian...!” serunya.
Seketika kerumunan itu mulai tenang, meskipun sorak-sorakan masih terus menggema.
Chinmi yang tadi terkena lemparan batu tadi kini tengah mengatur strategi untuk menyelesaikan masalah ini. ‘Adakah cara untuk menyelesaikan ini?’ pikirnya.

Tak lama kemudian, dari arah belakang kerumunan, datanglah Ryukai.
“Maaf kami terlambat...” ujar Ryukai.
“Hehe... tak apa, kedatangan kalian saja sudah menolong kami” balas Chinmi tanpa melemahkan pertahanannya.

Ryukai tersenyum simpul kemudian bergumam, “Seperti yang kuharapkan darimu...”. Kemudian ia melanjutkan, “Tadi kami telah bertemu dengan kepala biksu dan rombongan para penduduk.” Kata Ryukai setengah berbisik.
“Hm... benarkah? Baguslah...” desah Chinmi lega. “Nah Ryukai, kuserahkan Jinwon kepadamu, aku akan melawan Kwon Liun.” Kali ini ia terdengar serius.
“Baiklah kalau begitu... tapi kuperingatkan, dia bukan orang biasa, kau harus berhati-hati...” peringat Ryukai.

“Ya, aku tahu itu...” jawab Chinmi. Lalu Chinmi pun meninggalkan ‘arena’ tersebut dengan cara yang sama dengan ketika ia masuk, dengan cara menerobos keluar.
“Hei mau pergi kemana kau!!!” seru Jinwon gusar. Ia hendak mengejar Chinmi, namun ia dihadang oleh Ryukai. “Jangan ikut campur kau....!” geram Jinwon.
Wajah Ryukai berubah serius, “Atas nama Kuil Dairin, tak akan kubiarkan kau mendekati Chinmi!” balasnya.

“Grrrrr!!!!!” Jinwon menggeram layaknya hewan buas yang tengah menggila. Matanya berubah menjadi merah dan auranya kian menusuk sekitarnya. Untungnya Ryukai sudah terlatih untuk menghadapi orang sepertinya.
Sementara itu, di singgasananya Kwon Liun menggeram kesal, “Cih... datang lagi, 2 ekor lalat dairin...” gumamnya.

***

Setelah meninggalkan Jinwon kepada Ryukai, Chinmi segera menuju ‘singgasana’ Kwon Liun. Tapi untuk melakukannya, ia harus menerobos para prajurit gerombolan Mogui, dan itu tidaklah semudah ketika ia menerobos masuk seperti sebelumnya. Meskipun sudah mencoba keluar dari sana, para prajurit itu dengan segala cara, selalu berusaha untk menarik Chinmi kembali kedalam ‘arena’. Sehingga Chinmi pun terseret masuk kedalam ‘arena’ Riki vs Reiken.
“Woooaaah!” seru Chinmi saat ia terdorong masuk ke dalam ‘arena’ untungnya ia dapat segera kembali ke posisi berdiri.
“Ha! Kau pikir akan semudah itu, kau dapat menemui bos Kwon Liun?!” ledek salah seorang prajurit.

‘Hah, ternyata memang tidak semudah yang kubayangkan’ batin Chinmi.
Sementara itu, Riki tiba-tiba sudah berada disampingnya. Ia tampak seperti sedang menghindari serangan Reiken, padahal sebenarnya ia memang sengaja mendekati Chinmi.

“Chinmi!” panggilnya.
“Ada apa?” jawab Chinmi sambil ikut menghindar.
“Cepat kau pindahkan temanmu dari sini!” pesan Riki, singkat dan padat.
“Hayate?” tanya Chinmi, Riki mengangguk. Begitu mendapat jawaban dari Riki, dengan mata yang setajam elang, Chinmi mencari dimanakah keberadaan Hayate. Rupanya Hayate pingsan tebat diekat sebuah batu yang cukup besar di tengah ‘arena’ tersebut. Dengan sigap Chinmi pun memisahkan diri dari pertarungan tersebut untuk memindahkan Hayate, setidaknya keluar dari tempat ini.

“Hup...”Chinmi pun menggendong Hayate di punggungnya, ‘Nah sekarang, harus kupindahkan kemana dia?’ pikir Chinmi. Pada sebuah kesempatan, ia melihat adanya celah untuk masuk ke pedalaman hutan. ‘sebaiknya kubawa Hayate kesana’ Chinmi sempat melirik ke wajah Hayate yang tampak pucat, ‘seharusnya, ia tak kulibatkan dengan ini’ sesalnya.

Ia pun segera menuju ke pedalaman hutan, sebelum kesempatan itu kembali hilang.
Meskipun telah berhasil keluar dari markas besar gerobolan Mogui, tampaknya Kwon Liun telah mengetahui pergerakan Chinmi, sebab saat ini Chinmi tengah dikejar oleh 3 orang prajurit. Untungnya Chinmi dapat bergerak dengan gesit, setelah meloncat-loncat dan berlarian di dalam hutan, akhirnya Chinmi dapat lepas dari kejaran ketiga prajurit tersebut. Kemudian Chinmi serera menuju ke sebuah pohon yang cukup besar dan tinggi. Disana ia kembali bertemu dengan Goku yang sedari tadi hanya mengawasi dengan cemas.

“Ah, Goku!” seru Chinmi senang. “ untunglah sekarang kau ada disini!” ujarnya lagi.
Kemudian Chinmi dan Goku mencari sulur untuk mengikatkan Hayate agar ia tidak terjatuh. “Nah, seharusnya disini ia akan aman...” gumam Chinmi setelah memastikan ikatan yang mengikat Hayate tidak terlalu kencang ataupun terlalu longgar.

“Nah, Goku, sekarang kuminta kau menjaga Hayate, bisa kan?” pinta Chinmi.
Dengan penuh semangat Goku menjawab, “Ngiiik!” sambil hormat, menandakan ia siap menjalankan perintah tersebut.
‘Fiuuuh... sekarang, tinggal melawan Kwon Liun... aku berharap aku masih mempunyai cukup tenaga untuk itu.’ batin Chinmi yang benar-benar tampak lelah, terlihat dari wajahnya yang kusut.
“Nguuuk?” Goku mencemaskan keadaan Chinmi.

“Hehehe tenang saja, sebentar lagi ini akan segera berakhir. Nah, aku pergi dulu Goku!” ujar Chinmi, ia pun segera melompat kebawah pohon dan menuju ke markas gerombolan Mogui lagi. “Goku! kutitipkan Hayate padamu!” sahut Chinmi dari kejauhan.
“Ngiiiik!!!!” Goku membalasnya dengan sahutan juga. Setelah itu, Goku mengawasi sekitarnya dengan serius, layaknya seorang pengawal kerajaan.
Kini Chinmi telah cukup jauh dari Goku dan Hayate. Setelah memindahkan Hayate ke pedalaman hutan, Chinmi segera menuju ‘singgasana’ tempat Kwon Liun dan Yan berada.

‘Nah, sekarang apa yang harus kulakukan untuk menghadapi Kwon Liun dalam kondisi seperti ini?’ pikir Chinmi selama berlari dalam perjalanan kembali. ‘Jika aku menyerangnya secara asal, bisa-bisa Yan dibunuhnya. Tapi jika aku bergerak diam-diam, aku juga tak bisa menjamin kami dapat lolos dari mereka semua meskipun ada Riki dan juga Ryukai disana’ pikirnya.
“Kalau begitu, satu-satunya jalan adalah menantangnya duel satu-lawan-satu...” gumamnya.

***
Sementara itu...

“Huaaaa!!!!” Dia telah bangun! Ya... sekali lagi, Hayate telah terbangun dari tidur nya. Namun tak seperti di ingatan terakhirnya, ia tidak terbangun di tengah pertarungan hebat akan tetapi di rumah sakit tempat dimana para pasiennya tengah menjalani rawat inap.

Nagi tersentak bangun dari tidurnya, saat ini pukul 8 malam. Hayate, pemuda yang ia sayangi akhirnya terbangun setelah kembali tak sadarkan diri ketika pemeriksaan tadi sore. Maria juga ikut terbangun dari tidurnya.

“Lho, Rumah sakit?” gumam Hayate heran.
“Hayate!” seru Nagi gembira. Ia segera memeluk Hayate dengan erat. Untung saja di ruangan itu hanya ada mereka bertiga sehingga seruan Nagi tak akan mengganggu pasien yang lainnya.
“Nagi, jangan terlalu kencang...” peringat Maria segera.

“Ah iya!” sontak Nagi melepaskan pelukannya, mengingat kejadian sebelumnya.
Hayate masih tampak heran, ia berusaha mengenali situasi dengan memandang ke sekitar, “Lho, ada apa ini? Kenapa aku dirawat di rumah sakit?” tanya Hayate sambil berusaha duduk.
“adudududuh...” keluhnya.
“Eeeit jangan banyak bergerak dulu Hayate!” ujar Nagi.

“Em... tapi...” sebelum Hayate menyelesaikan kalimatnya, seorang dokter masuk kedalam ruangan tersebut bersama seorang suster. Keduanya bukanlah orang yang sama dengan yang bertugas tadi sore. Tampaknya Maria lah yang memanggil mereka.

Setelah pemeriksaan singkat, pak dokter berkata, “Nah, sekarang ia sudah lebih baik, tinggal menunggu tahap pemulihan. Lusa dia sudah boleh keluar dari sini...” terangnya dalam bahasa Cina.“Xièxiè” ucap Maria. Dokter dan suster tersebut mengangguk dan segera pamit dari ruangan itu.
“Yokkata, Hayate!” ujar Nagi senang. “Ano... Nona Nagi, bisakah kau ceritakan apa yang sedang terjadi disini?” tanya Hayate dengan serius.

“Memangnya kau tidak ingat?” tanya Maria khawatir.
“Bukan begitu...” elak hayate segera. “Kurasa Ingatanku bercampur dengan mimpiku, jadi aku masih tak bisa membedakan yang manakah yang kenyataan...” jawab Hayate dengan segera.
Maria dan Nagi saling berpandangan. “baiklah, akan ku jelaskan...” ujar Maria. Maria dan Nagi pun menjelaskan kejadian semenjak di tembok besar Cina sampai saat ini, secara bergantian.
Setelah penjelasan selesai, Hayate langsung menyeletuk, “Lalu bagaimana dengan Chinmi, Goku, Yan, dan yang lainnya?”.

Dengan heran Nagi bertanya, “Siapa maksudmu?” tanyanya.
“Jika, ini adalah kenyataan, berarti mereka itu hanya mimpi saja? Tapi tak mungkin jika Mimpi bisa se-nyata itu...” Gumam Hayate seolah berbicara sendiri.
“Maksudmu?” tanya Maria.
Kali ini giliran Hayate yang menjelaskan mengenai Chinmi dan yang lainnya, begitu pula tentang beberapa hal aneh yang membuatnya bingung dengan keadaan.

“Um... aku tak terlalu mengerti dengan ceritamu. Maksudku, oh ayolah, tidak ada mobil dan telepon?  kurasa kejadian yang kau ceritakan itu seharusnya terjadi bertahun-tahun yang lalu?” celoteh Nagi asal. Akan tetapi perkataan Nagi memberikan Hayate sebuah ide gila mengenai penjelasan hal yang terjadi.
“em... ini mungkin akan terdengar tak masuk akal, tapi... mungkinkah  aku benar-benar kembali ke masa lalu?” ungkap Hayate serius.
“Bukan hal yang mustahil juga sih...” timpal Maria.
Sontak Nagi berkata, “eh, eh, eh, jangan dianggap serius dong! Aku Cuma bercanda kok! Bercanda!” Nagi gelagapan.

“Hehehe... aku tahu kalau kau hanya bercanda nona...” jawab Hayate berusaha menenangkan majikannya itu. “akan tetapi ucapanmu itu memang agak masuk akal menurutku, karena akupun sudah pernah mengalaminya sekali... dan itu terjadi sekitar berapa bulan yang lalu ketika kita sedang berlibur waktu itu” ujar Hayate.
“EEEH, benarkah?!” sahut Nagi tak percaya.
“Um, ya begitulah...” jawab Hayate sambil mengangkat kedua bahunya.
“sepertinya kau telah melewati banyak hal yang aneh, bukankah begitu?” kata Maria seadanya.
“Hehe, ya begitulah...” kata Hayate.

“Kalau begitu, kita anggap saja mimpi mu itu adalah kenyataan... kau bilang kejadian terakhir adalah kau pingsan ketika salah seorang teman dari orang yang bernama Chinmi itu datang, bukan?” ujar Nagi. “bukankah berbahaya jika kau kembali kesana dengan kondisi seperti itu?” lanjutnya.
“tapi jika aku tidak kembali, bisa-bisa Chinmi akan...” Hayate segera menghentikan ucapannya. “Ah tidak jadi...” ucapnya segera.
Nagi terdiam sejenak, ia nampak sedang mencerna perkataan Hayate,“Kau benar... kalau begitu sebaiknya kau kembali kesana! Tapi... pastikan kau tidak terluka parah, oke?” suara Nagi mengecil pada kata-kata terakhir.
Hayate tersenyum, “Ya, tentu saja...!” jawabnya.

Maria yang sedari tadi hanya diam dan mendengarkan saja kali ini berkomentar, “etto... bagaimana caramu untuk kembali ke sana, Hayate?” Maria tersenyum heran.
“Ah iya! Bagaimana ya?” ucap Hayate dan Nagi bersamaan, rupanya mereka lupa memikirkan bagian yang terpenting itu.
“Ale???” Maria hanya bergumam pasrah. ‘Tampaknya, mereka memang tidak memikirkan hal itu...’ batinnya.
Sejenak ruangan itu hening. Mereka bertiga saling berpikir bagaimana cara kembali ke dunia  tempat Chinmi berada.

“Apa jangan jangan kau harus tak sadarkan diri agar bisa kembali kesana?” tanya Maria.
“Mungkin saja...” ujar Hayate.
“Jadi dia hanya perlu tidur?” tanya Nagi.
“Um... tampaknya tak semudah itu. Saat aku masih disana tentu saja aku juga tidur, akan tetapi aku tak benar-benar kembali kesini hanya tampak sebagai ‘pengelihatan’ saja, bagiku.” Jawab Hayate.
Ruangan kembali diam. Tiba-tiba saja Nagi menyeletuk, “Bagaimana kalau kau kuhipnotis saja?” ujarnya jahil.

Tampaknya ide jahil Nagi tersebut kembali membawa sebuah ide cemerlang, kali ini ide tersebut berasal dari Maria. “Ya, mungkin saja kita bisa melakukan itu!” ucapnya. “Tapi tentu saja jangan kau yang melakukan itu, Nagi...” lanjutnya. Wajah Nagi berubah cemberut, ia juga melipat tangannya.

“Lalu siapa?” tanya Hayate.
“Bagaimana kalau seorang ahli psikologis?” usul Maria.
“Dan bagaimana caramu menemukan orang itu, Maria?” tanya Nagi sambil memutarkan bola matanya, tampaknya ia sedang merajuk.
“Aku punya seorang kenalan yang bekerja di bidang itu...” jawab Maria sambil mengeluarkan sebuah buku notes kecil dari tasnya.

“Tampaknya kau memang penuh persiapan ya?” puji Hayate.
“Ya begitulah” tanggap Maria, ia pun menelepon orang tersebut. Untungnya pada saat itu orang yang ia maksud itu, baru saja hendak pulang dari tempat kerjanya yang berjarak tidak jauh dari rumah sakit itu.
Seusai menelepon Maria berujar, “Nah, dia sedang menuju kemari...! kebetulan ia sedang berada didekat sini.”
Nagi dan Hayate tampak seolah tak percaya bahwa akan semudah ini. “Wah...” ucap Hayate kagum.

“Ada apa Hayate?” tanya Maria.
“Tidak. Tidak ada apa-apa” Hayate menggeleng-gelengkan kepala.
Jadi begitulah... merekapun menunggu kedangan orang yang merupakan seorang psikologis tersebut.
“Shikashi... bagaimana kau bisa kenal dengan orang ini Maria?” tanya Nagi penasaran ia sudah tidak ngambek lagi.

“Oh itu... Kalian ingat saat aku pulang dari pasar sambil membawa seorang turis Cina yang bernama Dr. Cheng?” ungkap Maria. Nagi dan Hayate mengangguk. “Nah dia adalah orang tersebut...” jawab Maria singkat.
“Ooooh...” Nagi dan Hayate menjawab bersamaan.

***

Sementara itu, kembali ke tempat dimana Chinmi berada...
Akhirnya Chinmi kembali ke markas gerombolan Mogui, ‘sekarang aku harus menuju tempat Kwon Liun berada...’ pikirnya.

Sesaat sebelumnya, prajurit yang tadi kehilangan jejaknya akhirnya menemukan Chinmi pada saat ia dalam perjalanan kembali. Akan tetapi itu tak jadi masalah, karena Chinmi telah mengalahkan mereka dengan mudah.
“Nah, sekarang dimana, Kwon Liun?” gumam Chinmi sambil melihat ke sekeliling, karena ia tak masuk melalui tempat yang sama dengan ketika ia pergi tadi.
Untung saja saat ini perhatian para prajurit sedang terpusat pada pertarungan Riki vs Reiken dan Ryukai vs Jinwon.
“Itu dia...” gumam Chinmi setelah menemukan Kwon Liun yang berada

***

Setelah menunggu sekitar 15 menit akhirnya orang tersebut datang. Maria segera menyambutnya dan menjelaskan kasusnya. Untungnya Dr, Cheng dapat berbahasa Jepang sehingga penjelasannya berlangung cepat.

Kemudian Dr. Cheng berkomentar, “Selama saya bekerja sebagai psikologis selama 20 tahun ini, saya belum pernah mengalami kasus seperti ini...”. Ujarnya dengan dahi mengernyit. Tampak kekecewaan terpancar dari Hayate, Nagi, dan Maria. Terlebih lagi Hayate.

Dr. Cheng pun melanjutkan dengan sebuah senyuman diwajahnya, ia berkata “Tenang saja... meskipun aku belum pernah mengalaminya bukan berarti tak ada orang yang telah melewati kasus seperti ini...” ujarnya.
Kemudian ia membuka sebuah buku yang tampaknya berisi sebuah buku penuh dengan artikel lama. “Apa itu Dr. Cheng?” tanya Nagi.

“Oh, ini adalah kumpulan dari beberapa kasus aneh yang pernah terjadi. Dan salah satunya adalah...” Perkataan Dr. Cheng membuat Maria, Nagi, dan Hayate menahan nafas. “... Nah, ini dia!” Ia pun menunjukkan kepada mereka bertiga mengenai sebuah koran dan artikel lama.
“Eh, maksudmu berita Paralyze in time ini?” tanya Nagi.

Hayate tampak bingung, “Maksudnya seperti penjelajah waktu?” tanyanya.
“Memangnya ada kasus seperti itu?!” tambah Maria.
Dr. Cheng hanya mengangguk mengiyakan semua pertanyaan tersebut. Memang koran itu menunjukkan sebuah kasus dimana seseorang telah tertidur selama 1 tahun dan terlihat dalam sebuah foto bersejarah yang difoto setidaknya 5 tahun sebelum pria itu lahir. Pria itu juga mengatakan bahwa selama ia tertidur, ia bermimpi sedang kembali kemasa lalu.
“Maksudmu, aku... aku benar-benar menjelajah waktu?” sahut Hayate.

“Kurasa ada suatu alasan tertentu mengapa kau dapat melakukan hal itu. Lihat! Bahkan di koran ini pun juga dikatakan bahwa pria yang kembali kemasa lalu itu memiliki sebuah jam poket yang merupakan warisan dari leluhurnya yang hidup dimasa bersejarah itu.” Analisis Dr. Cheng.
Hayate segera mengeluarkan kalung yang selalu ia kenakan itu, ‘Jangan-jangan ini semua terjadi karena kalung pemberian kakek nona Nagi ini?’ batinnya bertanya-tanya.
Dr. Cheng memperhatikan tingkah laku pasiennya itu. “tampaknya kalung itu sangatlah berarti bagimu. Benar begitu?” tanyanya.

“Ah, iya... anda benar” jawab Hayate dengan malu-malu.
“Baiklah, kita anggap saja bahwa kalung itulah penyebab dari semua ini. Yang artinya setidaknya kau dapat kembali kemasa lalu. Akan tetapi kau perlu sebuah ‘pancingan’ untuk itu. Jadi...” Dr. Cheng mengeluarkan sebuah liontin dari tasnya. “Bagaimana kalau kita mulai dengan alternatif hipnotis?” usulnya.
“Baiklah...” Hayate setuju meskipun ia tidak mengerti dengan penjelasan Dr. Cheng mengenai kalungnya itu.

“Nah, kalau begitu sebaiknya kalian berdua mundur dulu sebentar, Oke?” pinta Dr. Cheng kepada Nagi dan Maria. “Oke...” jawab Nagi. Sementara itu Maria hanya mengangguk kemudian mengambil jarak dari tempat itu.

“Pst... Maria, apa kau pikir ini akan berhasil?” tanya Nagi dengan berbisik.
“Entahlah, kita hanya harus percaya pada Dr.Cheng dan juga Hayate...” jawab Maria.
Setelah memastikan posisi Hayate nyaman, Dr. Cheng mulai memberi sugesti “Oke Hayate, sekarang kau harus rileks. perhatikan kalung ini... semakin kau melihatnya bergerak... semakin kau mengantuk, semakin mengantuk, dan semakin mengantuk...” Hayate pun mulai measa berat di kedua kelopak matanya. Lama kelamaan ia tertidur.

***

Kembali lagi ke masa tempat Chinmi berada...

Tak lama setelah menemukan tempat keberadaan Kwon Liun, Chinmi segera menuju ke hadapannya.Kedatangan Chinmi tampak tidak mengejutkan lagi bagi Kwon Liun.
“Nah, akhirnya kau sampai juga disini, jadi apa maumu?” tanya Kwon Liun dengan wibawa seorang raja.

“Bukankah sudah jelas? Aku kemari untuk menyelamatkan Yan...” jawab Chinmi serius.
“Oh, aku tak akan membiarkanmu melakukan itu kau tahu...?” jawab Kwon Liun sambil membelai pipi Yan yang disambut rintihan Yan dan tatapan kesal Chinmi.

“Tapi kurasa akan menarik jika kau melawanku dalam duel 1 lawan 1...”. Ujar Kwon Liun.
“Bagaimana jika kita bertaruh saja?” tawar Kwon Liun.

‘Taruhan?’ Pikir Chinmi.
Kwon Liun tersenyum jahat seolah telah merencanakan sesuatu, “Aku menantangmu berduel, dan jika aku kau menang, gadis ini akan kembali bersamamu...” tawarnya.

“Dan jika aku kalah...?” Tanya Chinmi.
“Kau akan jadi ‘budak’ ku...” jawab Kwon Liun dengan tatapan dingin. Yan merintih seolah hendak berteriak untuk mengatakan pada Chinmi untuk menolak tawaran itu.
Namun tanpa ragu Chinmi menjawab, “Baiklah... kuterima tantanganmu”. Jawabnya dengan gagah.

“Bagus...” gumam Kwon Liun. Ia pun bangkit dari ‘singgasana’ nya kemudian turun ke ‘arena’.
Dengan demikian pertarungannya pun bertambah 1 lagi, yaitu Chinmi vs Kwon Liun.
‘Aku harus menang... Tidak hanya demi Yan, tapi juga demi murid-murid ku dan teman-teman di kuil Dairin. Ayo Chinmi, kumpulkan seluruh tenagamu!’ batin Chinmi menyemangati dirinya sendiri.

Tak lama kemudian Kwon Liun telah berada dihadapannya disambut dengan sorakan dari para prajurit yang mendukung bos mereka.

Chinmi segera memasang kuda-kuda begitu pula dengan Kwon Liun. Kwon Liun juga tidak menggunakan senjata, tapi bukan berarti keadaan mereka berdua seimbang.

“Kau sudah kehabisan tenaga bukan?” ujar Kwon Liun tepat sasaran.
“...” Chinmi hanya diam, ia tak mau membuang sisa tenaga yang ia punya untuk bicara yang tak seperlunya.

“Hmp... Ini akan mudah...” Gumam Kwon Liun kemudian menyerang Chinmi dengan salah satu jurus miliknya ‘jurus tinju penghancur’ yang pada dasarnya hampir sama dengan ‘jurus peremuk tulang’ milik Chinmi.

Chinmi menghindar, namun tenaga dalam Kwon Liun mengenai tubuhnya sehingga ia merasa seperti sebuah meriam baru saja mengenai perutnya. Chinmi meringis kesakitan ‘tenaga dalamnya kuat... tak beda dengan Jendral Boru yang ia lawan di Kan’an.

Chinmi terdiam sesaat ia tertunduk dan tubuhnya tak bisa digerakkan karena rasa sakit yang tiba-tiba saja melanda. ...*Siiiing*... Keheningan mencekam datang bersamaan dengan hembusan angin sepoi-sepoi yang berlalu begitu saja.

“Akui saja kekalahanmu Chinmi, dan mungkin saja kau akan jadi salah satu dari tangan kananku...” tawar Kwon Liun dengan senyum keji terpasang diwajahnya.

“Tidak...” Chinm kembali menegakkan tubuhnya, “Tak kan kubiarkan ini berjalan semaumu!” ujar Chinmi dengan penuh semangat. Tenaganya sedikit pulih setelah terdiam sejenak sesaat tadi. ‘Tenaganya yang luar biasa itu... tak mungkin dapat kukalahkan tanpa perhitungan yang matang...’ batin Chinmi. Kwon Liun menjawab, “Hmp... baiklah itu akan menjadi permintaan terakhirmu...”

***

Hayate mulai membuka matanya. Ia kini berada di atas pohon dalam posisi terikat.

“Eh dimana ini?” gumamnya seolah setengah sadar. Goku yang tengah menjalankan perintah Chinmi untuk menjaga Hayate itu menoleh, “Ngiik? NGUUUK!” Goku berseru gembira mengetahui Hayate telah sadar dari pingsannya.ng Kwon Liun. “Apa?!” pekik Hayate terkejut, ternyata banyak yang telah terjadi selama ‘roh’ nya kembali ke tempat dimana ia berasal.

“Lho Goku? Dimana Chinmi?” tanya Hayate segera, sambil berusaha melepaskan ikatannya yang cukup kuat itu. Goku dengan menggunakan bahasa tubuh memberitahukan Hayate kalau Chinmi yang membawanya kesini dan kini telah kembali untuk menantang Kwon Liun.

 “Aku akan kesana... Tapi sebelumnya, Goku kemari!” Hayate memanggil Goku dan kemudian membisikkan sesuatu padanya. Sepertinya Hayate telah terbiasa untuk berbicara dengan Goku seperti ia terbiasa berbicara dengan Tama. “Kau mengerti?” ujarnya memastikan. Goku mengangguk, kemudian mereka berdua pun pergi ke arah yang berbeda. Hayate kini tengah menembus hutan untuk menyusul Chinmi. ‘Bertahanlah Chinmi!’ batin Hayate.

***

Meskipun tidak sedang dalam keadaan terdesak, namun Chinmi masih belum dapat menyamakan kedudukan. Anggota tubuhnya yang mati rasa pada pertarungan sebelumnya, telah ia paksakan untuk bergerak dan kini tubuhnya sudah hampir mencapai batasnya. Namun gerak refleknya yang sudah terlatih membuatnya tetap dapat bergerak dengan lincah.

“Jurus peremuk tulang!!” Chinmi menggunakan jurus andalannya itu pada punggung Kwon Liun saat ia lengah. Kwon Liun terhempas ke depan, namun ia masih tetap berdiri. Kwon Liun kemudian bangkit dan tertawa, “Hahaha hanya seperti itukah kekuatan dari jurus andalanmu itu?”. Dengan nafas yang cukup berat Chinmi membatin, ‘Tidak... kekuatanku sudah hampir habis, jurusku tak dapat digunakan seperti biasanya....’.

“Kalau begitu...” dalam sekejap Kwon Liun menghilang dari pandangan, “Kau akan mati!” tiba-tiba ia berada di belakang Chinmi dan menendangnya dengan kekuatan yang cukup besar untuk melempar Chinmi hampir keluar ‘arena’ mereka.

‘Gawat, aku tadi tak dapat merasakan hawa kehadirannya... apakah ini sudah menjadi akhirnya?’ pikirannya mulai pesimis. Tiba-tiba saja bayangan gurunya, kakaknya, Goku, Yan, Hayate, serta teman-temannya di kuil dairin mengampiri pikiran Chinmi dan menyemangatinya, “Ayo Chinmi, bangunlah!... Ayo pak guru! Semangat!... Ini belum berakhir, Chinmi... Chinmi kami percaya padamu, ayo bangkitlah!” begitulah, sekali lagi Chinmi bangkit setelah mendapat dorongan semangat dari teman-temannya.

“Keras kepala....” Kwon Liun bergumam lirih. Kwon Liun berencana untuk mengabisi Chinmi sebelum ia sempat berdiri lagi. Chinmi yang baru saja bangun itu tak bisa menghindar dari tendangan yang dilakukan Kwon Liun sepenuh tenaga. Untungnya... sebelumnya Chinmi telah melindungi bagian perut yang diincar Kwon Liun dengan kaki dan tangannya, namun ia masih terpental kebelakang karenanya.

“Aku tak bisa menyerah...” gumam Chinmi selembut sebuah bisikan halus. “Hm...? apa kau bilang?” tanya Kwon Liun dengan nada sinis. “Demi teman-temanku, aku tak akan menyerah!” Seru Chinmi bersamaan dengan munculnya api semangat yang berkobar-kobar pada auranya.

‘Sial, bagaimana bisa ia mendapatkan kekuatan sebesar ini?’ pikir Kwon Liun yang tersengat oleh aura Chinmi yang menusuk lawan. ‘Tapi, dia sudah selemah orang tua bangka... akan kujatuhkan dia dengan jurus andalanku ini’. “Jurus tinju penghancur!” seru Kwon Liun dengan mata merah menyala karena kesal. Secara refleks Chinmi menghindar dengan melompat agak jauh dari jangkauan Kwon Liun. Tubuhnya yang sudah terlatih itu sangat mendukungnya dalam keadaan terdesak seperti ini. ‘aku mulai kehabisan tenaga... seharusnya tak kugunakan jurus ini, tapi aku tak punya pilihan lain...’ pikirnya. Tanpa menunggu adanya serangan lanjutan, Chinmi mengambil posisi jurus mematikan yang disegel oleh kuil dairin, jurus dewa petir...

‘aku tak bisa menggunakan jurus ini dihadapan orang sebanyak ini...’ Chinmi kembali membuka kuda-kudanya. Tiba-tiba saja apa yang Chinmi butuhkan terjadi. Terjadi kericuhan diantara para prajurit Kwon Liun, rupanya Ryukai dan Riki berhasil mengalahkan lawan mereka dan kini hendak membantu Chinmi. Ketenangan yang sedari tadi membuat nafas tercekat kini berubah menjadi riuh peperangan. 2 orang ahli kungfu kuil dairin melawan 100 atau bahkan 200 orang? Bukan masalah bagi mereka...

Chinmi berhasil memancing Kwon Liun untuk mengikutinya menembus hutan menuju daerah tandus ditepi jurang. Dengan begini Chinmi akhirnya mendapat celah untuk menyerang Kwon Liun. Dia menotok titik darahnya dengan berputar, sama seperti ketika ia melawan Jendral Boru. Tujuannya sama dengan yang dulu, yaitu agar jurus ini tidak sampai tersebar ke tangan Kwon Liun. Telapak tangan Chinmi bersinar, sementara ia mulai kehabisan stamina. Untungnya Chinmi berhasil menotok titik langit dan bumi pada tubuh Kwon Liun. Kwon Liun yang masih tak mengerti tindakan Chinmi, hanya terus berusaha menghindar. Terlambat... titik darah leher Kwon Liun berhasil Chinmi sentuh... dan hasilnya...

“Jurus dewa petir...!!!” seru Chinmi. Kemudian seolah tersambar petir sungguhan, Kwon Liun tampak syok dan kemudian tersungkur ketanah, ia pingsan dengan rasa sakit yang sangat luar biasa. Chinmi juga tidak dalam kondisi yang lebih baik. Tepat setelah ia berhasil menyentuh titik darah leher milik Kwon Liun, tangannya berhenti bersinar, tubuhnya bergetar, dan lututnya terasa lemas. Ia pun tersungkur ke tanah juga tak lama kemudian. ‘hh... Aku... berhasil... sekarang tinggal... hh... membebaskan Yan... hh... dan pergi dari sini...’ pikir Chinmi. Sayangnya tubuhnya tak mau mendengarkannya. Ia tak dapat bergerak seinchipun dari tempatnya berada.

Sementara itu... ternyata selain Ryukai dan Riki, saat ini bala bantuan dari kuil dairin yang terdiri dari murid-murid Chinmi, Jin Tan, Bikei, dan Hayate sedang melawan para prajurit Kwon Liun. Para prajurit terlalu serius untuk melawan orang-orang kuil dairin hingga tak menyadari bahwa bos mereka telah kalah.

“Hayate, dimana Chinmi?” tanya Jin Tan. “Seharusnya dia berada di sekitar sini...” ucap Hayate. Rupanya ialah yang telah meminta bantuan dari kuil dairin. Hayate kebingungan, ditengah keramaian seperti ini sulit baginya mencari Chinmi, terutama dengan banyaknya musuh yang menghadang.

“Hayate!” seruan itu terdengar tak asing lagi, itu Yan! Dia sudah bebas dari ikatannya, terima kasih untuk Goku. “Yan! Kau tahu dimana Chinmi?!” seru Hayate. Kwon Liun dan Chinmi pergi ke arah sana! Hayate, tolong bantu Chinmi!” pekik Yan cemas. “Aku tahu itu...” ujar Hayate dan tanpa meminta persetujuan siapapun ia segera menuju tempat yang ditujukan Yan.

‘Tetap selamat Chinmi...’ pikir Hayate tak tenang.

***

*Krak!!!*  sebuah suara ranting yang terinjak itu membuat Chinmi was-was. Namun ketika ia berusaha bangkit, ia kembali terjatuh. Ia sudah tak punya tenaga lagi. Satu-satunya hal yang dapat ia lakukan adalah menoleh ke arah suara. Chinmi tampak terkejut dengan kehadiran orang tersebut.

“ka... kau...” gumam Chinmi. Itu Jinwon! Tangannya menggenggam sebuah pedang, ia menancapkan pedang itu ke punggung Kwon Liun. Kwon Liun pun tewas tepat dihadapan Chinmi. “apa yang kau...” Chinmi hendak berteriak namun ia tak bisa. Jinwon mencabut pedang itu dan mengarahkannya kepada Chinmi. “Kau berikutnya...”.“Terima ini!!!” Jinwon menghunuskan pedangnya.

“not a chance!!!”seru Hayate dengan menggunakan bahasa Inggris. Ia menendang pergelangan tangan Jinwon hingga tangan Jinwon terhempas dari posisinya yang semula hendak menebas Chinmi.

Jinwon memelototi Hayate, ia menggeram kesal. Dengan pedang yang masih tergengggam ditangannya, ia menyerang Hayate dengan kecepatan yang bukan main. Untungnya stamina Hayate sempat pulih setelah ia sadar dari pingsannya tadi.

Sementara itu dengan susah payah Chinmi hendak bangkit untuk membantu Hayate. Sekali lagi, perjuangannya itu hanya sia-sia. Ia masih dalam keadaan sadar saja sudah merupakan suatu hal yang luar biasa mengingat apa saja yang telah ia alami sejak pagi hingga malam ini.

Gerakan Jinwon sudah tak selincah ketika ia melawan Chinmi sebelumnya, sebab ia juga sudah kelelahan setelah menghadapi Chinmi dan kemudian melawan Ryukai hingga ia kalah. Serangan Jinwon mulai tak berpola dan terlihat asal-asalan, nafasnya juga tak beraturan.

Hayate yang menyadari keadaan lawannya itu segera mengambil kesempatan dan menyerang Jinwon. Jinwon terpental karena sudah kehabisan tenaga untuk bertahan, ia tanpa sengaja tersandung tubuh Chinmi sehingga ia terjatuh ke arah jurang, begitu pula dengan Chinmi yang ikut terseret olehnya.

“CHINMI...!!!” pekik Hayate panik, ia segera menuju bibir jurang. Ia mendapati Chinmi tengah berusaha bertahan dengan menggenggam sebatang pohon yang tumbuh di tebing jurang. Jarak antara mereka berdua terlalu jauh untuk hanya saling menggapai tangan satu sama lain, dan Hayate menyadari hal itu.

“Chinmi, bertahanlah disana! Aku akan mencari tali untukmu!” seru Hayate kemudian segera berlalu. Chinmi hanya bisa berpegangan pada dahan tersebut, ia berusaha sekuat tenaga untuk mengangkat dirinya agar dapat duduk diatas dahan itu dan bukannya tergantung dengan pasrah seperti ini.

***

Hayate kembali ke markas Gerombolan Mogui untuk mengambil tali yang sebelumnya digunakan untuk mengikat para tahanan. Begitu Hayate telah menembus hutan dan sampai di tempat tujuannya, rupanya seluruh prajurit gerombolan Mogui telah terkapar ditanah, mereka semua telah dikalahkan oleh murid-murid Chinmi, Ryukai, Riki, Jintan, Bikei, dan juga Goku. Yan juga telah disuruh kembali ke kuil dengan didampingi oleh Kuppa.

“Hei Hayate, apa kau sudah menemukan Chinmi?” tanya Bikei. Yang lainnya juga menghampiri Hayate untuk menanyakan pertanyaan yang sama.

“Ya, dia sekarang sedang tergantung di dahan tebing jurang, kita harus membantunya segera!” jawab Hayate panik.

“APA?!” jawab yang lainnya. “Namlu, Yokke, Sancu, Yonfa, Koko, kalian kumpulkan samua tali yang dapat kalian temukan secepatnya! Sisanya ikuti Hayate, Riki, dan Aku ke tempat Chinmi sekarang!” arah Ryukai. “baik!” jawab mereka bersembilan dengan kompak. Mereka pun bubar sesuai arahan Ryukai. Hayate memimpin jalan. Semua kini sedang memikirkan hal yang sama, keselamatan Chinmi...

***
...*sreeet.. *...

Salah satu pegangan tangan Chinmi terlepas. Ia gagal membawa dirinya ke posisi yang lebih aman, dan kini ia hanya dapat membuang sisa energinya dengan bergelantungan pasrah di dahan pohon ini. “A, aku... tak boleh jatuh! Aku harus... K, kembali! Aku belum berhasil menyelamatkan Yan...!” gumam Chinmi terbata-bata. Sekali lagi ia berusaha mengembalikan tangannya kembali ke atas, tapi tangan kanannya yang sedari tadi mati rasa itu tak mau menuruti kemauannya.

Ditengah kepasrahannya itu, terdengar suara seseorang memanggil namanya, “Chinmi!!!... Pak Chinmi!!!... Chinmi dimana kau?!... Ngiiiik!!!” itu suara Jintan, Gunte, Ryukai, dan Goku. Tak lama kemudian mereka sampai di bibir jurang tepat diatas tempat Chinmi berada. “Chinmi!?” pekik Bikei, Jintan, dan Gunte.

“Oh, kalian disini?... berarti gerombolan Mogui sudah kalah, bukan?... apa Yan selamat?” serentenan pertanyaan Chinmi lontarkan dengan segera. “benar sekali, Yan sedang bersama Kuppa. Kau memag selalu begitu Chinmi... terlalu mengkhawatirkan orang lain, Tapi sekarang bukannya seharusnya kau perlu lebih mengkhawatirkan keadaanmu?” ujar Jintan. “haha... kau benar...” jawab Chinmi terdengar lemah.

Tepat sedetik kemudian, Namlu, Yokke, Sancu, Yonfa, dan Koko datang dengan membawa tali. Dengan cekatan Hayate mengikat tali tersebut membantuk ikatan tali penyelamat. Setelah semuanya memeganggi satu sisi, tali tersebutpun dijulurkan kearah Chinmi. “Chinmi, cepat lingkarkan tali itu di pundak dan pinggangmu!” perintah Hayate. Chinmi segera melakukan apa yang dikatakan Hayate. Kemudan Chinmi pun ditarik keatas.

Namun ternyata tali tersebut sedikit demi sedikit mulai terkikis karena tergesek batu. Sehingga ketika Chinmi sudah hampir sampai diatas tali tersebut putus!...

Untungnya dengan gesit Hayate berhasil meraih lengan Chinmi. Namun karena berat mereka seimbang dan posisi kedua tangan Hayate yang tengah sibuk menangkap Chinmi serta tubuhnya yang condong ke jurang membuatnya hampir terbawa Chinmi jatuh. Tubuh Hayate segera ditahan oleh Riki, Ryukai, dan lainnya sehingga mereka berdua tak terjatuh. Chinmi pun berhasil ditarik ke atas.

Chinmi dibaringkan jauh dari tepi jurang. “Terima kasih ya... kalian...” ucap Chinmi tulus. Ia masih tak dapat mendudukkan dirinya sendiri. “Tak masalah...” jawab Jintan. “Nguuk!” tambah Goku. “Tenang saja Pak Guru Chinmi!” seru Gunte mewakili teman-temannya. Riki dan Ryukai hanya menatapnya dengan senyum.

“Dan Hayate... maaf telah melibatkanmu... kita bahkan belum menemukan teman-temanmu...” kata Chinmi masih terbata-bata. “Tak apa... lagipula soal teman-temanku, aku sudah tahu mereka ada dimana. Tenang saja, mereka baik-baik saja.” Ujar Hayate. “Baguslah...” ucap Chinmi lega, seketika kemudian ia tak sadarkan diri. Semuanya panik karena tiba-tiba saja Chinmi tak sadarkan diri seperti itu, tapi tak lama kemudian mereka sadar bahwa Chinmi hanya tertidur. Sepertinya Ia terlalu lelah untuk melanjutkan percakapan, dan teman-temannya sangat mengerti mengenai hal itu.

Hayate meminta izin pada Ryukai dan Riki agar ialah yang membawa Chinmi kembali ke kuil. Mereka berdua setuju saja, begitu pula dengan yang lainnya. Jadi, sementara yang lainnya masih mengurusi korban-korban pingsan dipihak Kwon Liun termasuk jasad Kwon Liun yang dibunuh Jinwon dan juga jasad jinwon yang berada didasar jurang, Hayate menggendong Chinmi di punggungnya dan membawanya kembali ke kuil dengan ditemani Goku.

Ditengar perjalanan, Chinmi terbangun. “maaf ya Hayate, telah membuatmu melakukan ini... kau bisa menurunkanku sekarang...” ujar Chinmi setengah berbisik. “Kau sudah sadar? Syukurlah... maksudmu membawamu seperti ini? Aku hanya membalaskan utangku... ya, sebelum aku pergi dari dunia ini.” Gumam Hayate. Hayate menurunkan Chinmi dan membiarkannya berdiri sendiri. Jalan Chinmi tampak pincang dan terhuyung-huyung. “Ngiiik....!” Goku tampak khawatir dan bersikap seolah ingin menangkap Chinmi yang sudah hampir tejatuh. Hayate pun merangkul Chinmi agar tidak terjatuh. “terima kasih. Ucap Chinmi dibalas dengan senyuman Hayate.

Chinmi masih penasaran dengan yang Hayate katakan tadi, sebab terdengar seperti pesan sebelum kematian. “apa maksudmu?” tanyanya. “Nguuk?” Goku juga sama penasarannya dengan Chinmi. Hayate tersenyum, iapun menjelaskan kedatangannya dari masa depan dan bagaimana ia dapat kembali kesini setelah sebelumnya ‘pulang’ ke masanya sendiri. Chinmi tampak heran, “jadi hal seperti itu memang dapat terjadi?” tanyanya. “Ya, dan itulah sebabnya kita saling merasa aneh satu sama lain ketika kita saling bertemu pertama kali.”

“kalau begitu, sekarang bagaimana caramu untuk ‘pulang’, Hayate?” . “Nguuk?” Goku ikut-ikutan penasaran. “Entah... kuharap kepala biksu tahu. Maafkan keegoisanku ya... sebenarnya aku membawamu bersamaku juga agar aku dapat lebih cepat kembali, kau tahu kan, kakek tua itu tak pernah serius saat berbicara denganku.” Jawab Hayate sambil terkekeh. “Ya... serahkan saja padaku...” ujar Chinmi. Mereka bertiga pun terus berjalan menuju tempat tujuan mereka... Kuil Dairin.

***

Begitu sampai di kuil dairin, Chinmi dan Hayate disambut oleh para penduduk desa yang mengungsi dan para penghuni kuil, terutama Yan, Biksu Rhoi, dan Kuppa. “Chinmi!... Pak Chinmi!” sambut mereka. “Sebaiknya kita segera obati luka-lukamu... kau juga Hayate...” kata Pak Rhoi. “Ah, lukaku tak berbahaya bagiku, Chinmi lah yang paling membutuhkan pertolongan.” Elak Hayate dengan sopan.

“Hohoho begitu ya...” jawab Biksu Rhoi. Saat Chinmi hendak dibawa ke balai pengobatan, ia menolak secara halus. “Ini bukan masalah besar Piksu Rhoi, aku dan Hayate masih memiliki satu urusan lagi untuk diselesaikan, benar kan?” ujarnya. “eh... iya sih... tapi itu bisa besok saja...” tanggap Hayate.

Belum sempat Chinmi berkomentar seseorang berucap, “Chinmi benar Hayate... Kau harus menyelesaikan urusanmu.” Itu kepala biksu! Chinmi tersenyum karena pendapatnya menapat dukungan dari kepala biksu. “Tapi...” Yan hendak membantah pendapat Chinmi sekali lagi, namun ia benar-benar dihentikan oleh kepala biksu. “Chinmi, apa kau masih bisa mengantarkan Hayate?” tanya kepala biksu. “Ya, tentu saja...!” jawab Chinmi sambil menunduk hormat kepada kepala biksu, Hayate juga mengikuti tidakan Chinmi. “Kalau begitu pergilah ke tempat yang kalian kunjungi tadi pagi. Tak perlu kusebutkan dimana bukan?” ucap kepala biksu sambil tersenyum. “Baiklah!” jawab Chinmi dan Hayate kompak. Lalu mereka berdua pun segera kembali ke tempat awal petualangan mereka pagi ini, yaitu Gua pengujian.

***

Setelah sampai di tempat yang mereka tuju, baik Chinmi maupun Hayate tak tahu apa yang harus dilakukan. “jadi... apa yang harus kulakukan?” tanya Hayate. “Tunggu, tadi kau tak tanya kepala biksu?” Chinmi balik tanya. “aku lupa...” jawab Hayate sambil menyengir lucu. “hahaha kau ini...” Chinmi juga ikut tertawa karenanya.

“Baiklah sekarang serius, bagaimana caranya aku bisa kembali?” tanya Hayate lagi. “Entahlah... lagipula, apa kau benar-benar tak bisa menetap lebih lama lagi?” ujar Chinmi menanyakan kepastian itu sekali lagi. “maaf Chinmi, kau adalah salah satu teman terbaikku. Tapi... aku tak bisa meninggalkan teman-teman dimasaku dan juga majikanku nona Nagi. Kau tahu itu kan?” jawab Hayate. “ya... aku mengerti.” Ucap Chinmi pasrah. “Aku tak dapat membantumu banyak, tapi aku hanya dapat mengatakan apa yang mungkin akan kulakukan disituasi ini...”

“Jadi...” tanya Hayate penasaran. “yang bisa kupikirkan hanyalah bermeditasi...” ucap Chinmi seadanya. “kau serius?” Hayate tampak ragu. “bagaimana cara melakukannya?” tanyanya lagi. “sama dengan saat kau menemukan ketenangan batinmu...” jawab Chinmi dengan senyuman merekah diwajahnya. “baiklah, kurasa patut untuk dicoba...” Hayate mengangguk, kemudian ia mulai memasuki mulut gua.

Tiba-tiba Hayate berhenti berjalan dan kembali berbalik menghadap Chinmi, “ada apa?” tanya Chinmi. “Chinmi... apa saat aku meninggalkan masa ini ingatan kita akan menghilang?” tanya Hayate dengan lirih. “entahlah... tapi akan kuusahakan sekuat tenagaku agar aku tak melupakanmu, OK?” ucap Chinmi.

Setelah kata-kata perpisahan diucapkan, Chinmi dan Hayate saling berjabat tangan dan berpelukan. Kemudian tanpa berkata-kata lagi Hayate memasuki gua untuk memulai meditasinya. “selamat tinggal kawanku...” ucap Chinmi.

***

Hayate telah memasuki gua dan bersiap untuk bermeditasi. Ia hanya diam sejenak. Dalam hatinya ia selalu berharap agar ia dapat kembali ke masa depan tanpa kehilangan memorinya, tidak seperti pemikiran pesimisnya selama ini.

Ia menutup kedua rapat-rapat sambil terus berharap. Dan tanpa ia sadari ternyata kalung liontin yang ia kenakan itu bercahaya, bahkan sangat terang. Cahaya tersebut sangat terang hingga bahkan Chinmi pun harus menutup matanya agar tidak kesilauan.Tak lama kemudian cahaya itu menghilang bersamaan dengan hilangnya wujud Hayate di masa ini.

***

Kembali ke masa depan, dimana Hayate yang terbaring dikamarnya kni mulai membuka matanya. Hayate terbangun seolah dia adalah putri tidur yang baru saja terbangun dari sihir tidur panjangnya. “selamat datang kembali!” sambut nona Nagi tepat ketika Hayate baru saja membuka matanya. “jadi bagaimana?” tanya Maria. “aku berhasil, dan tepat waktu” jawab Hayate senang. “yokkatta!” ucap Nagi ceria. “dengan begini urusan kita sudah selesai di negeri ini...” ucap Nagi lega.

Hayate melihat kesekeliling, “dimana Dr. Cheng?” tanyanya. “dia baru saja pergi beberapa menit yang lalu sebab dia masih punya beberapa pasien lainnya yang butuh bantuannya” terang Maria. “aku mengerti” ucap Hayate dengan senyum ketulusan diwajahnya.

Belum lama mereka bercakap-cakap, seseorang mengetuk ruangan tersebut. ...*tok... tok... tok...*... Maria membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang. “permisi...” ucap orang itu dengan menggunakan bahasa Cina. “ada perlu apa ya?” tanya Maria dengan sopannya. Orang itu menjawab bahwa ia adalah utusan dari kuil dairin. Begitu mendengar nama kuil dairin, Hayate langsung bangkit dari ranjangnya. Orang itu menitipkan dua buah surat yang diikat menjadi satu.
Isi surat itu antara lain:

-Hayate, ini Gunte... kau masih mengingatku bukan? Aku murid nomor 1 Pak Chinmi, tentu saja kau mengingatnya bukan? Sekarang aku telah menjadi seorang pengajar disini. Sejujurnya aku tak dapat mengingat mu. Maaf ya... tapi aku benar-benar tak ingat, aku hanya tahu dari pak Chinmi. Dan juga surat ini diberikan padaku pada hari keberangkatan Pak Chinmi mengembara untuk diserahkan padamu. Dan kini kutitipkan ini kepada muridku-

Surat ini tampak sudah sangat tua, tapi tak  setua surat yang satunya. Merekapun membaca surat yang satunya lagi.

-Hayate... perkiraanmu benar, tak ada yang mengingat keberadaanmu, bahkan aku sendiri sempat kehilangan ingatanku. Untungnya aku sempat mencatat tentang dirimu yang membuat ingatanku pulih sepenuhnya. Aku ingin menyampaikan banyak hal untuk diungkapkan. Tapi tentu saja jarak waktu yang terbentang sangat jauh ini tak memungkinkan hal itu...-

Surat itu sudah sangat tua hingga yang tersisa darinya hanyalah itu. Sementara yang lainnya tak dapat dibaca karena buram. Utusan dari kuil dairin sudah lama kembali setelah menyerahkan kedua surat tersebut. Hayate berniat untuk selalu menyimpan kedua surat tersebut.


Dan dengan begitu akhirnya hari-hari rumit ini pun akhirnya dapat berakhir...